Guna menjangkau syiar NU di wilayah Banyuwangi bagian selatan. Salah satu santri Hadratus Syaikh Kiai Hasyim Asy’ari yang bernama Kiai Achyat Irsyad dari Srono diutus untuk mendirikan NU Cabang Blambangan sebagai wujud pemekaran NU Cabang Banyuwangi. Namun siapa yang menyangka jika Kiai Achyat yang menjabat sebagai Ketua Tanfidziyah NU Cabang Blambangan ini memiliki sebuah karya tulis berupa nadzam syi’iran metode penulisan huruf pegon.
Sebuah kitab berjudul “Nadzam Jawa” yang ditulis kembali oleh Kiai Nuruddin Qosim, pengasuh Pondok Pesantren Tsamrotur Roudhoh Tegalsari Banyuwangi ini memuat beberapa bait nadzoman metode penulisan huruf pegon yang beliau riwayatkan dari gurunya Kiai Achyat Irsyad.
Dalam muqoddimah kitab yang penulis temukan di deretan koleksi kitab pribadi milik Almagfurllah Kiai Umaruddin Majid, Pendiri Unit II Pondok Pesantren Mambaul Huda Krasak, Tegalsari. Kiai Nuruddin Qosim menuturkan bahwa penulisan kembali karya gurunya, Kiai Achyat tersebut dilatarbelakangi oleh mayoritas santri di Pesantren Tsamrotur Roudhoh Tegalsari, Banyuwangi yang tidak mengetahui metode penulisan huruf Pegon (Arab – Jawa) dengan baik dan benar. Malah beberapa dari mereka tulisannya sulit untuk dibaca dan dipahami, maka untuk membantu santri di tingkat pemula tersebut, Kiai Nuruddin Qosim menulis ulang syair nadzoman yang dahulu pernah diajarkan oleh gurunya, KH. Achyat Irsyad. Tidak ada kolofon yang dapat penulis temukan di awal dan akhir kitab terkait mulai kapan nadzam ini disusun dan mulai kapan nadzam ini selesai disusun. Adapun isi dari kitab nadzam yang memiliki 8 halaman ini terbagi menjadi 7 bab.
Bab pertama yang terdiri dari 4 bait nadzam membahas tentang tata cara menyambung huruf alif, kemudian di bab kedua yang terdiri dari 6 bait nadzam membahas tentang kedudukan huruf ya’ di akhir kalimat yang dibaca kasrah, lalu di bab ketiga yang terdiri dari 4 bait nadzam membahas tentang kedudukan huruf wawu di akhir kalimat yang dibaca dhammah, menginjak bab keempat yang terdiri dari 4 bait nadzam membahas tentang huruf yang berkedudukan pepet atau huruf yang dibaca mati, pada bab selanjutnya yakni bab kelima yang terdiri dari 8 bait nadzam membahas tentang kalimat yang dibaca miring, kemudian di bab keenam yang terdiri dari 7 bait nadzam yang membahas tentang huruf fathah dan wawu ketika akan ditulis dalam sebuah kalimat, dan di bab terakhir yakni bab ketujuh yang terdiri dari 8 bait nadzam memuat tentang huruf mim, nun, dan ain yang dibaca pepet atau mati pada awal sebuah kalimat.
Keseluruhan isi kitab tersebut hingga kini masih diajarkan kepada para santri tingkat pemula di Pondok Pesantren Tsamrotur Roudhoh Tegalsari, Banyuwangi dan Pondok Pesantren Mambaul Huda Unit II Krasak, Tegalsari, Banyuwangi. Dan metode penulisan huruf pegon berbentuk nadzam syi’iran ini kiranya dapat juga diaplikasikan di seluruh pesantren yang ada di Banyuwangi serta menjadi kurikulum wajib bagi santri pemula di seluruh penjuru Nusantara sebagai bentuk menjaga tranmisi keilmuan ulama lokal, mengingat KH. Achyat Irsyad merupakan tokoh ulama yang berpengaruh di kabupaten Banyuwangi khususnya di kalangan Nahdhiyyin. Wallahu a’lam.
Artikel Kiai Achyat Irsyad Banyuwangi, Penyusun Metode Penulisan Huruf Pegon ala Nadzam ini ditulis oleh Akmal Khafifudin dan pertama kali diterbitkan di Alif.ID