Mesir adalah salah satu negara dengan populasi muslim mayoritas, jumlahnya mencapai 90% dari seluruh penduduknya. 10% lagi adalah penganut Kristen Koptik dan agama-agama lain seperti Katholik, Yahudi, dll. Kehidupan keagamaan orang-orang Mesir sangat kuat, itu ditunjukkan dengan cara komunikasi orang Mesir yang sering kali menggunakan diksi ketuhanan seperti “Ya Rabb, Rabbana Yukhallika, Rabbana Yubarik Fik, atau Sitraka Ya Rabb”.
Tanah Mesir telah lama menjadi panggung peradaban agama samawi, tak heran jika negeri ini dijuluki dengan Negeri Para Nabi. Kisah nabi seperti Yusuf As, Ya’qub As, Musa As, Harun As merupakan kisah yang diabadikan dalam tiga agama samawi dan semuanya hidup di Mesir. Belum lagi masuknya peradaban Romawi yang memiliki ideologi Kristen, dan dilanjut dengan masuknya peradaban Islam mulai dari Thuluniyyah, Fathimiyyah, Ayubiyyah, Mamalik, dan Utsmaniyyah. Dapat dikatakan bahwa kehidupan orang Mesir tak pernah lepas dari sejarah panjang agama samawi.
Saat pertama kali saya datang ke Mesir, banyak hal baru yang saya dapati tentang ekspresi keagaaman dan tidak ada di Indonesia. Seperti kebiasaan orang Mesir untuk mengucapkan salawat dalam kehidupan sehari-hari, tata cara ibadah yang sedikit berbeda, ataupun ekspresi keagamaan unik lainnya. Salah satu hal yang membuat saya kagum adalah budaya orang Mesir dalam menyambut bulan suci Ramadhan, jika di Indonesia saya terbiasa menghabiskan waktu sore hari dengan keluar ramah untuk menunggu waktu berbuka, namun di Mesir justru setiap saya jalan di persimpangan jalan ada beberapa orang yang meminta saya untuk duduk dan melaksanakan buka puasa bersama mereka.
Budaya memberi buka gratis atau biasa disebut “Maidah Rahman” adalah budaya yang tidak saya dapati di Indonesia, alih-alih memberi makan gratis justru di Indonesia moment Ramadan digunakan untuk menggerakan roda ekonomi dengan menjual jajanan ringan atau takjil untuk berbuka puasa. Biasanya budaya ini dimulai dari 30 menit sebelum waktu berbuka puasa, di sekitar rumah saya biasanya disediakan meja panjang dan kursi plastik untuk orang-orang yang ingin ikut serta dalam kegiatan ini. Tidak ada kegiatan formal seperti membaca doa atau kultum, budaya ini murni kegiatan makan gratis bagi orang yang mau dan membutuhkannya.
Sejarah Maidah Rahman berawal dari Dinasti Thuluniyyah, ada juga yang mengatakan berawal massif di era Dinasti Fathimiyyah. Hakim bi Amrillah, pemimpin dinasti Fathimiyyah kala itu mengeluarkan sebanyak 1100 parsel makanan untuk orang-orang miskin dan siapapun yang hendak makan bersama. Panjang meja untuk makan berbuka gratis ini sampai 175 meter, sebuah angka yang cukup fantastis jika melihat era Fathimiyyah yang ada pada abad ke 10. Berbeda dengan era ini yang menyebutnya Maidah Rahman, di era Fathimiyyah kegiatan ini disebut dengan Dar al-Fithar.
Kegiatan membagi buka gratis menjadi budaya yang terus dilestarikan oleh orang-orang Mesir, salah satu yang terekam dalam surat kabar Al-Ahram adalah pada tahun 1960-an Bank Al-Ahly Misr pernah mengadakan acara buka gratis di samping masjid Al-Azhar dan bisa menampung sebanyak 2.000 orang.
Di tahun 2024 ada kegiatan Maidah Rahman terbesar di Mesir, di sebuah Kawasan bernama Mathariyyah, yang mana kegiatan ini telah berlangsung selama 10 tahun. Kegiatan ini telah dilaksanakan pada tanggal 15 Ramadhan, di beberapa nama jalan yang ada di sekitar situ. Ada ribuan orang hadir pada acara ini, bahkan beberapa pejabat negeri Mesir hingga duta besar beberapa negara hadir pada acara tersebut, salah satunya adalah Korea Selatan.
Menu yang biasa disediakan adalah menu makan berat dengan minuman jus segar, sesekali juga ditambah salathah yaitu lauk tambahan berupa tomat dan wortel yang dipotong kecil lalu ditaburi dengan beberapa sayur lain. Lauk utamanya beragam, ada ayam, daging sapi, dan juga kuftah,serta ditambah nasi khas mesir, hidangan tersebut sudah sangat cukup untuk hidangan berbuka puasa.
Tak hanya itu, Al-Azhar juga menyediakan Maidah Rahman sebanyak 5.000 parsel makan berat khusus untuk pelajar asing, setiap harinya. Kegiatan ini ada semenjak tahun 2022, pasca covid-19 mereda, sehingga minat dan antusiasme pelajar asing sangat tinggi. Beberapa kali saya hadir pada acara buka bersama ini, antrian panjang sudah pasti akan menjadi pemandangan setiap akan memasuki gerbang.
Mesir memang tak habis untuk dibicarakan, banyak sekali hal unik dan bersejarah yang bisa saya dapati di tempat ini. Bahkan dari tradisi makan gratis ini saja, saya bisa mendapat pelajaran tentang makna berbagi. Seperti yang saya lihat langsung, bahwa bapak-bapak yang kesehariannya menyediakan layanan potong rambut, namun saat Ramadan tiba, ia dedikasikan sebulan untuk membuka makan gratis di dekat rumah saya. Artinya, bagi orang Mesir, berbagi tak menunggu waktu saat kaya, namun itu semua soal kemauan dan niat, lebih-lebih di bulan Ramadhan ini yang mana pahala dilipatgandakan. Tahya Mashr!
Baca Juga
https://alif.id/read/myr/maidah-rahman-budaya-makan-gratis-di-mesir-b249288p/