Bekasi, NU Online
Mengajar bukan sekadar profesi bagi Endah Priyati, Guru Sejarah di SMAN 12 Kota Bekasi. Lebih dari itu, mengajar adalah panggilan jiwa.
Dalam perjalanan 13 tahun menjadi pendidik, Endah telah membuktikan bahwa sejarah dapat menjadi alat untuk membangun karakter generasi muda yang kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab. Kepada NU Online, Endah membagikan kisahnya yang penuh inspirasi dan strategi inovatifnya menghadapi tantangan zaman.
Awal perjalanan dan cinta sejarah
Endah merupakan sarjana dan magister lulusan IKIP Jakarta (kini Universitas Negeri Jakarta). Meski di UNJ mengambil jurusan pendidikan sejarah tetapi cita-citanya menjadi guru sudah muncul sejak ia duduk di bangku SMA.
“Jurusan pendidikan sejarah tidak hanya menjelaskan wawasan kebangsaan, tetapi juga membentuk manusia bermental kuat. Bagi saya, sejarah adalah cermin untuk memahami masa kini dan membangun masa depan,” jelasnya kepada NU Online, Rabu (20/11/2024).
Endah mengawali karier sebagai guru muda dengan membawa motivasi berprestasi yang kuat. Namun, perjalanan panjang mengajar tidak selalu mulus. Salah satu hambatan terbesar yang ia hadapi adalah jarak. Setiap hari, Endah menempuh perjalanan 1,5 jam dari rumah ke sekolah.
“Saya harus berangkat pukul 5 pagi agar sampai sekolah tepat waktu,” tuturnya.
Tantangan mengajar Generasi Z
Sebagai Guru Sejarah, Endah juga menghadapi tantangan unik dari generasi yang ia ajar, yaitu Gen Z. “Mereka cenderung malas berliterasi dan masih egosentris,” katanya.
Menurut Endah, kesadaran untuk membaca, bernalar, dan memecahkan masalah masih perlu ditanamkan. Namun, ia percaya bahwa dengan pendekatan kreatif, tantangan ini dapat diatasi.
Salah satu inovasi Endah adalah menggunakan komik sebagai media belajar sejarah. “Saya memilih komik karena Gen Z lebih tertarik pada visual,” ungkapnya.
Dengan bantuan siswa, Endah menciptakan komik yang menggambarkan tokoh-tokoh sejarah seperti Ki Hajar Dewantara. Proses pembuatannya melibatkan diskusi, menggambar, dan menulis narasi, yang tidak hanya meningkatkan literasi tetapi juga kreativitas siswa.
Menghidupkan literasi di sekolah
Endah juga pernah menginisiasi berbagai program literasi di sekolah, yakni Gerakan Literasi Sekolah (Gelis) pada 2017-2018. Setiap pagi, setelah tadarus, siswa diajak mengikuti berbagai kegiatan literasi, mulai dari literasi sains hingga literasi finansial.
“Misalnya, untuk literasi sains, kami belajar tentang mitigasi bencana. Untuk literasi finansial, saya mengundang bank agar siswa belajar menabung,” kenangnya.
Menurut Endah, apresiasi adalah kunci membangun antusiasme siswa. Ia sering memberikan penghargaan berupa buku atau kesempatan tampil di museum bagi siswa yang berprestasi. “Kalau mereka diberi ruang untuk menunjukkan karya mereka, potensinya akan keluar,” jelasnya.
Menjadi guru inspiratif
Bagi Endah, menjadi guru bukan sekadar menyampaikan materi tetapi perlu mengakrabkan diri dengan siswa. “Guru inspiratif itu menyentuh ruang batin siswa, membuat mereka belajar atas kesadaran, bukan karena terpaksa,” katanya.
Hubungan Endah dengan siswa tidak hanya terjadi di kelas. Ia selalu melakukan komunikasi yang intens, bahkan lewat panggilan video, untuk memastikan siswa tetap merasa diperhatikan.
Endah juga dikenal sebagai guru berprestasi. Pada 2019, ia meraih juara 3 Guru Berprestasi Tingkat Kota Bekasi berkat karyanya dalam membuat film dokumenter tentang komik.
Pada 2020, ia dinobatkan sebagai salah satu dari 75 tokoh inspiratif dan berpengaruh di bidang sains dan pendidikan yang diberikan oleh Forum of Scientist Teenagers (FOSCA).
Harapan untuk pendidikan di Indonesia
Ketika ditanya tentang harapannya untuk pendidikan Indonesia, Endah menjawab tegas: “Pendidikan kita harus menghasilkan individu yang cerdas, mandiri, kreatif, dan bertanggung jawab terhadap lingkungannya.”
Ia juga menekankan pentingnya literasi lintas bidang, yakni literasi kesehatan dan literasi sosial agar siswa siap menghadapi tantangan global.
Endah percaya bahwa kreativitas adalah nilai mahal yang harus dimiliki setiap guru. Baginya, menjadi guru tidak cukup hanya bermodalkan rajin dan pintar, tapi juga harus kreatif dan inovatif.
“Pintar saja tidak cukup. Guru harus bisa menularkan semangat belajar kepada siswa,” katanya.
Dengan semangat yang ia miliki, Endah tidak hanya ingin menginspirasi siswa, tetapi juga bagi sesama pendidik agar terus berinovasi dalam menciptakan atmosfer belajar yang menyenangkan.
Di tengah tantangan dunia pendidikan, Endah Priyati adalah bukti nyata bahwa seorang guru bisa menjadi agen perubahan. Melalui sejarah, ia mengajarkan nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan kepada generasi muda.
“Jadilah guru kreatif yang menciptakan anak didik yang senang berbagi ilmu bermanfaat kepada siapa saja,” pesan Endah kepada semua guru se-Indonesia.
Belajar sejarah menyenangkan
NU Online juga berkesempatan menyaksikan langsung cara Endah mengajar di Kelas XI-3 SMAN 12 Kota Bekasi. Sebelum belajar dimulai, ia bersama anak didiknya bahu-membahu untuk mengubah tata letak meja dan kursi belajar. Saat itu, Endah mengajak siswa-siswinya agar tata letak meja dan kursi belajar di kelas dibentuk menjadi seperti huruf U.
Di kelas ini, Endah juga memasang banner. Ia mendesain sendiri banner yang berisi tentang perjalanan sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Kepada siswa-siswinya itu, Endah memberikan pemahaman tentang sejarah pergerakan di Indonesia. Ia juga menjelaskan tentang politik etis atau politik balas budi yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda.
Endah dengan sangat ceria juga menjelaskan tentang Trias van Deventer yakni tiga kebijakan politik yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda di Hindia Belanda untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pribumi.
Pertama, irigasi yakni membangun dan memperbaiki sistem irigasi dan bendungan untuk pertanian. Kedua, emigrasi yaitu dengan memberikan kesempatan kepada rakyat pribumi untuk melakukan migrasi. Ketiga, edukasi yaitu memperluas bidang pengajaran dan pendidikan.
“Politik etis tetap bernuansa penjajahan, dibungkus dengan balas budi. Tapi politik etis ini melahirkan nasionalisme,” kata Endah kepada anak didiknya yang memperhatikannya secara saksama.
Endah kemudian mengingatkan anak didiknya agar tak lupa mengerjakan tugas yang sudah diberikan, yakni membuat ensiklopedia dengan cara menempelkan foto pahlawan di buku tulis serta menuliskan kiprah dan peran pahlawan tersebut semasa hidupnya.
“Jadi harus ditulis manual dengan tulisan tangan agar tidak copy paste (salin tempel) dari internet. Tujuannya mendokumentasikan,” kata Endah.
Lebih menyenangkan lagi, Endah tiba-tiba mengajak anak didiknya untuk bermain kuis tebak tokoh. Ia sudah mempersiapkan foto-foto para pahlawan berukuran besar untuk ditunjukkan kepada siswa-siswinya dalam kuis tebak tokoh.
Pertama-tama, Endah mengangkat foto KH Hasyim Asy’ari. Seorang siswi bernama Agustina langsung unjuk jari dan menjelaskan kiprah Kiai Hasyim. Tak hanya itu, Agustina juga menjelaskan peran NU sejak pertama didirikan Kiai Hasyim.
Lalu ada Aida yang menjawab soal berikutnya. Ia menjelaskan peran RA Kartini yang memiliki peran emansipasi wanita atau kesetaraan gender.
Mendengar penjelasan Aida, Endah langsung melengkapinya. Ia bertanya, kenapa tokoh emansipasi wanita adalah RA Kartini? Padahal, ada banyak tokoh perjuangan perempuan sejak dulu.
“Jawabannya, karena Kartini menulis. Kalau ingin dikenang dalam sejarah, menulislah,” kata Endah. Lalu ada Anna yang membacakan sejumlah perjuangan RA Kartini.
Selanjutnya, Ananda menjelaskan peran Dr Soetomo. Lalu Raif yang menerangkan persn dr Cipto Mangunkusumo. Tentu saja, penjelasan lebih lengkap selalu diuraikan Endah usai anak didiknya menerangkan.
Kemudian ada Afizah yang menjelaskan kiprah dan peran H Samanhudi, Pendiri Sarekat Dagang Islam. Selanjutnya, Syarifah menerangkan kiprah KH Ahmad Dahlan sebagai Pendiri Muhammadiyah yang juga sahabat KH Hasyim Asy’ari.
Selanjutnya, Endah mengeluarkan komik yang terdapat gambar Ki Hadjar Dewantara. Ia memperkenalkan sosok ini sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Cerita di dalam komik ini dibacakan oleh Laila Radisty.
Aktivitas belajar mengajar berlangsung selama 40 menit. Setelah waktu selesai, Endah tak lupa mengucapkan terima kasih, begitu juga yang diucapkan anak didiknya.
Sebagai guru yang ingin mendekatkan diri secara personal dan emosional dengan siswa-siswinya, Endah tak lupa untuk mengajak mereka berswafoto dan membuat konten video untuk diunggah di media sosial, Tiktok. Pelajaran sejarah selesai setelah berlangsung interaktif dan menyenangkan.