Pada dasarnya waktu yang lama merupakan salah satu syarat bagi seseorang yang ingin belajar dan mendalami ilmu. Terlebih ilmu yang ingin didalami adalah ilmu agama. Dalam bait kumpulan nazam ala la disebutkan bahwa ada enam hal yang harus diperhatikan para pelajar agar dapat mendapatkan ilmu yang bermanfaat: cerdas atau berakal, semangat belajar, sabar, memiliki biaya, bimbingan guru, dan waktu yang lama.
Namun, tidak semua orang memiliki kemampuan dan peluang atau bahkan keinginan yang sama untuk menekuni bidang ilmu tertentu. Misalnya, para santri yang belajar di pesantren sekalipun tidak seluruhnya ingin menjadi kyai. Tidak sedikit para santri yang kemudian berkiprah di tengah-tengah masyarakat sebagai pengusaha, teknokrat, anggota polisi-militer, dan profesi-profesi lainnya.
Oleh karena itu kerap kali muncul pertanyaan mengenai standar minimal waktu belajar di pesantren. Selain juga pertanyaan lanjutannya mengenai standar pengetahuan yang dapat diperolehnya dengan waktu yang misalnya paling minimal.
Secara umum pondok pesantren terbagi menjadi dua kategori: pesantren salaf (klasik) dan pesantren khalaf (modern). Pesantren salaf diasosiasikan kepada pondok pesantren yang mengajarkan ilmu-ilmu agama dengan sistem klasikal baik secara sorogan, bandongan, maupun hafalan. Sedangkan pesantren modern biasanya dilekatkan kepada sejumlah pesantren yang memiliki unit pendidikan berjenjang seperti Madrasah Ibtidaiyah atau sekolah dasar, tsanawiyah atau sekolah menengah pertama dan Aliyah atau sekolah tingkat atas dengan menggunakan standar kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah baik Kementerian Pendidikan maupun Kementerian Agama.
Jika dalam pendidikan pesantren klasik tidak memiliki ketentuan harus berapa lama karena ia tidak memiliki sistem penjenjangan, maka di pesantren modern menggunakan sistem kelas. Belakangan, sejumlah pesantren salaf juga pada dasarnya memiliki unit pendidikan yang disetarakan seperti muadalah dan pendidikan diniyah formal (PDF) yang menggunakan sistem kelas dan berjenjang.
Menilik hal di atas, sekurangnya para santri mengenyam pendidikan di pesantren sekurangnya tiga tahun. Pembelajaran dan tempaan dalam waktu yang sebenarnya relatif singkat tersebut dapat menjadi modal bagi mereka untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilannya di kemudian hari.
Aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
Standar minimal seorang santri belajar di pondok pesantren adalah santri dapat membaca Al-Quran dengan baik. Selain itu, mereka sekurangnya bisa memahami materi-materi dasar ilmu fikih, khususnya hal ihwal ibadah. Santri di pondok pesantren diajarkan kitab-kitab fikih standar yang diharapkan dapat melakukan ibadah sesuai dengan tuntunan syariat. Mulai dari persoalan kesucian, wudu, salat, dan ibadah-ibadah ritual harian lainnya. Pembelajaran fikih ibadah seperti ini bagian dari proses pengetahuan yang bersifat pengisian otak (kognitif) para santri.
Selain fikih, akhlak juga menjadi salah satu aspek yang paling ditekankan dalam pembelajaran di pondok pesantren. Aspek pembelajaran akhlak di pondok pesantren tidak hanya berdasarkan pada kitab-kitab yang diajarkan, melainkan juga melalui sikap dan perilaku yang dapat membentuk watak dan karakter santri yang rendah hati (tawaduk). Aspek pembelajaran ini bersifat afektif karena berkaitan dengan sikap dan nilai.
Sedangkan aspek psikomotorik berkaitan dengan proses pengembangan mental dan skill para santri. Aspek ini menjadi bagian penting dalam proses pembelajaran para santri terutama bagi mereka yang sedari awal memiliki cita-cita mempunyai keahlian tertentu di luar bidang keagamaan.
Ketiga aspek pembelajaran di atas diharapkan dapat memberikan modal dasar para santri untuk melanjutkan pendidikan atau berkiprah di masyarakat. Kemampuan-kemampuan dasar agama seperti membaca Al-Quran dengan baik, pengetahuan ritual ibadah, akhlak dan juga kemampuan mengembangkan keahlian dari bakat dan minat yang dimilikinya dapat mengantarkan mereka untuk mengembangkannya di kemudian hari.
https://alif.id/read/wag/kemampuan-dasar-yang-harus-dimiliki-santri-b247433p/