Khutbah Jumat: Membangun Keluarga Ideal Sebagai Pilar Kokoh Bangsa

KHUTBAH I

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى أَمَرَنَا باِلْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ, أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِى بَصَرَنَا مِنَ الْعَمَى وَهَدَانَا مِنَ الضَّلَالِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اِبْنِ عَبْدِاللهِ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ،

فَيَاعِبَادَالله أُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ وَافْعَلُوا الْخَيْرَاتِ وَاجْتَنِبُوا السَّيِّئَاتِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.

قَالَ الله تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيم

أَعُوْذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بسم الله الرحمن الرحيم، يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

 

Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah,

Mari kita haturkan ungkapan syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT, yang telah memberi nikmat dan anugerah yang tak terhingga banyaknya. Mari ungkapan itu kita upayakan melalui penguatan takwa kita, dengan cara melihat dan mencermati apa yang kita lakukan.

Apabila yang kita lakukan telah sesuai dengan perintah Allah dan tuntunan Rasulullah SAW, maka segera laksanakan rencana tersebut. Sedang apabila yang akan kita lakukan ternyata bertentangan dengan petunjuk keduanya, maka segeralah ditinggalkan dan dibatalkan demi kebaikan kita.

Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah,

Keluarga adalah komunitas terkecil dan miniatur bangsa. Wujud bangsa sesungguhnya adalah ibarat perkumpulan keluarga-keluarga. Dan dengan demikian, maka tidak berlebihan bila dikatakan bahwa keluarga adalah pondasi bangsa. Bila kondisi keluarga-keluarga itu rukun, tenang dan tentram, maka demikian pula adanya, dengan kondisi bangsa. Sebaliknya bila kondisinya tidak terpuruk, alias keluarga-keluarga dalam keadaan kacau, ruwet dan amburadul, maka dapat dipastikan, keadaan bangsa juga sedang bermasalah.

Keluarga ideal sesungguhnya adalah keluarga yang adem-ayem, harmonis dan dipenuhi kebahagiaan. Adem-ayem karena didasari oleh cinta dan kasih sayang. Harmonis karena hubungan antara suami-istri, orang tua-anak terjalin erat dan saling mengisi. Bahagia karena harapan-harapan dari seluruh anggota keluarga dapat terpenuhi dan tercukupi. Saling mendukung, saling menjaga, dan saling menguatkan.

Lalu pertanyaannya adalah bagaimana konsep tepat dalam membina keluarga kita agar menjadi keluarga ideal, yang pada gilirannya dapat menjadikan bangsa kita kokoh dan kuat?

Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah,

Dalam konteks tersebut, tiada cara lain yang paling tepat untuk mewujudkan keluarga ideal kecuali dengan tiga hal berikut ini:

Pertama, membekali pendidikan agama yang cukup. Minimal anak diajari membaca Al-Qur’an, dan diberi pengetahuan tentang fardhu ‘ain, atau kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi selaku orang Muslim. Hal ini, tidak lain adalah kewajiban orang tua. Bila tidak mampu, maka sepatutnya orang tua menyerahkan pendidikan anak kepada guru atau ustadz atau kiyai yang mampu melakukannya.

Petunjuk ini sebagaimana perintah Al-Qur’an dalam Surat At-Tahrim ayat 6. Allah SWT berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…”

Tentu tidak cukup sekedar anak diberi tahu, tetapi orang tua wajib terus merawat, mengingatkan dan mengawasi kebenaran akidah, pengamalan ibadah dan adab atau etika keseharian anak tersebut.

Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah,

Yang kedua, hendaknya orang tua menjadi panutan atau role model bagi anak, baik dalam perilaku keseharian, pengamalan ajaran keagamaan, maupun kehidupan sosial kemasyarakatan. 

Dalam mewujudkan keluarga yang ideal sebagai pilar kokoh bangsa, role model orang tua yang baik bagi anak itu tidak bisa dinafikan. Sebab, hal ini sangat penting sekali.

Bila orang tua menyuruh anak jamaah ke masjid, maka tentu perlu teladan orang tua yang juga berangkat ke masjid. Demikian pula, seorang bapak yang melarang anaknya merokok, tentu harus menjadi teladan seorang bapak yang juga tidak merokok. Demikian seterusnya.

Ibnur Rumi dalam sebuah syair ciptaannya berdendang:

وَمِنْ قِلَّةِ الْإِنْصَافِ أَنَّكَ تَبْتَغِيْ اَلْ * مُهَذَّبَالِدُنْيَا وَلَسْتَ الْمُهَذَّبَ

Artinya, “Antara hal yang aneh adalah Anda menginginkan anak yang terdidik dalam kehidupannya di dunia, sementara Anda sendiri tidak terdidik”.

Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah,

Yang ketiga, setiap orang tua harus senantiasa mendoakan anaknya agar diberi kemudahan, kelancaran dan kesuksesan dalam segala usaha, dan kebaikan dalam perilaku dan pergaulannya. 

Terlebih jika doa-doa itu disertai dengan laku “tirakat” seperti orang Jawa, atau riyadhoh dalam istilah pesantren, yang maksudnya adalah melakukan ritual tertentu sesuai anjuran agama dalam berbagai hal untuk mengolah rasa dan jiwa. Dan semua itu dilakukan untuk menggapai sesuatu dengan jalan mendekatkan diri kepada Allah SWT. 

Riyadhoh atau tirakat yang dimaksud tersebut adalah seperti melakukan puasa Senin-Kamis, shalat malam, membaca Al-Qur’an, dan lain-lain, yang dijadikan sebagai wasilah atau perantara yang kebaikannya dihadiahkan kepada sang anak.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 35:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah (jalan untuk mendekatkan diri) kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung.”

Upaya-upaya tersebut bila dilakukan oleh orang tua, tentu akan menjadikan hubungan batin yang dekat dan erat antara anak dan orang tua. Kadang orang tua sudah berusaha mendidik sedemikian rupa, tetap saja anak susah mengerti, tak acuh dan bahkan ngeyel. Jika menghadapi hal seperti ini, maka sepatutnya orang tua senantiasa mengadukan kepada Allah yang menciptakannya, dengan harapan Allah akan memberi keputusan yang terbaik pada anak tersebut. 

Ibaratnya, jika kita melihat kearifan lokal orang Jawa, ada keris atau tombak yang merupakan benda mati saja, sebab dimintakan “ampuh atau sakti” oleh sang empu pembuatnya kepada Allah Ta’ala, bila diperintah untuk “berdiri”, maka keris itu akan bisa berdiri sendiri.

Bukan sebab ada khadam atau penunggunya, tapi karena kuasa yang diberikan Allah hasil dari riyadhoh atau tirakat empu pembuatnya.

Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah,

Kiranya demikian halnya bila kita meminta kepada Allah apa saja yang kita minta, termasuk agar anak-anak kita diberi kecerdasan, ketaatan, kesuksesan dan lain-lainnya yang dengan riyadhah itu, ketika kita minta agar anak “berdiri, atau ngaji, atau jama’ah”, dia akan segera melaksanakan apa yang diperintahkan, di samping karena sadar bahwa yang memerintah adalah orang tuanya, juga karena dia merasa didorong oleh “taufiq” yang dianugerahkan Allah SWT, yang mungkin tidak disadarinya.

Dengan tiga hal tersebut di atas, kiranya kita boleh berharap, keluarga-keluarga kita akan diberikan ketentraman, keharmonisan dan kebahagiaan. Senantiasa berikhtiar dan berdoa kepada Allah SWT agar terbangunlah keluarga ideal yang menjadi pilar kokoh bangsa ini. Dan pada gilirannya, bangsa kita akan menjadi bangsa yang kuat dan selamat, negeri yang aman dan diberkahi dengan berlimpah rezekinya.

بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ

“Sebuah negeri yang baik yang penuh ampunan Allah”

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Demikian khutbah ini disampaikan, semoga dapat dipahami dengan baik. Dan semoga kita senantiasa dimudahkan oleh Allah Ta’ala dalam melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Amin.

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

KHUTBAH II

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ

فيَآايُّهاالنّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُورِ الْجُمُعَةِ والْجَمَاعَةِ. وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ  فِيه بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلائكةِ قُدْسِهِ. فَقالَ تَعَالَى ولَمْ يَزَلْ قائِلاً عَلِيمًا: إِنَّ اللهَ وَملائكتَهُ يُصَلُّونَ على النَّبِيِّ يَآ أَيّها الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا اللَّهمَّ صَلِّ وسَلِّمْ على سيِّدِنا محمَّدٍ وعلى آلِ سيِدِنَا محمَّدٍ  كَما صَلَّيْتَ على سيِّدِنا إِبراهِيمَ وعلى آلِ سيِّدِنَا إِبراهِيمَ في الْعالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرّاشِدِينَ الَّذينَ قَضَوْا بِالْحَقِّ وَكانُوا بِهِ يَعْدِلُونَ أَبي بَكْرٍ وعُمرَ وعُثْمانَ وعلِيٍّ وَعَنِ السَتَّةِ الْمُتَمِّمِينَ لِلْعَشْرَةِ الْكِرامِ وعَنْ سائِرِ أَصْحابِ نَبِيِّكَ أَجْمَعينَ وَعَنِ التَّابِعِينَ وتَابِعِي التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسانٍ إِلَى يَومِ الدِّينِ. اللَّهمَّ لا تَجْعَلْ لِأَحَدٍ مِنْهُمْ فِي عُنُقِنَا ظَلَامَةً ونَجِّنَا بِحُبِّهِمْ مِنْ أَهْوَالِ يَومِ الْقِيامَةِ.

 اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ والمُسْلِمِيْنَ وأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ والمُشْركِينَ، ودَمِّرْ أَعْداءَ الدِّينِ، اَللَّهمَّ آمِنَّا فِي دُوْرِنَا وأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلَايَتَنا فِيمَنْ خافَكَ وَاتَّقَاكَ، اللَّهمَّ آمِنَّا فِي دُوْرِنَا وأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلَايَتَنا فِيمَنْ خافَكَ وَاتَّقَاكَ.

اللَّهمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْياءِ مِنْهُمْ والْأَمْواتِ بِرَحْمَتِكَ يَا وَاهِبَ الْعَطِيَّاتِ. اللَّهمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ والوَباءَ والزِّنا والزَّلَازِلَ وَالمِحَنَ وَسُوءَ الفِتَنِ ما ظَهَرَ مِنْها وما بَطَنَ عَنْ بَلَدِنا هَذا خاصَّةً وعَنْ سائِرِ بِلَادِ الْمُسلمينَ عامَّةً يا رَبَّ الْعَالَمِينَ.رَبَّنا آتِنا في الدّنيا حَسَنَةً وَفي الآخرة حَسَنَةً  وقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

***

عِبادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ والْإِحْسان وإِيتاءَ ذِي الْقُرْبَى  ويَنْهَى عَنِ الْفَحْشاءِ والْمُنْكَرِوَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ على نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Oleh KH. M. Hilmi Hasbullah, MA, Ph.D
(Anggota DPD RI, Katib Syuriyah PBNU, Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta)
___________

Editor: Hakim

https://www.laduni.id/post/read/517578/khutbah-jumat-membangun-keluarga-ideal-sebagai-pilar-kokoh-bangsa.html