Umumnya santri takut akan ditakzir, tapi beda dengan takziran Kiai Barok. Santri terkadang menyengaja melakukan pelanggaran agar ditakzir.
Kiai Barok (sebutan akrab KH Mubarok Hudhori) salah satu model pendidik yang ngangeni. Beliau memiliki metode dan pendekatan pembelajaran yang unik. Dari keunikan inilah namanya tentu selalu diingat oleh para murid.
Bayangan wajah Kiai asal Rembang tersebut juga masih jelas dalam ruang hati penulis. Teringat senyumnya yang khas, tawa yang renyah dan sapaan dengan suara parau. “Piye… piye… Piye kabare?”
Khudlori kecil lahir pada tanggal 9 April 1966 M. di Pamotan, Rembang, Jawa Tengah. Penulis belum memukan data pendidikan. Namun beliau pernah bercerita sekolah di Pendidikan Guru Agaman (PGA) jaman dulu lalu ke Langitan. Sekolah PGA pada masa itu masih menjadi seseatu yang prestisius.
Karena memiliki latar belakang pendidikan formal yang ‘lumayan’ kiai Barok bercerita di kelas sering di timbali Yai Faqih (KH Abdullah Faqih Langitan) untuk urusan ini dan itu. Bahkan sempat juga menjadi lurah (rais amm) Pondok Pesantren Langitan.
Saya pernah diajar oleh beliau saat mengeyam pendidikan di Madrasah Aliyah Al-Falahiyah (MAF) Langitan. Tapi yang perlu di ketahui, (MAF) adalah program takhassus yang beda dengan sekolah formal. Diktat yang dipakai bisa setara dengan diktat strata satu atau bahkan dalam beberapa kajian bisa diatasnya.
Oleh karena adanya diktat ‘kelas atas’, masyhur bahwa pengajar di MAF adalah para senior dan sesepuh yang tidak sedikit sudah memiliki lembaga di kediamannya masing-masing. Ibarat taman, MAF adalah bunga rampai alumnus-alumnus terbaik, termasuk Kiai Barok. Bahkan kita sebagai pelajar memiliki semacam adagium, “hadir saja di sekolah itu sudah barokah”.
Diantara bunga rampai itu, Kiai Barok termasuk bunga yang menyala karena memiliki metode yang unik. Sebelum mengajar, beliau pasti mengabsen satu per satu. Setiap siswa yang tidak hadir pasti ditanyakan alasannya. Ketua kelas yang tidak tahu persis alasannya pasti kena duko. Atau kalau tidak tepat alasannya pasti yang bersangkutan pada pertemuan depan akan diintrogasi. Misalnya sakit, pada pertemuan depan pasti ditanya sakit apa?Harus jelas dan detail.
Selain itu, dalam mengajar beliau sering memeriksa langsung satu per satu tulisan dan makna utawi iki-iku (baca: jawi-gandul) para murid. Jika ada baris yang kosong beliau akan tanya, iki kok kosong? (ini kok ndak ada maknanya)? Atau jika terjadi kesalahan tarkib, iki mubtadak ta khobar (ini posisinya menjadi subyek atau prediket)?
Itulah contoh keunikan metode Kiai Barok sehingga beliau jamak di kenang murid-murinya. Sikap ini yang membedakan dengan pengajar lain. Ibaratnya seperti bunga yang menyala diantara bunga rampai lainnya. Meski penulis tekannya bunga-bunga lain juga tetap menawan nan elok.
Diantaranya keunikan lain dari metode beliau adalah ketika siswa yang tidak lolos alasan introgasi absen ditakzir harus sowan ke ndalem beliau, Pondok Pesantren Al-Falah, Punggulrejo, Rengel, Tuban. Dari Pondok Langitan ke sana jika naik angkutan umum harus naik bis dulu lalu ngojek, perjalanan yang lumayan.
Saya sempat kena takzir sekali saat belajar fan manthiq (logika) dengan kitab Idhahul Al-Mubham karya Syaikh Ahmad Ad-Damanhuri (1192 H), syarah dari Nadzam As-Sullam Al-Munauraq karya Syaikh Abdurrahman al-Akhdhari (w. 983 H). Kajian berbasis nalar yang menerangkan kerangka dasar logika dan ilmu.
Setelah naik bis dan ngojek, sampailah di kediaman beliau. Penulis yang saat itu dag dig dug ternyata tidak dimarahi ato diintrogasi. Malah disambut dengan penuh kasih sayang. “Wis mangan?”
“Belum”
“Sana makan dulu” tandas beliau.
Menu yang dihidangkan saat itu sederhana namun rasanya yang tidak sesederhana itu. Penulis merasa berbuat salah namun malah dikasih makan. Ada perasaan yang berkecambuk. Tentu ketika mengingat masa-masa itu, buliran air mata akan selalu membuncah. Semoga kebaikan beliau dalam mendidik menjadi saksi kebaikannya.
Usai makan, baru ditemui. Dan masih tidak ada tatapan kebencian atau menghakimi. Beliau malah menanyai banyak hal tentang pribadi. Seolah-olah ingin mengenal lebih dalam. Setelah lama bercakap-cakap dan mau pamit baru ditanya, kenapa kemarin tidak masuk?Kemudian saya jawab dengan ini dan itu. Tanpa ada sangkalan lagi beliaupun melepas.
Inilah kenapa dikemudian hari penulis baru sadar bahwa karena keramahan beliau, akhirnya sebagian teman yang ingin curhat atau minta nasehat melakukan dengan tidak mengikuti kelas beliau agar di suruh ke ndalem. Setelah di sana akan banyak matur tentang masalah-masalah yang dihadapi. Dengan modal pemahaman yang kuat tentang agama-sosio-kutural masyarakat Kiai Barok mampu memberikan jawaban-jawaban yang melegakan dan solutif.
Sisi lain yang saya kenang adalah nasehat-nasehat simple yang penuh keberanian. Misalnya sering beliau mengucapkan. Jadi santri itu yang penting nurut sama kiai. Bismillah laksanakan.
Dahulu saat mau menikah beliau cuma modal nurut Kiai. Artinya tidak ada persiapan finansial yang matang. Tapi yang penting sabar dan yakin akan guru. “Al-Hamdulillah… sekarang juga punya rumah, tempat santri, kendaraan… ha…ha…ha…” kelakar beliau.
Ini mungkin simple tapi kuat menjadi dasar para murid untuk tidak khawatir menghadapi masa depan. Nasehat seperti ini yang sering disampaikan dalam kelas-kelas. Sehingga banyak murid yang menjadikan beliau sebagai guidance dalam mengarungi samudra kehidupan.
Pagi tadi, ketika alarm hp berdering sebelum Shubuh, ada banyak status wa dan pesan, Innalillahi wa Inna ilaihi rajiun. Telah wafat guru kita, KH Mubaroh Khudhori. Semoga kebaikan-kebaikan beliau dilipatgandakan dan diampuni segala kekhilafan. Al-Fatihah.
Rabu, 17 November 2021 M
Pilihan Redaksi
https://alif.id/read/mhsm/ketika-santri-kangen-ditakzir-kiai-barok-b240879p/