Oleh Prof. Dr. Nadirsyah Hosen, Rois Syuriyah PCI NU Australia dan New Zeland
RumaBaca.id – Poro Yai dan Bu Nyai serta tokoh dan senior lainnya, dalam rangka menjadikan Muktamar kita berkualitas, bermartabat dan bermanfaat (3B) kita perlu memikirkan kemandirian dana pelaksanaan Muktamar.
Waktu yang mepet, tentu membuat PBNU dan panitia muktamar kelabakan. Pada titik ini menjadi rawan intervensi pihak luar terhadap Muktamar.
Selain dana dari APBD Pemda Lampung, saya kira perlu digalakkan kembali koin Muktamar NU dalam 80 hari menuju hari H Muktamar (23-25 Desember 2021).
Sekaligus mengingatkan kembali dana dari koin Muktamar tahun 2019-2020 lalu yang pernah disumbangkan Nahdliyin agar pengelolaannya tetap amanah dan bisa dipakai untuk pelaksanaan Muktamar. Kita perlu menggalakkannya kembali.
Kita tidak perlu meminta dana ke penguasa dan pengusaha. Kemandirian menjadi penting. Gotong royong menggalang dana Nahdliyin menjadi krusial sekaligus membuktikan kekompakan kita bersama.
Kedua, kita juga perlu waspada dengan politik uang. Setiap utusan resmi ke arena Muktamar harus membiayai sendiri atau dibiayai oleh koin umat setempat membeli tiket ke Lampung. Harus ada tanda tangan di atas materai untuk menjaga komitmen para utusan.
Utusan ke Muktamar tidak boleh dibiayai oleh kandidat. Bahkan kalau perlu, setiap kandidat wajib mendeklarasikan dan melaporkan semua sumbangan yang diterima dan pengeluarannya kepada Muktamarin sebelum dipilih. Ini terasa pahit dan berlebihan, tetapi inilah salah satu cara menjaga akuntabilitas Muktamar. Ada cara lain? Monggo didiskusikan bersama.
Dengan cara ini semoga kemandirian kita tetap terjaga, dan kita bisa memfilter campur tangan pihak luar, dan pada saat yang sama menjaga kekompakan Nahdliyin dan rasa memiliki serta mensterilkan Muktamar dari praktik politik uang yang selama ini bisik-bisik terdengar namun sulit dibuktikan. Mencegahnya tentu lebih baik.
Semua ini mudah untuk dituliskan, namun tentu membutuhkan komitmen bersama untuk menjalankannya, bukan? ??
Tabik,
Nadirsyah Hosen