Laduni.ID, Jakarta- Jaringan Gusdurian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sejumlah barisan relawan masyarakat sipil yang bergerak sukarela, membantu penanganan pandemi Covid 19 di DIY meminta pemerintah untuk bisa lebih fokus dan cepat menekan laju kematian penduduk akibat virus korona.
Permintaan itu tertuang dalam pernyataan sikap bersama ‘Gerakan dan Lembaga Kemanusiaan di DIY’. Gerakan yang terbangun dari kolaborasi sejumlah relawan masyarakat sipil di Yogyakarta. Selain Jaringan Gusdurian, tergabung juga NU Yogyakarta, Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB) DIY, Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) dan Sambatan Jogja (Sonjo).
Dalam keterangan tertulisnya, Jaringan Gusdurian dan barisan aliansi relawan meminta maaf kepada seluruh pihak di Yogyakarta bila upaya dan ikhtiar yang dilakukan oleh kalangan relawan sudah berada di ambang maksimal batas kemampuan.
“Kepada masyarakat DIY, kami segenap gerakan kemanusiaan, mohon maaf bahwa kami telah sampai pada batas kapasitas kemampuan kami. Kami tidak mampu melangkah lebih jauh untuk mengambil kebijakan afirmatif dan progresif yang diperlukan masyarakat DIY saat ini,” demikian satu diantara isi pernyataan sikap, dikutip dari gusdurian.net, Rabu, 30 Juni 2021.
Atas dasar itu, gerakan kelompok relawan itu meminta kepada pemerintah untuk bergerak cepat merespon laju wabah Covid 19 yang semakin cepat penyebarannya.
“Pada kesempatan ini pula, kami meminta pada Pemerintah, yang memiliki otoritas legal, sumber daya, dan spektrum jangkauan agar secepatnya mengakselerasi respons, menunjukkan sense of crisis serta sense of urgency dalam menangani eskalasi situasi ini, sebelum segala sesuatunya menjadi lebih buruk dan semakin sulit dikelola, menyelamatkan warga dari tragedi kemanusiaan. Kepada para politisi di DPR/DPRD dan di partai politik, kami berharap saat ini untuk menyingkirkan sejenak kepentingan politik pragmatis jangka pendek dan lebih fokus pada penyelamatan kemanusiaan dan nasib bangsa,” pinta kelompok relawan.
Dalam keterangannya tersebut, tim relawan bersama dengan elemen masyarakat lainnya, menjelaskan bahwa pihaknya telah bekerja sukarela selama 16 bulan terakhir untuk menanggulangi wabah korona berikut dampaknya. Namun, lantaran eskalasi wabah Covid19 yang sejalan dengan keterbatasan otoritas dan sumber daya, para relawan akhirnya menilai diperlukan langkah serius, fokus, cepat dan tepat dari seluruh pemangku kepentingan.
“Pada titik inilah, eskalasi masalah terkait COVID-19 tidak memungkinkan kami gerakan kemanusiaan di DIY untuk melangkah lebih jauh lagi. Kami hanyalah elemen masyarakat yang tidak memiliki SK, tidak memiliki dana dan sumber daya seperti halnya pemerintah. Kami juga tidak memiliki privilese dan otoritas merumuskan kebijakan publik dan mengeksekusinya. Masalah yang kita hadapi sekarang hanya dapat ditangani oleh kebijakan pemerintah yang memiliki otoritas legal, sumberdaya, serta daya jelajah jangkauan yang omni-potent dan omni-present,” jelasnya.
Sebelumnya, keterangan para relawan menyebutkan bahwa selama 10 hari terakhir, pihaknya turut berjibaku membantu masyarakat sekitar, tenaga medis dan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam penanganan pandemi Covid 19 di Yogyakarta.
“Sepuluh hari lalu, sebagian besar rumah sakit di DIY mengalami kekurangan oksigen. Meski kami bukanlah otoritas, namun kami berusaha berkontribusi mencari solusi mengurai dan memecahkan masalah tersebut. Hari Jumat-Minggu terjadi penurunan kemampuan tes PCR di DIY, dan kami mencoba mencari solusi, hingga membuat WAG khusus menampung para pimpinan laboratorium di DIY untuk berkoordinasi memecahkan masalah tersebut,” terang kelompok relawan.
Dalam perkembangan, kasus kematian akibat Covid 19 dan tingkat keterisian rumah sakit (bed occupancy ratio/BOR) oleh pasien Covid 19 ternyata meningkat ekstrim. “Meski berbagai program kami lakukan untuk mempersiapkan peningkatan pasien COVID-19, namun gelombang kedua kali ini jauh besar daripada apa yang mampu kami antisipasi. Seluruh rumah sakit rujukan di DIY penuh dengan BOR sudah melebihi 80%, meskipun rumah sakit sudah meningkatkan kapasitasnya. Sudah dua minggu terakhir shelter-shelter kabupaten penuh. Meski terjadi peningkatan jumlah shelter desa, shelter kabupaten, hingga Rumah Sakit Lapangan Khusus COVID1-19 di Bantul dan Sleman, kecepatan penyebaran COVID-19 jauh lebih cepat daripada peningkatan kapasitas shelter dan rumah sakit,” sambung kelompok relawan.
Informasi yang dikumpulkan oleh kelompok relawan di Yogyakarta, menyebutkan bahwa saat ini angka kematian akibat COVID-19 meningkat begitu pesat yang tidak sebanding dengan sumber daya penanganan di lapangan.
“Dua hari terakhir beberapa pasien wafat selama proses diantar oleh para relawan tanpa SK ke IGD di beberapa rumah sakit dan ternyata IGD-IGD tersebut telah penuh. Para nakes telah mengalami kelelahan bahkan banyak yang terpapar COVID-19. Puluhan ribu relawan yang tidak ber-SK di tingkat padukuhan, kalurahan hingga kapanewon, juga mengalami kelelahan. Tidak jarang mereka harus memulasarakan dan menguburkan beberapa jenazah COVID-19 berturut-turut dimulai tengah malam dan baru selesai saat adzan Subuh berkumandang. Dua hari lalu, bahkan kami terpaksa menghentikan aktivitas para relawan di malam hari karena kapasitas relawan sudah terbatas dan tidak kondusif bagi keselamatan relawan,” tukas kelompok relawan.
Berdasarkan data zonasi risiko, yang tersaji di covid19.go.id, status wilayah 4 kabupaten dan 1 kota di wilayah Provinsi DIY masuk dalam zona merah covid 19. Sejumlah kabupaten itu terdiri dari Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Sleman dan 1 kota yaitu Kota Yogjakarta. (Editor: Ali Ramadhan)