Syekh Abdul Karim bin Ibrahim Al-Jili dalam karyanya Al-Insan Al-Kamil Fi Ma’rifati Awakhir Wal Awail (Juz, 2 Hlm. 274) mengulas tentang Al-Insan Al-Kamil (manusia sempurna) ulasan tersebut di posisikan di bab yang keenam puluh. Karena bab yang keenam puluh menurut Syekh Abdul Karim bin Ibrahim Al-Jili adalah intisari dari karyanya tersebut.
Secara bahasa kata Al-Insan mempunyai arti manusia. Sedangkan Al-Kamil mempunyai arti sempurna. Jika dua kata itu digabungkan maka mempunyai arti manusia sempurna. Syekh Abdul Karim bin Ibrahim Al-Jili memberikan gambaran tentang jati diri Al-Insan Al-Kamil secara implisit. Bahwa Al-Insan Al-Kamil bermacam-macam tidak hanya tertuju kepada satu orang, dan Al-Insan Kamil ada dua versi, ada yang kamil (sempurna) dan ada yang akmal (lebih sempurna).
Al-Insan Al-Kamil yang kamil (sempurna) tidak ditentukan kepada satu orang, berbeda dengan yang akmal ( lebih sempurna) ia hanya satu orang, yaitu, Nabi Muhammad SAW. Kenapa Nabi Muhammad SAW digelari Insan Kamil yang akmal (lebih sempurna) Karena memandang dari sisi penciptaan, akhlak, perilaku dan ucapannya, dan Nabi Muhammad juga sebagai pemimpin para Nabi dan para Auliya’ (kekasih Allah).
Syekh Abdul Karim bin Ibrahim Al-Jili memberikan penjabaran tentang hakikat dan eksistensi Al-Insan Al-Kamil yang akmal (lebih sempurna) bahwa ia sebagai poros bumi yang mengelilingi cakrawala mulai ia diciptakan bahkan abadi untuk selamanya. Adapun Al-Insan Kamil yang lainya hanyalah gambaran atau cermin dari Al-Insan Kamil yang akmal ( lebih sempurna)
Identitas Al-Insan Al-Kamil yang akmal (lebih sempurna) yaitu, bernama Muhammad, dipanggil Abul Qasim, disifati Abdullah, dan digelari Syamsuddin. Terkait dengan identitas Al-Insan Al-Kamil yang akmal (lebih sempurna) Syekh Abdul Karim bin Ibrahim Al-Jili membuat pernyataan yang kontroversial. Beliau menyatakan:
فقداجتمعت به صلى الله عليه وسلم وهو فى صورة شيخي الشيخ شرف الدين إسماعيل الجبرتي ، ولست أعلم أنه النبي صلى الله عليه وسلم وكنت أعلم انه الشيخ، وهذ من جملة مشاهدة شاهدته فيها بزبيد سنة ست وتسعين وسبعمائة وسر هذ الأمر تمكنه صلى الله عليه وسلم من التصور بكل صورة
Maka sungguh aku telah bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, sedangkan dia dalam gambaran guruku, Syekh Syarifuddin Ismail Al-Jabaruti. Dan aku tidak mengetahui bahwasanya dia adalah Nabi Muhammad SAW. Dan yang aku ketahui dia adalah guruku. Dan ini sebagian dari musyahadah (penyaksian) yang aku saksikan Nabi Muhammad SAW di kota Zabid tahun 796. Dan rahasia perkara ini, memungkinkan Nabi Muhammad SAW tergambar dari berbagai gambaran.
Kejadian yang dialami oleh Syekh Abdul Karim bin Ibrahim Karim Al-Jili juga dialami oleh Syekh Asy-Syibli, pada suatu hari Syekh Asy-Syibli berkata kepada muridnya, “Saat ini aku melihat Rasulullah”. Murid Syekh Asy-Syibli saat itu terbuka hijabnya sehingga ia berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau (Asy-Syibli) adalah Rasulullah”. Hal itu terjadi seperti seseorang melihat temannya dalam mimpi.
Kemudian Syekh Abdul Karim Karim bin Ibrahim Al-Jili membuat analogi untuk mengulas kesempurnaan Nabi Muhammad SAW sebagai Al-Insan Al-Kamil yang akmal (lebih sempurna) ulasan tersebut dikaitkan dengan ciptaan Allah, diantara, arasy, sidratul muntaha, qalam, lauhul makhfudz, langit, matahari, bulan, dan lain sebagainya. Adanya perbandingan tersebut supaya kita mengenal tentang sifat-sifatnya.
Adapun analogi dan gambarannya sebagai berikut, arasy sebagai gambaran hatinya, sidratul muntaha sebagai maqam atau kedudukannya, qalam sebagai akalnya, lauhul makhfudz sebagai dirinya, langit ketujuh sebagai cita-citanya, matahari sebagai pandanganya, bulan sebagai pendengarannya. Dan masih banyak perbandingan yang lainnya. Wallahu A’lam Bissawab.