Read Time:6 Minute, 50 Second
Oleh Evy Aldiyah, Guru IPA di SMP Negeri 202 Jakarta
Di tikungan jalan remang-remang, mobil yang kami tumpangi melaju pelan. Jalanan yang kami lalui tidak terlalu ramai. Malam ini aku pulang menumpang kendaraan teman, setelah usai mengikuti kegiatan penutupan diklat selama tiga hari. Langit telah berhenti mengguyurkan air sejak sore tadi, meninggalkan udara lembab dan basah. Mataku menampak kepingan-kepingan perak di bawah remangnya lampu, seperti bulu-bulu tipis yang melayang tersapu angin.
Kendaraan kami menepi di pelataran sebuah bakery terkenal untuk membeli oleh-oleh keluarga. Pada penerangan lampu tepi jalan di depan bakery mataku menampak lebih jelas lagi. Mereka berkerumun dalam jumlah yang cukup banyak. Di bawah cahaya lampu mereka beterbangan seperti menari ke sana ke mari. Mereka adalah laron. Mengapa ya, mereka sangat suka sekali dengan cahaya lampu terang?
Di bawah cahaya lampu itu kulihat banyak juga dari mereka yang berjatuhan, mereka merayap di tanah lembab, tanpa sayap. Mengapa juga mereka melepaskan sayapnya setelah asyik terbang? Menyaksikan kumpulan laron yang merayap di tanah lembab itu seketika membuatku mengangkat bahu. Aku merinding, geli, dan jijik. Buru-buru aku melangkah masuk ke dalam bakery menyusul langkah temanku.
Ingatan pertama yang menghampiriku kala melihat laron adalah saat pertama kali aku makan laron, pada masa liburanku berpuluh tahun silam. Aku berlibur dan menginap di rumah salah satu temanku di satu kota kecil di tepi sungai Serayu. Kala itu di awal musim penghujan, banyak sekali laron yang beterbangan masuk ke dalam rumah. Mereka sangat menyukai cahaya lampu. Temanku berteriak senang.
“Siap-siap bikin camilan nih”, dan itu membuatku bingung. Kupikir dia sedang bercanda. Selanjutnya aku menyaksikan ibu temanku itu meletakkan baskom berisi air tepat di bawah lampu. Sebanyak lampu yang menyala di rumah, sebanyak itu pula baskom berisi air diletakkan di bawahnya.
Pantulan cahaya lampu di air menarik perhatian laron-laron itu. Alhasil mereka terperangkap di dalam air. Rasanya amazing banget bisa mengelabui laron yang mudah terpikat cahaya. Kasihan juga sih melihat mereka mati mengambang di air dalam baskom.
Malam itu juga ibu temanku membuat telur dadar isi laron sebagai teman makan malam. Sebenarnya ngirit juga ya. Tak ada daging, laron pun jadi. Aku menikmati makan telur dadar laron. Zaman masih muda, apa pun dimakan lahap. Meski pada saat gigiku mengunyah laron terdengar suara krenyes-krenyes, bikin agak gimana gitu rasanya. Apalagi sempat terbayang penampakan laronnya semasa hidup yang merayap-rayap di tanah, wohohoo.
Paginya sebelum kami berangkat menuju kampung wisata, kami disuguhi sarapan pagi nasi goreng dengan rempeyek laron buatan ibu temanku itu. Rempeyeknya uwenak tenan. Tak lupa aku membungkus beberapa keping rempeyek untuk bekal camilan selama perjalanan. Menurut penduduk yang tinggal di kota itu, mereka terbiasa makan laron sebagai pemenuhan gizi. Bagaimana dengan pembaca yang budiman, adakah yang pernah makan laron?
Baiklah pembaca yang budiman, kali ini kita kepoin laron yuk. Mengapa mereka sangat menyukai cahaya lampu? Mengapa mereka muncul saat musim hujan? Mengapa mereka akhirnya melepaskan sayap? Yuuk.
Laron adalah fase di mana kasta rayap telah siap melakukan reproduksi untuk membangun koloni baru. Kemunculan laron tidak hanya sekadar mengganggu selama musim hujan. Banyaknya kerumunan laron merupakan tanda yang khas bahwa bangsa mereka sedang berinvestasi di sekitar tempat kita tinggal, yaitu untuk mempersiapkan membentuk koloni baru.
Kenal dengan rayap kan pembaca? Yang selama ini mereka dikenal dengan sifat perusaknya. Ada dua jenis rayap yang sering ditemukan di Indonesia yaitu rayap tanah (Coptotermes sp) dan rayap kayu kering (Cryptotermes sp).
Rayap tanah masuk melalui bawah tanah atau pondasi bangunan rumah. Sedangkan rayap kayu kering masuk melalui loteng rumah. Rayap kayu kering hanya membutuhkan sedikit kelembaban, tidak seperti rayap tanah. Semua jenis rayap hidup berkoloni. Mereka hidup di dalam tanah, di batang pohon besar, bahkan di dalam perumahan tempat tinggal warga, ditandai dengan rumah mereka yang bewarna coklat berbahan dasar tanah.
Dalam satu koloni rayap terdiri dari ratu, rayap pekerja, rayap prajurit, dan swarmer atau rayap reproduksi. Yang mendominasi koloni rayap adalah rayap pekerja. Rayap inilah yang aktif merusak atau memakan kayu bangunan atau pun buku, bahkan pakaian. Membangun sarang dan menyediakan makan bagi koloni juga tugas dari rayap pekerja. Saat musim hujan, ratu akan lebih banyak menelurkan rayap reproduksi atau swarmer. Swarmer inilah yang dipersiapkan sebagai calon ratu dan raja untuk membangun koloni baru dan kita kenal dengan nama laron.
Telur-telur rayap laron dipelihara oleh rayap pekerja yang mandul. Hingga mereka menetas dan menjadi dewasa, ditandai dengan tumbuhnya sayap dan siap berkembang biak. Rayap menyukai suhu antara 25o-28o C dan banyak dijumpai di seluruh wilayah Indonesia.
Pemicu laron keluar dari sarangnya karena perubahan suhu dalam koloni yang mulai menghangat. Di sisi lain rayap bersayap tersebut telah siap masa reproduksinya, mereka terbang untuk mencari pasangan. Keluar sarang dengan cara terbang bersamaan ini dikenal dengan istilah nuptial flight. Nuptial flight ini juga dilakukan oleh serangga malam lain, kunang-kunang contohnya.
Berbeda dengan kunang-kunang yang tidak menyukai cahaya lampu. Laron justru sangat tertarik dengan sumber cahaya karena laron dapat melihat dengan baik jika ada cahaya terang. Berbeda dengan rayap kasta pekerja yang buta, laron akan segera mencari sumber cahaya segera setelah ia keluar dari sarang koloni, karena mereka membutuhkan suhu hangat. Lalu mereka berkumpul untuk mencari pasangan sebelum fajar tiba.
Mungkin dengan cahaya terang laron dapat memilih dengan cermat siapa pasangannya. Itu menurut saya loh pembaca. Nah, para pembaca mungkin sering kan melihat laron berkerumun di bawah lampu jalan atau lampu teras rumah? Itu adalah saat mereka sedang mencari pasangan.
Lalu mengapa mereka melepaskan sayapnya? Bagi laron yang telah menemukan pasangan maka mereka akan melepaskan sayapnya, merayap di lantai atau tanah. Ini berarti mereka telah siap secara seksual untuk melakukan perkawinan. Jadi, sudah tahu juga kan pembaca, mengapa laron melepaskan sayapnya? Lalu mereka membuat lubang-lubang kecil di tanah basah, bersembunyi untuk beberapa waktu, meletakkan telur-telur untuk ditetaskan menjadi koloni rayap baru.
Namun proses itu tidak sepenuhnya berjalan dengan mulus. Kisah percintaan laron termasuk kisah tragis karena laron memiliki siklus hidup yang pendek. Jika mereka tidak menemukan pasangan hingga fajar menyingsing, mereka akan mati. Oh, so sad.
Hanya sebagian kecil laron yang dapat selamat hingga menyimpan telur-telurnya di dalam tanah. Banyak predator alam seperti cicak, tokek, burung nokturnal, yang siap memangsa mereka. Belum lagi karena obat pembasmi serangga yang disemprotkan, atau memerangkap laron dengan air dalam baskom, hiks..hiks.. Laron-laron yang tidak menemukan pasangan hidup inilah yang banyak kita temukan mati kaku di pagi hari, masih dengan sayapnya.
Dalam laman Pest Lockdown dijelaskan bahwa laron akan mati jika tidak menemukan pasangan hingga sinar matahari muncul. Dengan terpapar sinar matahari akan membuat laron kehilangan sebagian besar cairan tubuhnya lalu mengering dan kaku. Karena sejatinya laron membutuhkan suhu lembab untuk tetap dapat hidup di bawah tanah atau di dalam batang pohon.
Saya yakin semua tidak asing dengan hewan bernama rayap dan laron ini. Banyak yang membenci karena mereka sering merusak bangunan rumah, bahkan merusak isi lemari pakaian. Laron bukanlah serangga berbahaya ataupun beracun. Namun bila jumlahnya yang sangat banyak terkadang menjengkelkan juga ya.
Berikut tips untuk mengusir laron tanpa harus membunuhnya, yaitu: Pertama, cukup dengan menyemprotkan cairan cuka yang dicampur dengan perasan jeruk nipis, semprotkan pada tempat-tempat yang disinggahi laron atau tempat mereka berkumpul. Mereka akan segera pergi karena tidak menyukai bau cairan tersebut.
Kedua, menggantung cabai besar yang telah dibelah dalam jumlah banyak. Laron tidak menyukai bau menyengat cabai.
Ketiga, matikan lampu-lampu di dalam ruangan dan hanya nyalakan lampu di luar rumah. Tunggulah hingga beberapa lama hingga laron tidak lagi berada dalam ruangan. Biarkan mereka mati sendiri.
Keempat, tutup semua ventilasi rumah bila menjumpai satu atau dua laron dalam ruangan. Jangan beri kesempatan laron yang lain masuk.
Begitulah pembaca yang budiman. Laron yang kehilangan sayapnya bukan berarti ia kehilangan kekuatan. Tapi pertanda bahwa ia sedang menjalani fase kehidupan selanjutnya. Laron yang tidak menemukan pasangannya akan mati kaku pada pagi harinya. Namun kematiannya tidaklah sia-sia. Karena mereka begitu bahagia, pada sepanjang malam mereka terbang ke sana ke mari guna memperjuangkan cita-cita mulianya yaitu untuk membentuk koloni baru.
Selain itu, laron betina dapat menghasilkan telur sebanyak 30.000 butir dalam sehari. Jumlah yang sangat fantastis tersebut dibutuhkan untuk mengimbangi siklus hidup rayap, terutama laron yang hidupnya cukup tragis di alam. Ya, rupanya Allah telah mendesain lewat alam tentang siklus hidup rayap sedemikian rupa. Masya Allah.[]