Oleh Albertus Patty
Setelah minyak goreng sukses ‘dilangkakan’, kemungkinan besar kebutuhan pokok lainnya pun akan mengalami nasib yang sama. Kalau pun barangnya ada, harganya sangat mahal.
Harga gula, misalnya, sudah mulai naik dan akan terus naik. Yang kita khawatirkan, kebutuhan bahan makanan pokok lainnya pun akan mengalami trend kenaikan yang sama.
Bagi masyarakat kelas menengah ke atas kelangkaan bahan makanan pokok itu tidak mereka rasakan. Harga yang mahal pun tidak menjadi masalah. Mereka cukup punya dana untuk membeli minyak goreng atau bahan makanan pokok lainnya berapa pun harganya.
Bagi masyarakat menengah ke bawah, kelangkaan atau kenaikan harga akan menambah beban penderitaan mereka. Pedagang kecil dan buruh akan tertekan. Ujungnya berpotensi menimbulkan gejolak sosial yang mengerikan.
Pertanyaannya: mengapa persoalan seperti ini muncul? Pasti banyak penyebabnya. Untuk membahasnya, pagi ini, saya berbincang dengan Enggartiasto, mantan Menteri Perdagangan periode lalu.
Bang Enggar, begitulah saya memanggilnya, membagi pengalaman mengatur lalu lintas transaksi perdagangan. Hasilnya luar biasa! Saat beliau menjabat Menteri Perdagangan, harga bahan makanan pokok bisa tetap stabil, bahkan di saat memasuki hari raya keagamaan seperti Lebaran dan Natal. Tulisan ini merupakan ringkasan percakapan kami berdua.
Mengapa terjadi kelangkaan minyak goreng? Kemungkinan utama bukan karena adanya mafia yang menimbun minyak goreng. Kemungkinan besar penyebabnya justru dari pengusaha minyak goreng itu sendiri. Bisa saja karena mereka menghentikan produksinya. Efeknya, terjadilah kelangkaan. Bila benar itu terjadi, mengapa para pengusaha menghentikan produksi mereka?
Kelangkaan minyak goreng adalah cara para pengusaha minyak goreng memprotes pemerintah. Kemungkinan pemerintah menetapkan harga barang kebutuhan pokok tanpa melalui proses dialog dengan mereka. Menetapkan harga tanpa memahami kondisi lapangan yang dihadapi para pengusaha adalah blunder terbesar.
Penetapan harga sepihak dari pemerintah bisa merugikan para pengusaha. Bila hal ini benar terjadi, para pengusaha minyak goreng tidak dapat disalahkan. Kita pasti paham bahwa tidak ada pengusaha yang mau memproduksi dan menjual barang yang hasilnya merugikan diri sendiri. Ini bunuh diri!
Bila kebijakan sepihak pemerintah ini diterapkan pada bahan kebutuhan pokok lainnya, kemungkinan nasibnya akan sama. Barang kebutuhan pokok akan mengalami kelangkaan atau kalau pun ada harganya sangat mahal.
Bagaimana solusinya? Dibutuhkan dialog secepatnya antara pemerintah, terutama Menteri Perdagangan, dan para pengusaha. Dalam dialog itu kedua belah pihak memetakan persoalan yang ada sedetail-detailnya. Biaya produksi dan biaya transportasi diperhitungkan. Biaya siluman dihentikan. Mafia penimbun barang diawasi bersama. Setelah itu secara bersama menetapkan harga bahan kebutuhan pokok yang wajar. Artinya harga itu tidak merugikan pengusaha dan tidak memberatkan masyarakat.
Kesepakatan hasil dialog pemerintah dan pengusaha ini harus dihormati semua pihak dan segera diberlakukan
Partai-partai politik tidak perlu bersikap genit dengan menjual langsung minyak goreng. Ini tindakan pragmatis yang kurang cerdas dan sama sekali tidak kreatif. Tindakan seperti itu justru mengorbankan para pedagang kecil penjual minyak goreng. Seharusnya partai politik mendorong anggotanya yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengusahakan dialog pemerintah-pengusaha. Dialog ini harus segera dilakukan secepatnya karena rakyat sudah semakin tertekan dan menderita.
Bisa saja setelah dialog dan tercapai kesepakatan pemerintah dan pengusaha, masih ada pengusaha yang nakal. Itu biasa! Memang, moralitas tidak selalu hadir karena adanya kesadaran dan pertobatan manusia. Reinhold Niebuhr, dengan pendekatan realismenya, mengatakan sering moralitas itu hadir karena ia dipaksa hadir melalui pemberlakuan aturan yang jelas dan tegas. Artinya, harus ada konsekuensi tegas terhadap siapa pun, oknum penguasa dan pengusaha yang nakal yang melanggar kesepakatan dalam dialog yang demokratis itu. Dan harus juga ada tindakan tegas terhadap mafia bermental benalu yang memainkan harga bahan kebutuhan pokok.
Semoga percakapan kami ini memberi inspirasi bagi kebaikan semua.
Pecah Kopi, 11 Maret 2022