Laduni.ID, Jakarta – Diriwayatkan dari Abu Umamah satu kisah seorang pemuda yang mendatangi Rasulullah SAW untuk meminta izin agar diperbolehkan berzina.
Suatu ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabatnya, tiba-tiba seorang pemuda datang menemuinya.
“Wahai Rasulullah, izinkan aku berzina!” ucapnya blak-blakan tanpa malu.
Para sahabat yang ada saat itu pun marah mendengar perkataan tidak sopan seorang pemuda yang datang tiba-tiba kepada Rasulullah dan meminta izin melakukan perbuatan tidak senonoh dengan tanpa rasa malu sama sekali. Beberapa sahabat terpancing emosinya dan telah berdiri, siap memberi pelajaran kepada pemuda tersebut.
Tentu Rasulullah SAW menyadari para sahabatnya pasti sedang marah, tapi beliau segera menenangkannya sembari memanggil si pemuda untuk duduk bersama.
Suasana telah mereda, lalu Rasulullah SAW bertanya kepada si pemuda, “Relakah kamu bila seseorang berzina dengan ibumu?”
Dengan tegas dan spontan si pemuda menjawab, “Tentu tidak.”
“Orang-orang lain pun tidak rela bila ibunya dizinai,” ucap Rasulullah SAW.
Lalu Rasulullah bertanya kembali, “Relakah kamu bila seseorang berzina dengan putrimu?”
“Tentu tidak,” ucap si pemuda dengan lantang kedua kalinya.
“Orang-orang lain pun tidak rela bila putrinya dizinai,” ucap Rasulullah SAW.
Lalu Rasulullah bertanya kembali, “Relakah kamu bila seseorang berzina dengan saudara perempuanmu?”
“Tentu tidak,” ucap si pemuda dengan lantang untuk ketiga kalinya.
“Orang-orang lain pun tidak rela bila saudari perempuannya dizinai,” ucap Rasulullah SAW
Perlahan, si pemuda memahami maksud dari pertanyaan Rasulullah SAW bahwa hakikatnya ada hikmah di balik larangan berbuat zina. Bahwasanya zina itu perbuatan keji, merugikan, dan tentu bisa menyakiti pihak lain.
Setelah memahami semua itu, si pemuda pun mengurungkan niatnya dan memohon doa kepada Rasulullah SAW.
“Kalau begitu berdoalah untukku ya Rasulullah SAW agar aku bisa terhindar dari zina,” pinta si pemuda dengan penuh harap.
Rasulullah SAW kemudian mengangkat tangan dan meletakkannya di daa si pemuda itu seraya berdoa,
اللَّـهُمَّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ وَحَصِّنْ فَرْجَهُ
“Ya Allah, ampunilah dosanya, bersihkanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya.” (HR. Ahmad)
Setelah itu, si pemuda pergi dengan hati yang dipenuhi dengan rasa cinta kepada Rasulullah SAW dan sangat membenci perbuatan zina. Seorang pemuda yang sebelumnya dipenuhi dengan nafsu itu, akhirnya menjadi sosok yang sangat baik dan menjauhi perbuatan maksiat. Demikianlah berkah pendekatan dakwah Rasulullah SAW yang sangat santun dan bijaksana sebagaimana perintah Allah SWT di dalam Al-Qur’an, Surat An-Nahl ayat 125.
Allah SWT berfirman:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.”
Pendekatan dakwa Rasulullah SAW itu menjadi gambaran bahwa amar ma’ruf nahi munkar itu adalah satu hal haru dilakukan dengan cara-cara yang benar pula. Agar tujuan dakwa itu tersampaikan dan dapat diterima. Jadi amar ma’ruf bil ma’ruf wa nahi munkar bil ma’ruf, konsepnya memerintahkan perkara baik itu juga harus dengan cara yang baik, demikian pula melarang kemungkaran juga harus dengan cara yang baik pula. []
Editor: Hakim