Jejak Syekh Abdussomad Al-Falimbani di Negeri Yaman

Awalnya saya mendengar, bahwa Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (1122 – 1227 H / 1710 – 1812) punya dua orang guru dari Yaman, yaitu Sayyid Murtadha Az-Zabidi (1732 – 1790 M) penulis syarah Ihya Ulumiddin dan Mufti Zabid Sayyid Abdurrahman bin Sulaiman Al-Ahdal (1179 – 1250 H). Karena keduanya berasal dari Zabid, maka disebut Zabidain.

Informasi ini saya terima dari Guru Daudi dalam Pagar Martapura, juga saya temukan jejaring sanadnya dalam kitab Syekh Muhammad Yasin Al-Fadani. Kebenaran fakta Syekh Arsyad pernah berguru dan singgah di Yaman dikuatkan oleh Mudir Darul Hadis Lil Irtsin Nabawi Al-Qadhi Dr. Syekh Yasir Asy-Syuhairi. Dan beliau menghubungkan sanad keilmuan Syekh Arsyad dengan ulama Yaman.

Dalam kitab Manasik Haji dan Umrah yang ditulis Sayyid Usman bin Yahya, orang yang hendak haji dari Indonesia melalui kapal laut, maka rutenya terlebih dahulu singgah di Pelabuhan Aden, Yaman. Maka kunjungan Syekh Arsyad ke Negeri Yaman diyakini memang benar adanya. Namun penulis belum menemukan catatan bagaimana kisah belajar atau perjalanan Syekh Arsyad disini. Sebab yang pernah ada dan tertulis dalam manakib Syekh Arsyad, kisah beliau menimba ilmu selama 35 tahun di Haramain, tanpa menyebutkan pernah singgah di Yaman. Namun menurut penuturan lisan, di antaranya disampaikan oleh Guru Zuhdi Banjarmasin, bahwa Syekh Arsyad pernah memasuki Kota Zabid, Yaman.

Yang saya temukan adalah kisah perjalanan sahabat Syekh Arsyad Banjar, yakni Syekh Abdussomad Al-Falimbani (1116-1203 H/1704-1789 M) di Negeri Yaman. Boleh jadi, Syekh Arsyad juga ikut dalam perjalanan tersebut. Kisah ini diceritakan oleh Mufti Zabid Sayyid Abdurrahman bin Sulaiman Al-Ahdal (1179-1250 H) ulama terkemuka abad 13 H, dalam kitabnya An-Nafasul Yamani war Ruh ar-Ruhani fi Ijazatil Qudhoti Bani asy-Syaukani.

Dalam buku ini disuguhkan tarjamah atau biografi para guru Sayyid Abdurrahman, dan setiap biografi memuat kepada siapa tokoh ulama itu belajar dan siapa saja yang pernah belajar pada tokoh tersebut. Sayyid Abdurrahman mengklasifikasikan thabaqat guru-gurunya kepada tiga thabaqat (tingkatan atau kriteria). Thabaqat pertama menjelaskan tentang guru-guru Sayyid Abdurahman yang pernah belajar kepada kakek beliau Sayyid Yahya bin Umar Maqbul Al-Ahdal, seorang Muhaddis Mufassir yang ahli di bidang qiraat. Pada thabaqat ini ada terdapat lima guru.

Thabaqat kedua menyebutkan guru-guru Sayyid Abdurrahman yang pernah belajar kepada Sayyid Ahmad bin Muhammad Syarif Maqbul Al-Ahdal. Di thabaqat ini ada sebanyak 9 guru. Dan pada thabaqat yang ketiga menjelaskan guru-guru Sayyid Abdurrahman yang belajar kepada ayah beliau Sayyid Sulaiman bin Yahya Umar Al-Ahdal, setidaknya berjumlah 26 guru. Thabaqat ini dibagi menjadi dua klasifisikasi, yakni guru yang lama belajar menimba ilmu kepada ayahnya, dan juga guru atau syekh yang hanya datang berkunjung dan menimba ilmu dari luar menemui sang ayah. Syekh Abdussomad Al-Falimbani masuk dalam klasifikasi kedua dari thabaqat ketiga dalam kitab An-Nafasul Yamani ini.

Syekh Abdussomad Palembang merupakan salah seorang ulama nusantara yang mendunia. Ia merupakan murid dari wali quthb Syekh Muhammad bin Abdul Karim As-Samman Al-Madani atau yang dikenal dengan Syekh Samman. Dalam kitab Sairus Salikin, nama Syekh Samman sering disebut oleh Syekh Abdussomad, di samping nama guru-gurunya yang lain. Di antara temen seperguruannya saat di Haramain adalah Syekh Abdurrahman Al-Mishri Al-Batawi, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, dan Syekh Abdul Wahab Bugis.

Penulis An-Nafasul Yamani menyebut Syekh Abdussomad Palembang dengan ungkapan, “Syaikhuna al-Allamah al-Wali al-Fahhamah at-Taqi Wajihul Islam Syekh Abdussomad bin Abdurrahman al-Jawi rahimahullah”, guru kami seorang yang sangat alim, seorang wali yang memiliki pemahaman yang kokoh, orang yang bertakwa yang orientasinya untuk Islam, dialah Syekh Abdussomad putra Abdurrahman asal Jawa (Nusantara) semoga Allah merahmatinya.

Syekh Abdussomad tiba di Kota Zabid pada tahun 1206 H. Ia adalah ulama yang mengamalkan ilmunya, dan mempelajari berbagai disiplin ilmu. Belajar kepada banyak ulama di Haramain, antara lain Syekh Al-Allamah Ibrahim ar-Rais, Syekh Al-Allamah Muhammad Mirdad, Syekh Al-Allamah Atha al-Mishri, Syekh Al-Allamah Muhammad Al-Jauhari, Syekh Al-Allamah Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi, dan lainnya.

Ia menekuni dunia tasawuf dan sangat mendalam kitab Ihya Ulumiddin Imam Ghazali. Ia belajar dan mengajarkan kitab tersebut, dan mengajak agar orang mempelajari kitab ini. Syekh Abdussomad agungkan kitab ini dan menyebutkan keutamaan-keutamaannya. Ia mewasiatkan agar para pelajar dan ulama menelaah kitab ini.

Sayyid Abdurrahman menceritakan, ada seorang lelaki yang membaca kitab Tanbihul Ahya ‘ala Agholith al-Ihya’ (Peringatan untuk orang yang hidup atas kerancuan kitab Ihya). Tatkala lelaki ini selesai membaca kitab itu, penglihatannya hilang. Ia menangis mengadu kepada Allah SWT. Kemudian lelaki ini sadar apa penyebab penglihatannya hilang. Ia lalu bertaubat, dan Allah kembalikan penglihatannya. Berkata Syekh Husain bin Abdullah Bafadhal al-Hadrami (w. 989): kitab Ihya Ulumiddin mengobati racun lalai dan menyadarkan ulama zhahir serta memantapkan keilmuan ulama rasikh (berilmu tinggi).

Tatkala Syekh Abdussomad tiba di Kota Zabid, beliau memberikan motivasi membaca kitab Ihya Ulumiddin, dan Sayyid Abdurrahman bin Sulaiman Al-Ahdal (Mufti Zabid) yang saat itu berusia 27 tahun juga membaca kitab tersebut, pada setiap awal dari 4 jilidnya, Alhamdulillah.

Mufti Zabid ini kemudian meminta ijazah kitab tersebut beserta sanad-sanad keilmuan lainnya, baik riwayah maupun dirawah. Maka Syekh Abdussomad memberikan ijazah dengan ijazah khusus dan dituliskan dengan panjang.

Di antara karakter Syekh Abdussomad adalah bilamana bertemu dengan seorang penuntut ilmu, ia akan bertanya detil tentang kabarnya. Bila orang yang ia temui adalah orang baik, maka ia akan berbicara panjang lebar, memuji, kemudian menjelaskan banyak hal seputar hukum, adab-adab, dan lainnya.

Tatkala Sayyid Abdurrahman menemui Syekh Abdussomad Palembang, Syekh Abdussomad mengingatkan tentang adab-adab berfatwa, dan seorang mufti tidak hanya menunggu jawaban datang baru berfatwa, tapi lebih dari itu, seorang mufti harus peka terhadap lingkungan sekitarnya, kemudian memberikan solusi atas problem yang ada, utamanya untuk persoalan dan maslahat keagamaan.

Syekh Abdussomad merupakan ulama yang tidak cinta dunia. Ia seorang dermawan, rela berkorban dan berjuang dengan segenap kemampuannya, hingga membuat takjub banyak orang. Suatu ketika ada sejumlah murid datang kepadanya meminta kenang-kenangan kitab, maka Syekh Abdussomad mempersilahkan kepada murid-murid tersebut untuk mengambil sesuka hati dari lemari kitabnya, maka para murid pun mengambil banyak kitab dari lemari itu, padahal buku-buku tersebut merupakan kitab-kitab berharga yang didapat dari tetesan keringat Syekh Abdussomad.

Sayyid Abdurrahman bin Sulaiman Al-Ahdal melanjutkan ceritanya, Syekh Abdussomad Palembang pernah mengambil tarekat zikir dari gurunya seorang wali besar Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Madani. Syekh Abdussomad banyak mulazamah dengan Syekh Samman ini. Ia berbai’at tarekat kepada Syekh Samman, dan Syekh Samman mengambilnya dari ulama terkenal Syekh Musthafa Bakri. Syekh Samman dan Syekh Al-Hafnawi berguru kepada Syekh Musthafa Bakri. Tarekat keduanya mengajarkan zikir secara jahr dan berkumpul.

Berzikir nyaring bukanlah sesuatu yang dilarang juga bukan makruh, sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang. Banyak ulama yang menulis tentang zikir dengan jahr (nyaring), di antaranya adalah Imam Suyuthi dengan judul Nayijatul Fikri fil Jahri bidz Dzikri, Syekh Al-Allamah al-Kattani, Syekh Mula Ibrahim al-Kurani dengan judul Nasyruz Zahr fil Jahri bidz Dzikri, dll. Bahkan juga ada riwayatnya dalam Shahih Bukhari dan Muslim.

Di antara guru Syekh Samman selain Syekh Musthafa Bakri adalah Syekh Muhammad ad-Daqqaq, Sayyid ‘Ali Al-‘Ath-thar, Syekh ‘Ali Al-Kurdi, Syekh Abdul Wahab ath-Thantawi, Syekh Sa’id bin Hilal al-Makki, yang sanad keilmuan mereka bersambung kepada Syekh Ahmad bin Muhammad an-Nakhli dan Syekh Abdullah bin Salim al-Bashri.

Demikian, kisah yang pernah ditulis oleh Mufti Zabid Sayyid Abdurrahman bin Sulaiman Al-Ahdal tentang Syekh Abdussomad Palembang dalam kitabnya An-Nafasul Yamani.

Katalog Buku Alif.ID

https://alif.id/read/nur-hidayatullah/jejak-syekh-abdussomad-al-falimbani-di-negeri-yaman-b248657p/