Keagungan Bulan Ramadan Dalam Kitab Asrar Al-Muhibbin Fi Ramadhan (2)

Ramadan merupakan salah satu media bulanan yang diturunkan oleh Allah sebagai bulan pengampunan, pembersihan hati, dan peningkatan amal kebaikan yang berlipat-lipat. Ramadan laksana ladang yang luasnya berhektar-hektar yang telah saatnya dipanen oleh sang empunya ladang. Hal senada digambarkan oleh Abu Bakar Al-Balkhi, beliau mengatakan: شَهْرُ رَجَبَ شَهْرُ الزَّرْعِ، وَشَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ سَقْيُ الزَّرْعِ، وَشَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرُ حَصَادُ الزَّرْعِ (Bulan Rajab adalah bulannya menanam, bulan Sya’ban adalah bulannya menyirami tanaman, dan bulan Ramadan adalah bulannya memanen hasil tanaman).

Sejenak kita kontemplasi, bulan Rajab dan Sya’ban telah berlalu terlebih bulan Ramadan kian mendekati di penghujung tombaknya, lantas apakah kita sudah tidak memiliki kesempatan untuk memanen amal sebanyak-banyaknya? Tentu kesempatan selalu terbuka hingga Ramadan berakhir, hanya waktu dan semangat kitalah yang menentukan berapa jumlah hasil panen yang akan diperoleh sampai Ramadan meninggalkan kita.

Salah satu langkah agar Ramadan tidak berlalu begitu saja adalah dengan mengetahui keagungan yang terdapat di dalamnya. Sebelumnya telah dijelaskan beberapa keagungan bulan Ramadan dalam kitab Asrar Al-Muhibbin Fi Ramadan (Rahasia Para Pecinta di Bulan Ramadan). Berikutnya masih banyak sekali segmen-segmen yang dapat diambil dari keagungan bulan Ramadan itu sendiri.

Pertama, pintu surga terbuka lebar dan pintu neraka tertutup rapat. Dari sini pernahkah kita meresapi makna tersebut, bahwasannya pintu surga terbuka bagi pencarinya dan pintu neraka tertutup. Kita tidak tahu bilamana kita tidak masuk surga padahal pintu-pintunya terbuka lebar, sementara kita tidak bisa masuk neraka sebab pintu-pintunya tertutup, lantas bagaimana kita akan memasukinya? Hal ini menggambarkan Ramadan begitu mulia sampai kesempatan masuk surga bagi pencarinya terbuka lebar.

Baca juga:  Sejarah Makna Kitab Gandul dalam Tradisi Pesantren

Kedua, di bulan Ramadan syaitan-syaitan dibelenggu, jin-jin jahat dikunci. Lalu kenapa masih ada orang yang sulit melakukan kebaikan padahal syaitan sedang diikat kencang? Syaitan memang tidak membisikan kepadanya dan jin-jin jahat tidak memeranginya, akan tetapi nafsulah yang mengantarkan keburukan menjadi penyebab dia melakukan keburukan. Sulthan an-Nafs inilah yang menemani seseorang dalam hal-hal keburukan. Ia harus mampu melawannya sebab bila nafsu sudah terbiasa ditahan ia akan jinak. Sebaliknya bila nafsu selalu dituruti ia akan semakin bertambah.

Hal inilah yang pernah diungkapkan oleh Imam Al-Bushiri dalam Qashidah Burdahnya:

فَلاَ تَرُمْ بِالْمَعَاصِيْ كَسْرَ شَهْوَتِهَا ۞ إِنّ الطَّعَامَ يُقَوِّيْ شَهْوَةَ النَّهِمِ

Janganlah berharap menghilangkan hawa nafsu dengan melakukan kemaksiatan. Sesungguhnya makanan itu menguatkan keinginan yang rakus.

وَالنّفْسُ كَالطّفِلِ إِنْ تُهْمِلْهُ شَبَّ عَلَى ۞ حُبِّ الرَّضَاعِ وَإِنْ تَفْطِمْهُ يَنْفَطِمِ

Nafsu ibarat anak kecil yang masih menyusui, apabila tidak dilatih (disapih) maka hingga dewasa pun akan tetap seperti anak kecil yang masih menyusui.

Ketiga, bulan Ramadan sebagai bulan merontokkannya dosa-dosa dan pembebasan dari api neraka. Nabi Saw: bersabda: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan berharap akan ganjaran, ia akan diampuni dosa yang terdahulu). (HR. Muttafaq ‘Alaih). Beliau bersabda juga: مَنْ قَامَ لَيْلَةَ اْلقَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (barangsiapa yang mendirikan lailatul-qadar dengan penuh keimanan dan berharap akan ganjaran, ia akan diampuni dosa yang terdahulu). (HR. Bukhari, no. 35 dan Muslim, no. 760)

Baca juga:  Secuil Kisah Keluarga Beda Generasi

Kesempatan memperoleh limpahan ampunan Allah hanya akan datang pada bulan mulia ini, dimana kita dapat membersihkan noda-noda yang melekat sebelumnya dan memulai lembaran baru dalam keadaan putih bersih. Betapa banyak kesempatan yang di dapat pada bulan penuh ampunan, bahkan betapa banyak pula kesempatan yang dapat dilakukan setiap malamnya demi menggapai mahligai ribuan pahala.

Keempat, Rasulullah Saw. bersabda: “sesungguhnya Allah memberikan kebebasan dari siksa neraka setiap pagi dan malam, bagi setiap hamba-Nya memiliki doa yang mustajab (terkabul)” (HR. Ahmad, 2/254). Hadis lainnya menerangkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “tiga orang yang doanya tidak tertolak” lalu beliau menjawab salah satunya yaitu “orang yang berpuasa sampai ia berbuka”. (HR. Ahmad, 2/304)

Siapa yang tidak menginginkan doa-doanya tembus ke langit dan diterima di sisi Allah pada saat ia sedang berpuasa, sudah barang tentu semua orang menginginkannya. Kenapa orang yang berpuasa doanya mustajab? Sebab sebelum berbuka puasa di sore hari, mereka sedang dalam kondisi payah, letih, sangat membutuhkan harapan, pada saat itulah Allah mengabulkan doanya orang-orang yang berpuasa. Maka berdoalah menjelang buka puasa dengan penuh harapan agar Allah mengabulkan doa-doa yang telah melangit.

Kelima, ibadah puasa dapat memberikan syafa’at bagi ahlinya kelak di hari kiamat. Sebagaimana Nabi Saw. bersabda:

Baca juga:  Mengenal Spesies “Homo Videns”

ﺍﻟﺼِّﻴَﺎﻡُ ﻭَﺍْﻟﻘُﺮْﺁﻥُ ﻳَﺸْﻔَﻌَﺎﻥِ ﻟِﻠْﻌَﺒْﺪِ ﻳَﻮْﻡَ ﺍْﻟﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ، ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﺍﻟﺼِّﻴَﺎﻡُ : ﺃَﻱ ﺭبّ، ﻣَﻨَﻌْﺘُﻪُ ﺍﻟﻄَّﻌَﺎﻡَ ﻭَﺍﻟﺸَّﻬَﻮَﺍﺕِ ﺑِﺎﻟﻨَّﻬَﺎﺭِ، ﻓَﺸَﻔَﻌَﻨِﻲْ ﻓِﻴْﻪِ، ﻭَﻳَﻘُﻮْﻝُ ﺍْﻟﻘُﺮْﺁﻥُ :اَي رَبّ ﻣَﻨَﻌْﺘُﻪُ ﺍﻟﻨَّﻮْﻡَ ﺑِﺎﻟَّﻠَﻴْﻞِ، ﻓَﺸَﻔَﻌَﻨِﻲْ ﻓِﻴْﻪِ، ﻓَﻴَﺸْﻔَﻌَﺎﻥِ‏

“Puasa dan Al-Qur’an akan memberi syafaat bagi hamba pada hari kiamat. Puasa berkata: “Wahai Rabb, ia telah menahan makan dan syahwatnya pada siang hari karena aku, izinkan aku memberi syafaat kepadanya. Al-Qur’an berkata: “Wahai Rabb, ia telah terjaga pada malam hari karena aku, izinkan aku memberi syafaat kepadanya, maka puasa dan Al-Qur’an memberi syafaat kepadanya.” (HR. Ahmad, 2/174)

Setiap orang menginginkan penolong yang mampu menolongnya kelak di hari kiamat, tatkala ia mendapatkan penolong yakni berupa syafa’at sungguh hal itu merupakan momentum yang sangat membahagiakan. Oleh sebab itu, kita harus senantiasa memelihara ibadah puasa terutama di bulan Ramadan, memperbanyak bacaan Al-Qur’an, dan mengikuti tuntunan Rasulullah, maka kelak kita akan dikumpulkan bersama orang-orang yang memperoleh syafa’at, sehingga kita termasuk orang-orang yang selamat atas anugerah Allah Swt.

Dari penjelasan di atas, tentu masih banyak sekali keagungan-keagungan di bulan Ramadan yang belum diuraikan sepenuhnya. Setidaknya dengan mengetahui agungnya bulan Ramadan, semoga sebelum bulan Ramadan berakhir kita mampu meningkatkan ibadah-ibadah di bulan Ramadan dengan penuh khidmat dan ta’dzim seraya merenungi limpahan rahmat Allah yang telah diberikan kepada umat Nabi Muhammad Saw. di bulan suci ini. Allhumma istajib da’wana.

*Disarikan dari kitab Asrar Al-Muhibbin fi Ramadan karya M. Husein Ya’qub.

https://alif.id/read/ifz/keagungan-bulan-ramadan-dalam-kitab-asrar-al-muhibbin-fi-ramadhan-2-b243144p/