Laduni.ID, Jakarta – Al ‘Allamah al ‘Arif Billah al Habib Ali bin Hasyim bin Yahya semasa mondok di Benda Kerep tidak pernah menunjukkan bahwa beliau adalah sayyid, putranya dan cucunya ulama besar. Beliau nyantri, khidmah, dan bergaul sebagaimana umumnya santri.
Waktu itu beliau di Benda Kerep nyantri kepada Mbah Kyai Muslim, Mbah Kyai Bunyamin Tugu Penggung, Mbah Kyai Abu Bakar, dan para sesepuh Benda Kerep lainnya. Sampai kemudian, ada bahtsul masail yang dihadiri para pembesar ulama Cirebon pada masa itu. Ada satu pertanyaan masalah yang membuat gusar para masyayikh karena belum ditemukan jawabannya dari kitab-kitab salaf.
Kyai Abu Bakar pun menyepi di gubuk beliau yang dikelilingi sawah dan kebun. Melihat gurunya sedang terlihat murung bersedih. Habib Ali bertanya, “Mohon maaf Mbah Kyai, ada apa gerangan yang membuat Mbah Kyai tampak murung bersedih?”
Mbah Kyai Abu Bakar pun menceritakan apa yang terjadi di forum bahtsul masail. Habib Ali tersenyum, “Oh ngapunten Mbah Kyai, jawabane niku insyaallah wonten kitab A halaman sekian. Kitabe wonten ten rak kitabe Mbah Kyai urutan sekian jejeran sareng kitab X.” (oh, mohon maaf Kyai, jawaban tersebut insyaallah ada di kitab A halaman sekian. Kitabnya ada di rak kitabnya Mbah Kyai, urutan sekian satu jajar dengan kitab X)
Kyai Abu Bakar pun bergegas pulang dan mencari kitab yang dimaksud. Ternyata memang ada persis tempatnya seperti yang ditunjukkan Habib Ali. Jawabannya pun memang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Akhirnya bahtsul masail tidak deadlock.
Kyai Abu Bakar lalu memanggil Habib Ali.
“Namamu siapa, nak?” tanya Mbah Kyai Abu Bakar.
“Saya Ali,” jawab Habib Ali.
“Bin?”
“Hasyim,”
“Bin?”
“Umar,”
“Asalmu mana?”
“Pekalongan, Mbah Kyai.”
“Lho sampean putra Habib Hasyim Pekalongan? Cucu Habib Umar Indramayu?”
Langsung tangan Habib Ali diraih oleh Kyai Abu Bakar dan dicium. Habib Ali menarik tangan beliau, “Lho wong dewek. Putrane guruku.” (lho, ternyata orang dekat, putranya guruku)
Keesokan harinya, Kyai Abu Bakar mencari Habib Ali. Tapi Habib Ali sudah tidak ada di pondok. Habib Ali lanjut nyantri ke Kyai Jamhuri atau Kyai Abdul Wahab Kendal, menghafalkan al Quran lalu meneruskan mendalami al Quran dengan nyantri di Sedan Rembang kepada Sayyid Syatho.
Wallahu a’lam
Editor: Daniel Simatupang
https://www.laduni.id/post/read/72854/kealiman-habib-ali-bin-hasyim-bin-yahya-saat-nyantri.html