Read Time:5 Minute, 29 Second
Oleh: Ahmad Rusdiana
Peringatan Hari Guru Sedunia atau World Teacher’s Day tahun 2022 serempak dilaksakan diseluruh negara pada tanggal 5 Oktober kemaren. Penetapan Hari Guru sedunia ini berdasarkan penandatanganan dokumen UNESCO Tahun 1994, terkait status guru di dunia. Dalam dokumen yang ditandatangani tersebut dijelaskan bahwa standar perekrutan, pelatihan guru di dunia, dan kondisi pekerjaan guru bisa diadvokasi. Peringatan Hari Guru Sedunia juga menjadi tolok ukur terkait hak, tanggung jawab, rekrutmen, dan kegiatan belajar mengajar.
Tema Peringatan Hari Guru Sedunia tahun 2022 adalah “The transformation of education begins with teachers” atau (Transformasi pendidikan dimulai dari guru). (Dilansir situs UNESCO). Perayaan Hari Guru Sedunia 2022, akan di titik beratkan pada komitmen dan ajakan aksi nyata transformasi pendidikan. Transformasi tersebut pernah beredar pada September 2022 bertajuk “Transforming Education Summit 2022”. Transforming Education Summit merupakan sebuah forum inisiatif untuk melakukan rencana aksi implementasi dalam memberikan solusi terhadap tantangan pendidikan yang sedang terjadi saat ini dengan transformasi pendidikan. Hal itu, mengingatkan para guru Indonesia “sebagai pahlawan tanpa tanda jasa”. Guru dengan berbagai tugasnya untuk mendidik murid-murid tanpa kenal lelah dalam memberikan bekal untuk para generasi penerus bangsa. (baca: http://beritadisdik.com/news/kaji/refleksi-peringatan-hari-guru-se-dunia)
Dalam konteks keindonesiaan Transforming Education Summit 2022 erat kaitannya dengan Pembelajaran di Era Industri 4.0 menuntut semua pelaku pendidikan untuk melakukan perubahan dengan cepat. Sebagai penanda dari Era Industri 4.0 adalah pemanfaatn teknologi-teknologi baru yang memudahkan segala pekerjaan serta mengefisiensikan waktu dalam penyelesaian pekerjaan. Namun, situasi ini tidak selamanya dapat ditangkap dengan mudah oleh para pendidik. Berbagai kendala banyak dialami guru dalam proses pembelajaran yang memanfaatkan teknologi mulai dari yang sederhana hingga super canggih. Keluhan guru selama pembelajaran bersifat daring adalah: (1) siswa kurang disiplin hadir, (2) siswa kurang bersemangat bertanya atau merespon saat pembelajaran, (3) tugas yang dilaporkan siswa kurang maksimal, (4) banyak siswa yang tidak hadir belajar tanpa pemberitahuan, (5) banyak siswa yang tidak menampakkan wajah saat belajar, dan (6) banyak siswa yang tidak mengerjakan tugas. (Iswatiningsih 2021).
Untuk itu, sebagai upaya dalam mengatasi dan membantu kesulitan yang dilami guru di antaranya dengan belajar dan mengenal literasi digital dengan baik. Hal ini mengingat sumber informasi dapat ditemukan, dipelajari dan dipraktekkan guru dalam proses pembelajaran. Namun yang lebih penting adalah mengimplementasikan literasi digital dalam pembelajaran.
Literasi digital dalam pembelajaran pemanfaatan teknologi menjadi modal utama dalam pembelajaran, baik oleh guru maupun peserta didik, khususnya di wilayah-wilayah yang memiliki akses internet. Adapun pembelajaran sebelum kondisi pandemi covid 19 dilakukan secara konvensional, guru dan peserta didik berada dalam ruang kelas dan waktu yang sama. Mereka dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan bermuka secara langsung. Perangkat teknologi seperti gawai, laptop atau computer sementara diabaikan dan lebih banyak mennggunakan metode ceramah, penugasan dan, berdiskusi, menggukana beragam aplikasi guna memperlancar dan memudahkan proses pembelajaran, seperti google zoom, zoom meeting, Learning Management system (LMS), facebook, google classroom, dan yang lain. Disinilah literasi digital dalam pelaksanaanya menjadi tantangan tersendiri bagi para pendidik, diantaranya:
Pertama: Hasil penelitian yang mengkaji kondisi pembelajaran berbasis teknologi selama masa pandemi memang menghasilkan gambaran yang berbeda-beda. Hal ini sangat terkait dengan kondisi dan situasi sekolah, kesiapan guru & peserta didik, serta orang tua. Beberapa tindakan yang telah dilakukan sekolah dan guru guna menyelesaikan kendala pembelajaran, misalnya (1) sekolah membuat kebijakan proses pembelajaran yang bersifat blended learning, (2) menyiapkan lembar kegiatan peserta didik (LKPD) untuk memperdalam pemahaman peserta didik, (3) melakukan kunjungan ke rumah (home visit) bagi anak-anak yang yang dinilai memiliki permasalahan belajar, (4) memfasilitasi siswa yang tidak memiliki gawai untuk belajar di sekolah menggunakan komputer, dan (5) koordinasi dengan orang tua dalam memotivasi dan mendampingi anak belajar. Oleh karena itu, menjadi sebuah tantangan guru dalam mengiplemtasikan “Transformasi pendidikan dimulai dari guru” Walaupun tetap disadari dan diupayakan bahwa sekolah/kampus merupakan rumah kedua anak yang diharapkan mampu memberikan pendidikan terbaik, dari aspek pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, serta afektif atau pendidikan karakter anak.
Kedua; Tuntutan pembelajaran berbasis teknologi di era industri 4.0 tidak dapat ditunda dan diabaikan. Orientasi pendidikan Indonesia memasuki abad 21 ini ditekankan pada persiapan lulusan yang dapat berkompetisi dan beradaptasi pada dunia kerja yang membutuhkan elemen dasar, yakni cretivity, critical thingking, communication and collaboration” atau yang dikenal dengan 4Cs. Untuk hal itu Risdianto (2019) mengemukakan saat memasuki era disrupsi seperti sekarang ini, maka dunia pendidikan dituntut untuk mempu mebekali peserta didik dengan keterampilan abad 21 (21st Century Skills). Selain itu keterampilan berliterasi digital juga sangat penting, yakni ketrampilan mencari, mengelola dan menyampaikan informasi serta terampil menggunakan informasi dan teknologi.
Dengan demikian, tantangan guru dan dosen dalam membekali peserta didik agar memiliki kemampuan, keterampilan dan kecakapan yang dibutuhkan memasuki era industri 4.0 penting disiapkan dan diimplementasikan dalam pembelajaran. Untuk itu, peluang bagi pendidik yang mengedukasi masyarakat, khususnya generasi muda dan pelajar dalam berliterasi digital ini penting ditumbuhkan dan dikembangkan. Belshaw (2011) dalam tesisnya “what is digital literacy?‟ mengemukakan delapan elemen penting yang perlu diketahui dalam mengembangkan literasi digital, yakni: (1) kultural, yakni pemahaman ragam konteks penguna dunia gitital, (2) kognitif, diperlukan daya pikir dalam menilai konten, (3) konstruktif, kemampuan reka cipta sesuatu dari seorang yang ahli dan aktual, (4) komunikatif, kemampuan memahami kinerja jejaring dan komunikasi di dunia digital, (5) adanya kepercayaan diri yangbertanggung jawab, 6) kreatif, melakukan hal baru dengan cara yang baru, (7) kritis dalam menyikapi konten dan tidak asal menerima, dan (8) bertanggung jawab secara sosial (kemdikbud, 2017).
Jika 8 hal tersebut diajarkan kepada peserta didik, maka para peserta didik akan menjadi insan-insan yang cerdas, kreatif, komunikatif, interaksif dan bertanggung jawab dalam menggunakan teknologi digital. Sudah barang tentu “Transformasi pendidikan semacam itu, sejatinya dimulai dari guru”. Walahu A’lam Bishwab.
Selamat Hari Guru Sedunia.
Penulis:
Ahmad Rusdiana, Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Peneliti Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) sejak tahun 2010 sampai sekarang. Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Misbah Cipadung-Bandung yang mengembangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun 1994 dan sekaligus sebagai Pendiri Yayasan, kegiatannya pembinaan dan pengembangan asrama mahasiswa pada setiap tahunnya tidak kurang dari 50 mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung. Membina dan mengembangkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK-TPA-Paket A-B-C. Pegiat Rumah Baca Masyarakat Tresna Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag Kecamatan. Panawangan Kabupaten. Ciamis Jawa Barat. Karya Lengkap sd. Tahun 2022 dapat di akses melalui:
(1) http://digilib.uinsgd.ac.id/view/creators.
(2) https://www.google.com/search?q=buku+a.rusdiana+shopee&source
(3) https://play.google.com/store/books/author?id=Prof.+DR.+H.+A.+Rusdiana,+M.M.