Kisah Nyai Hj. Solichah A. Wahid Hasyim (1): Keberanian Menerima Amanah, Nasihat Sang Ibu untuk Umar Wahid

Laduni.ID, Jakarta – Nyai Hj. Solichah A. Wahid Hasyim (1922-1994) merupakan seorang muslimah Indonesia yang tangguh di zamannya. Beliau pernah menjabat sebagai Anggota Muslimat NU Gambir (1950), Ketua Muslimat NU Matraman (1954), Ketua Muslimat NU DKI Jaya (1956), hingga Ketua I Pimpinan Pusat Muslimat NU pada (1959). Istri dari KH. A. Wahid Hasyim ini juga merupakan salah satu perintis Yayasan Kesejahteraan Muslimat (YKM), yang mengelola berbagai fasilitas umum seperti rumah sakit, klinik, panti asuhan, rumah bersalin, dan layanan sosial lainnya.

Anak keempatnya, Umar Wahid, bercerita tentang pengalamannya ketika pada 1988 ditugaskan sebagai Direktur RSUD Koja, Jakarta Utara. Sebelumnya, Gus Umar menjabat sebagai Wakil Direktur RSUD Pasar Rebo, Jakarta Timur, dan juga dokter spesialis paru. Namun, tawaran jabatan baru tersebut tidak langsung ia sambut dengan antusias. Rasa keberatan muncul, dan ia sempat mempertimbangkan untuk meninggalkan Pemda DKI Jakarta dan kembali bergabung dengan Bagian Paru FKUI/RS Persahabatan, tempat ia bekerja sebelumnya.

Gus Umar bahkan telah melamar secara lisan kepada Kepala Bagian Paru FKUI/RS Persahabatan, yang menerima niatnya dengan antusias. Namun, istri beliau menyarankan agar Gus Umar terlebih dahulu berkonsultasi dengan ibunya, Nyai Hj. Solichah A. Wahid Hasyim. Percakapan dengan ibunya menjadi titik balik yang menentukan.

Ketika Gus Umar mengungkapkan dua alasan keberatannya, sang ibu menanggapinya dengan bijak dan tegas. Pertama, Gus Umar merasa tidak ingin menjadi direktur rumah sakit karena ia lebih memilih untuk fokus pada karier sebagai dokter spesialis. Namun, Nyai Hj. Solichah mengingatkan, “Sejak dulu, Ibu selalu menekankan bahwa anak-anak Ibu harus siap dan mampu menjadi pemimpin di bidang masing-masing. Tidak ada alasan bagi kamu untuk menolak jadi direktur rumah sakit.”

https://www.laduni.id/post/read/526267/kisah-nyai-hj-solichah-a-wahid-hasyim-1-keberanian-menerima-amanah-nasihat-sang-ibu-untuk-umar-wahid.html