LADUNI. ID, Jakarta – Kelahiran Nabi Muhammad SAW pada tanggal 12 bulan Rabiul Awwal diperingati umat Islam Indonesia dan di negara-negara lain. Istilah kegiatan tersebut, sebagian orang menyebutnya “maulid”. Sebagian lagi “maulud”. Maulid nabi atau maulud nabi? Mana yang benar?
“Dua-duanya benar,” tegas mantan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj pada peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW di halaman gedung PBNU beberapa tahun yang silam.
Sementara itu mereka yang menyebutkan maulid nabi itu perbuatan bid’ah yang dilarang dalam syariat tentu saja belum mempunyai ilmu dan referensi yang kuat tentang perayaan maulid nabi Muhammad Saw, berikut penulis utarakan beberapa saja pendapat ulama dan nash tentang itu,
Pertama, Ibnu Hajar al-Haitami, beliau berkata : “Kesimpulannya, bid’ah hasanah telah disepakati kesunahannya. Adapun perayaan maulid dan berkumpulnya orang-orang dalam acara tersebut juga demikian (bid’ah hasanah).”Imam Abu Syamah yang tak lain adalah guru Imam Nawawi berkata: “Di antara paling bagusnya perkara baru di zaman kita adalah apa yang telah dilakukan di setiap tahun bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad berupa memberi sedekah dan berbuat kebaikan, serta menampakkan perhiasan dan kebahagiaan. Karena hal itu, di samping terdapat perbuatan baik kepada fakir miskin, juga menampakkan kecintaan kepada Nabi dan mengagungkannya di hati orang yang merayakannya. Juga merupakan wujud syukur kepada Allah atas anugrahnya berupa diciptakannya Nabi Muhammad sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Kedua, Imam as-Sakhawi (831-902 H): “Maulid Nabi tidak pernah dilakukan oleh generasi salaf pada kurun ketiga, akan tetapi setelah itu. Kemudian orang Islam di berbagai wilayah dan kota-kota, merayakan maulid Nabi dan bersedekah di malam-malam perayaan tersebut dengan aneka ragam sedekah, mereka juga memperhatikan pembacaan maulid Nabi yang agung. Dan tampaklah pada mereka beberapa barakah perayaan tesebut dengan keutamaan yang sempurna.
Ketiga, hadist nabi sebagaimana riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah, yaitu:
مَنْ صَلَّي عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى الله عَلَيْهِ عَشْرًا
Artinya: “Nabi Muhammad SAW bersabda; barang siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali”.
Keempat, Siapa yang bershalawat akan dikumpulkan di surga bersama Nabi.
Rasulullah SAW bersabda:
وعن ابن مسْعُودٍ أنَّ رسُول اللَّهِ ﷺ قَالَ: أَوْلى النَّاسِ بِي يوْمَ الْقِيامةِ أَكْثَرُهُم عَليَّ صَلاَةً رواه الترمذي
“Manusia yang paling berhak bersamaku pada hari kiamat ialah yang paling banyak membaca shalawat kepadaku.” (HR Tirmidzi).
Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 14 November 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan.
_________
Penulis: Helmi Abu Bakar El-Langkawi Penggiat Literasi Asal Dayah MUDI Samalanga
Editor: Athallah Hareldi
https://www.laduni.id/post/read/48307/maulid-atau-maulud-nabi-bidahkah.html