KH. Hasyim Asy’ari Pun Iri Pada Guru TPQ

Laduni.ID, Jakarta – “Aku ingin bertemu Kyai Salam,” kata pendiri Nahdlatul Ulama, KH. Hasyim Asy’ari. Dengan penuh takdzim, Kyai Nawawi pun mengantarkan ke salah seorang kyai kampung, sesuai yang dituju oleh KH. Hasyim Asy’ari.

Kiai Salam yang bernama lengkap KH. Abdussalam adalah ayahanda dari KH. Abdullah Salam dan kakek dari KH. Sahal Mahfudh.

Sesampai di kediaman Kyai Salam, didapati Kyai Salam sedang mengajar anak-anak kecil mengaji. Kyai Hasyim serta-merta menahan langkah, menyembunyikan diri dari pandangan Kyai Salam, dan menunggu.

Setelah anak-anak kecil itu menyelesaikan ngajinya, barulah Kyai Hasyim mengucap salam, yang lantas disambut dengan suka-cita luar biasa oleh Kyai Salam, dan beliau berdua berbincang untuk beberapa saat.

Setelah selesai berbincang-bincang, lalu Kyai Hasyim meninggalkan kediaman Kyai Salam. Kyai Hasyim kelihatan memikirkan sesuatu dan tertunduk sedih. Air mata beliau mulai mengambang.

“Ada apa Kyai?” tanya Kyai Nawawi keheranan.

Kyai Hasyim mengendalikan air matanya, menghela napas dalam-dalam dan berkata, “Aku punya cita-cita sudah sejak sangat lama, tapi sampai sekarang belum mampu melaksanakan. Kyai Salam malah sudah istiqomah. Aku iri.” Jawab KH. Hasyim Asy’ari.

“Cita-cita apa, Kiai?” tanya Kyai Nawawi.

“Ta’limush shibyaan,” (mengajar anak² kecil) jawab Kyai Hasyim.

Masyaallaah! Jadi teringat pengalaman seorang Alumni Santri Tambak Beras saat sowan ke KH. M. Jamaluddin Ahmad beberapa tahun berselang.

“Sekarang kegiatan sampean apa?” tanya Kyai Jamal kepada alumni santrinya saat sowan kepada beliau.

“Bisnis kiai, buka konter HP,” ungkap sang santri sambil menunduk.

Rumiyin kulo mulang TPQ, tapi naliko sampun buka konter, kulo prei mboten mulang dateng TPQ maleh,” lanjutnya. (Dulu saya ngajar TPQ, tapi semenjak saya buka usaha konter, saya sudah tidak datang mengajar lagi)

Kiai Jamal, diam sejenak. Dengan agak berat, beliau mengingatkan bahwa mengajar di TPQ adalah khidmat terbaik dalam hidup.

“Kamu mengajarkan anak TPQ bacaan Basmalah dan Al Fatihah, maka pahala yang kamu terima akan terus mengalir. Ketika santri TPQ yang kamu didik membaca Basmalah saat hendak makan, belajar dan kegiatan apapun, maka kamu juga akan memperoleh pahalanya. Belum lagi saat santri TPQ itu bisa membaca Al Fatihah dari shalat yang dikerjakan, berapa pahala yang kamu terima dari mengajarkan surat Al Fatihah tersebut? Hidup itu jangan hanya memburu gengsi, apalagi kalian adalah santri Tambak Beras,” kata beliau.

Menjadi ustadz dan ustadzah TPQ mungkin dianggap sebagai “profesi” yang tidak menjanjikan. Bahkan kalah mentereng dengan jabatan lain yang bergelimang uang maupun prestise.

Tapi sekelas KH. Hasyim Asy’ari saja demikian iri kepada para guru TPQ. Beliau sesenggukan berlinang air mata lantaran belum mampu se-istiqomah Kiai Salam dan tentu saja para ustadz/Ustadzah TPQ.

مـاشــاءاللـــــه لاقـــــوةالابااللــــــــه

رَبِّ فَانْفَعْنَا بِبَرْكَتِهِم … وَاهْدِنَا الْحُسْنَى بِحُرْمَتِهِم … وَأَمِتْـنَا فِي طَرِيْقَتِهِمْ … وَمُعَـافَاةٍ مِنَ الْفِتَنِ.

ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺻﻞ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﺍﺟﻤﻌﻴن

Oleh: Amin Hasan

https://www.laduni.id/post/read/72235/kh-hasyim-asyari-pun-iri-pada-guru-tpq.html