Khutbah Jumat: Refleksi Ibadah Qurban di Bulan Dzulhijjah

KHUTBAH I

اَلْحَمْدُ ِللّٰهِ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إَلاَّ اللّٰه وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَفْضَلُ مَنْ صَلَّى وَنَحَرَ وَحَجَّ وَاعْتَمَرَ، وَوَقَفَ بِعَرَفَةَ وَاْلمَشْعَرِ. نَبِىٌّ مَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ عَلَى أَجْمَلَ مِنْهُ وَجْهًا وَلاَ اَنْوَارَ. وَلاَ أَرْفَعَ قَدْرًا مِنْهُ وَلاَ أَكْبَرَ. نَبِيٌّ خُصَّ  بِبِعْثَتِهِ إِلَى اْلأَسْوَدِ وَاْلأَحْمَرِ. نَبِىٌّ خَصَّهُ اللّٰه تَعَالَى بِالشَّفَاعَةِ الْعُظْمَى يَوْمَ اْلفَزَعِ اْلأَكْبَرِ. نَبِيٌ غَفَرَ اللّٰه لَهُ مَا تَقَدَّمَ وَمَا تَأَخَّرَ . الَلَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ أَذْهَبَ اللّٰه عَنْهُم الرِّجْسَ وَطَهَّرَ اللّٰه أَكْبَرُ (أَمَّا بَعْدُ)

فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللّٰه تَعَالَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ فَضِيْلٌ، وَعِيْدٌ جَلِيْلٌ. فَقَدْ وَرَدَ فِي الْخَبَرِ عَنْ سَيِّدِ اْلبَشَرِ صَلىَّ اللّٰه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَيِّنُوْا أَعْيَادَكُمْ بِالتَّكْبِيْرِ. إِنَّ اَحْسَنَ مَا تَلاَهُ التَّالُوْنَ كَلاَمُ مَنْ أَدَلَّ وَأَعَزَّ وَقَدَّمَ وَأَخَّرَ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. اِنَّا اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ. باَرَكَ اللّٰه لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَتَقَبَّلَ بِتِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. أُوْصِيْكُمْ عِبَادَ اللّٰه وَإِياَّيَ بِخُسْنِ الطَّاعَةِ واَلتَّقْوَى لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. وَأَسْتَغْفِرُ اللّٰه الْعَظِيْمَ لِي وَلَكُمْ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Pada kesempatan khutbah Jumat ini, setelah memuji kepada Allah SWT, bersholawat kepada Baginda Nabi Agung Muhammad SAW, keluarga, serta sahabatnya, saya mengajak kepada diri saya sendiri dan saudara-saudara sekalian, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Yakni dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, dalam kondisi apapun, saat sehat, sakit, kaya, miskin, bahagia, ataupun derita. Karena hanyalah orang-orang yang bertakwa yang memiliki kemuliaan di sisi-Nya.

Kekayaan itu tidak akan abadi, kemiskinan pun tidak akan selamanya. Bahagia dan derita, pun juga demikian adanya, datang silih berganti. Hanyalah amal sholeh dan ketakwaan seorang hamba yang dapat mengantarkannya meraih kebahagiaan yang abadi selamanya, hidup bahagia di surga kelak.

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Bulan ini merupakan bulan yang agung bagi kita semua. Bulan di mana umat Islam menunaikan ibadah haji di Baitullah dan berqurban. Seluruh umat Islam berkumpul untuk menjalani sunnah Nabi Ibrahim a.s, menyembelih qurban, serentak mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil, mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kita ingat sebuah peristiwa suci pada bulan ini, yakni Nabi Ibrahim a.s, mendapat perintah dari Allah SWT untuk menyembelih putra kesayangannya, Nabi Ismail a.s. Beliau melaksanakan perintah tersebut dengan sabar dan tabah walaupun harus menukar dengan nyawa anaknya. Demikian juga putranya, ia berkata; “Wahai ayah, laksanakanlah apa yang diperintahkan kepada engkau, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Patut kita jadikan i’tibar (tauladan), di mana seorang hamba Allah SWT mendapat perintah menyembelih putra kesayangannya, dihadapi dengan ketabahan dan kesabaran menjalaninya.

Akhirnya Allah SWT menggantinya dengan kambing gibas yang gemuk. Begitulah Allah memberi balasan bagi orang-orang yang taat. Kisah ini diabadikan dalam Surat As-Saffat ayat 102-105.

Allah SWT berfirman;

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ. فَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ. وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ. قَدْ صَدَّقْتَ الرُّءْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ.

Artinya:  “Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.” Ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) meletakkan pelipis anaknya di atas gundukan (untuk melaksanakan perintah Allah), Kami memanggil dia, “Wahai Ibrahim, sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.”

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Seabad kehidupan Nabi Ibrahim a.s penuh dengan perjuangan, jihad, perang melawan kebodohan dan kefanatikan kaumnya yang menyembah berhala. Sebagai seorang yang menyerukan tauhid, Nabi Ibrahim a.s melaksanakan tugas-tugas yang berat di dalam sistem sosial  yang carut marut.

Seabad lamanya Nabi Ibrahim a.s menanggung segala macam siksaan, ancaman  dan segala jenis teror. Namun ia  berhasil menanamkan kesadaran dan keimanan dalam diri umatnya.

Ada satu hal yang belum berhasil bagi Nabi Ibrahim a.s, yaitu hingga umur seabad ia belum dikaruniai anak. Sebagai manusia normal tentu ia ingin mempunyai anak, sedang istrinya mandul dan ia sendiri telah berusia seabad lebih.

Allah SWT Maha Mengetahui atas penderitaan Nabi Ibrahim a.s. Maka Allah SWT memberikan hadiah melalui seorang istri keduanya bernama Hajar, seorang putra bernama Ismail. Ismail bukan hanya seorang putra bagi ayahnya, lebih dari itu Ismail adalah buah hatinya yang sangat dicintainya, dan diharapkan kelak menjadi penerus perjuangan dakwahnya.

Di tengah-tengah kegembiraan Nabi Ibrahim a.s, tanpa diduga, Allah SWT menurunkan wahyu untuk menyembelih Ismail dengan tangannya sendiri. Betapa goncangnya jiwa Nabi Ibrahim a.s ketika menerima wahyu itu, sebagai hamba Allah yang paling patuh dan taat, gemetar dan goncang batinnya.

Nabi Ibrahim a.s mengalami konflik batin, menghadapi perintah Allah SWT tersebut. Siapakah yang lebih disayang, Allah atau Ismail? Inilah keputusan yang paling sulit diambil.

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Nabi Ibrahim a.s dihadapkan kepada dua pilihan, mengikuti perasaan hatinya dengan menyelamatkan Ismail yang paling disayang atau mentaati perintah Allah SWT dengan mengorbankan Ismail.

Ia harus memilih satu di antara keduanya, cinta atau kebenaran. Cinta merupakan tuntutan hidupnya dan kebenaran merupakan tuntutan agamanya. Sadar bahwa Allah SWT adalah Yang Maha Penguasa dan Pemilik segala-galanya di alam ini, dan yakin bahwa Allah Tuhan Yang Maha Bijaksana, tidak akan menyengsarakan hambanya, maka Nabi Ibrahim a.s memilih taat dan patuh terhadap perintah Allah SWT, siap menyembelih anaknya, Ismail.

Allah SWT berfirman:

وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَشَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

Artinya: “Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Demikianlah betapa berat pengorbanan Nabi Ibrahim a.s, dalam kondisi konflik batinnya dan pertempuran hebat tadi. Nabi Ibrahim a.s tampil sebagai pemenang, ia dengan rela mengorbankan yang sangat ia cintai, yaitu Ismail.

Meskipun setan al-khannas menggoda dengan membisikkan dan membuat was-was dalam hatinya, untuk tidak melaksanakan perintah Allah SWT tersebut, Nabi Ibrahim a.s berketetapan untuk  melaksanakan perintah Allah SWT.

Maka dipanggilah anaknya, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ فَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ ۙ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّءْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. As-Saffat: 102-105)

Ternyata putranya itu, yakni Ismail pun dengan tabah dan sabar memberikan patuh kepada ayahnya, dan siap pula menerima perintah Allah SWT. Demikian pula ibunya, Sayyidah Hajar, tabah dan sabar menerima perintah Allah SWT, dengan keyakinan bahwa Allah SWT tak akan menzalimi hamba-Nya.

Allah SWT memang Maha Bijaksana, perintah tersebut rupanya hanya untuk menguji keimanan dan keteguhan Nabi Ibrahim a.s, dan akhirnya diganti dengan seekor kambing gibas yang gemuk.

Peristiwa tersebut kini disyariatkan bagi kita sekalian baik dalam ibadah haji maupun  ibadah qurban.

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Allah Maha Besar telah memberikan sebuah pelajaran, dan pada hari yang mulia ini marilah kita ambil pelajaran dari kisah suci tersebut.

Pertama, bahwa Allahlah Tuhan Yang Maha Agung, Penguasa dan Pemilik alam ini. Sedangkan kita manusia adalah hamba Allah SWT, yang sangat kecil di hadapan-Nya. Karena itu, sudah selayaknya kita taat dan patuh kepada-Nnya, serta siap melaksanakan perintah Allah SWT, dan mampu mengorbankan kepentingan sendiri, meskipun itu yang kita cintai.

Allah SWT berfirman:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

Artinya: “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui.” (QS. Ali Imron: 92)

Dalam ayat di atas ditegaskan, bahwa seseorang belum mencapai tingkat pengabdian yang tinggi, hingga ia mampu menginfakkan sesuatu yang disenanginya.

Kedua, untuk menjadi orang yang patuh dan taat kepada Allah SWT, atau untuk  melaksanakan perintah Allah SWT, tentu banyak godaan dan gangguan, setan akan membisikkan dalam hati kita sehingga menjadi was-was dan ragu-ragu.

Di sinilah kita diuji, apakah kita bisa mengalahkan godaan setan, atau malah kita yang kalah dan tak mampu membebaskan diri dari godaan setan. Kalau kita kalah terus, maka bisa jadi kita malah akan menjadi kawan setan.

Bulan Dzulhijjah ini mengingatkan kita agar jangan sampai kita kalah terus, sebaliknya kita harus mampu menang sebagaimana Nabi Ibrahim a.s dan keluarganya.

Ketiga,  kita perlu terus berupaya untuk menjadikan keluarga kita sebagaimana keluarga Nabi Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim adalah ayah yang sangat patuh dan taat kepada Allah SWT, namun tidak otoriter. Diajaknya Nabi Ismail a.s berdialog terlebih dahulu, “Bagaimana pendapatmu, wahai anakku, terhadap perintah Allah ini?” Ternyata hasil didikan Nabi Ibrahim a.s yang luar biasa bisa membuat putranya, Ismail, memiliki keimanan yang tinggi. Demikian pula ibunya, walaupun dengan rasa berat, tetap mengikhlaskan Nabi Ibrahim a.s melaksanakan perintah Allah SWT. Keyakinan bahwa Allah SWT tidak akan menzalimi hamba-Nya inilah yang membuat dia rela dan patuh.

Karena Nabi Ibrahim a.s telah lulus dalam menghadapi ujian berat tersebut, maka Allah SWT akan memberikan apapun yang dia minta kepada-Nya. Nabi Ibrahim a.s hanya meminta tiga hal: Pertama, memohon agar negeri Makkah dijadikan negeri yang aman dan penduduknya melimpah rezekinya; kedua, Kakbah yang mereka bangun bersama Nabi Ismail a.s dikunjungi banyak orang agar mereka mau mengingat  peristiwa di zamannya; ketiga, agar anak cucunya dijadikan pemimpin bagi orang yang bertakwa. Tidak ada doa untuk kepentingan sendiri, semua untuk kepentingan umat  manusia.

Setiap Hari Raya Idul Adha, kita diingatkan akan peristiwa Nabi Ibrahim a.s ini, agar kita sadar bahwa kita adalah hamba Allah SWT yang harus selalu taat dan patuh, senang berqurban untuk kepentingan orang lain, bukan sebaliknya, mengorbankan kepentingan orang lain untuk kepentingan diri sendiri.

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Qurban dalam bahasa Arab artinya pendekatan diri, kita menjalankan perintah menyembelih hewan qurban tiada lain bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Nilai lebih dari bulan yang berbahagia ini kita bisa memperoleh ridho Allah SWT dengan menyisakan sebagian harta kita untuk membantu fakir miskin. Karena hikmah dari berbagai bentuk ibadah adalah peningkatan takwa, berusaha menjadi hamba yang mulia di sisi Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Hajj ayat 37:

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: “Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demi-kianlah Dia menundukkannya untuk-mu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Hajj: 37)

Nabi Muhammad SAW bersabda:

مَا مِنْ عَمَل ابْنِ آدَمَ يَوْمَ النَّخْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلىَ اللّٰهِ مِنْ إِرَاقَةِ دَمٍ. وَإِنَّهُ لَيَأْتِي بِقُرُوْنِهَا وَأَظْفَارِهَا وَأَشْعَارِهَا. وَأَنَّ الدَّمَ لَبَقَعُ مِنَ اللّٰهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ فِيْ الأَرْضِ فَطَيِّبُوْهَا نَفْسًا

Artinya: Tiada amal anak Adam pada hari Nahr (Idul Adha) yang lebih disenangi Allah melainkan mengalirkan darah (menyembelih hewan kurban). Dan sesungguhya ia akan datang (kelak di Hari Kiamat) dengan membawa tanduknya, kukunya, dan bulu-bulunya. Dan sesungguhnya darah kurban itu akan berada di sisi Allah sebelum jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berqurban. (HR. At-Tirmidzi)

Rasullullah SAW juga pernah bersabda kepada Sayyidah Fatimah:

قُوْمِي فَاشْهِدِي أُضْحِيَّتَكِ، فَإِنَّهُ يُغْفَرُ لَكِ بِأَوَّلِ قَطْرَةٍ مِنْ دَمِّهَا كُلُّ ذَنْبٍ

Artinya: “Bangunlah Fatimah dan saksikanlah qurbanmu, karena sesungguhnya seluruh dosamu akan di ampuni sejak awal menetesnya darah qurban.” (HR. Hakim)

وَاللّٰهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَقُولُ، وَبِقَوْلِهِ يَهْتَدِي الْمُهْتَدُوْنَ: وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهُ وَأَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ.

أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم : اِنَّا اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ.

جَعَلَنَا اللّٰهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلأَمِنِيْنَ الْفَائِزِيْنَ وَأَدْخَلَنَا وَإِيَّا كُمْ فِيْ زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّحِميْنَ

KHUTBAH II

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ،

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اَللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


Catatan: Khutbah Jumat ini diadaptasi dan dikembangkan dari buku Khutbah Nahdliyin yang disusun oleh NU Kota Kediri

___________

Editor: Hakim

https://www.laduni.id/post/read/517394/khutbah-jumat-refleksi-ibadah-qurban-di-bulan-dzulhijjah.html