Memaklumi Fenomena Spirit Doll

Akhir ini, spirit doll atau boneka arwah menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Spirit doll merupakan boneka yang mirip bayi dan diperlakukan seperti anak sendiri. Diberi makan, berpakaian, dan diasuh setiap hari. Fenomena spirit doll menjadi viral sebab sudah banyak artis yang hobi memelihara barang tersebut sebagai koleksi atau “teman gaib”.

Sejarah spirit doll berasal dari Thailand yang di sana disebutnya Luk Thep atau “Malaikat Anak” dalam bahasa Thailand adalah boneka bayi yang dipercayai sudah dirasuki roh halus pembawa keberuntungan dan kemakmuran. Spirit doll juga dianggap mampu menetralisir hal buruk, mendatangkan aura positif, rezeki, hingga meredakan konflik.

Hingga saat ini spirit doll di Indonesia dihargai ratusan ribu hingga ratusan juta rupiah. Realita memelihara spirit doll mendapat banyak tanggapan dari berbagai bidang keilmuan. Salah satunya dari sudut pandang psikologi yang sudah dianggap tidak wajar (tidak masuk akal) sebab ekspektasi liar terhadap spirit doll.

Sedangkan respon netizen cukup beragam. Mereka yang mengaitkan dalam ranah spiritual menganggap hal berbau mistis dari spirit doll adalah kesesatan. Sesekali menertawakan kegilaan (dalam arti yang sesungguhnya) artis yang pamer spirit doll di media. Darurat akal sehat dan fakir iman. Kementerian Agama juga menyatakan bahwa meyakini arwah dalam boneka bertentangan dengan nilai tauhid dan menurunkan nilai kemanusiaan.

Baca juga:  Hamdan atau Hamadan?: Tentang Kota dan Ulama

Di sisi lain, memelihara spirit doll menjadi budaya baru yang tidak hanya di kalangan artis, melainkan masyarakat pada umumnya yang penasaran dan tertarik dengan nuansa mistis spirit doll. Nyatanya, sudah banyak jual-beli spirit doll di berbagai platform digital dan e-commerce. Belum tahu kebenaran boneka yang berarwah mapun tidak, hobi koleksi spirit doll adalah tren baru masyarakat Indonesia menyambut tahun 2022.

Memelihara spirit doll harus mulai dimaklumi sebagai konsekuensi pandemi Covid-19. Ketika dilarang liburan, berkerumun, dan mengadakan acara publik, masyarakat kerap melampiaskan stres dengan perilaku abnormal. Salah satunya tren spirit doll. Masyarakat butuh interaksi dan sosialisasi yang dibatasi akibat pandemi. Pelampiasan bisa dengan berbagai medium, termasuk dengan boneka arwah.

Pandemi bergelombang-gelombang memaksa masyarakat untuk menerima keadaan untuk sulit hidup normal. Ketika pemerintah gencar kampanye new normal (memulai hidup yang baru), artis pemelihara spirit doll sudah mulai membiasakan hidup baru yang kemudian malah dianggap abnormal. Tantangan melampiaskan gairah bersosialisasi ditentang dalih agama. Mengekspresikan kesenangan baru terhadap sebuah boneka dilabeli gila, sedangkan untuk curhat (curahan hati) dengan orang lain secara langsung masih belum “dibebaskan” sebab pandemi belum berakhir.

Masyarakat sudah kehilangan kewarasan sejak media mulai membangun optimisme pascapandemi, namun realita di masyarakat masih terombang-ambing dari sisi ekonomi dan psikologi ditinggal mati orang-orang terdekat. Sedangkan para tokoh hanya basa-basi berempati melihat jutaan orang meninggal akibat Covid-19. Sebelum spirit doll, masyarakat sudah banyak yang gila dari alam bawah sadarnya.

Baca juga:  Ketika Para Penyair Memaknai Tidur

Pemerintah tidak bisa memfasilitasi kegalauan psikis masyarakat yang dipaksa berdiam di rumah selama hampir 2 tahun. Masyarakat yang selamat dari pemotongan generasi Covid-19 juga hanya bisa tertawa menilai keadaan abnormal orang yang begitu besar terdampak pandemi. Masyarakat masih belum bisa menerima keadaan (kenyataan) hidup yang baru. Budaya baru memelihara spirit doll dijadikan bahan lelucon oleh masyarakat yang masih belum bisa move on dari pandemi.

Sebelum fenomena spirit doll, boneka voodoo yang berasal dari Afrika sempat menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Boneka voodoo dijadikan sarana untuk santet, meskipun sebenarnya voodoo sendiri merupakan sebuah kebudayaan di Benin yang terdiri dari beberapa unsur sekaligus, seperti gaya hidup, filsafat, bahasa, seni, dan obat-obatan.

Di Indonesia, ada boneka kayu Tau-tau yang dibuat semirip mungkin dengan orang Toraja yang meninggal dan diletakkan di atas makam mereka. Namun ritual kebudayaan tersebut akan menjadi viral jika ditabrakan dengan kondisi masyarakat modern zaman sekarang. Ketika semakin banyak orang yang menggunakan agama-agama besar – seperti Islam dan Kristen – sebagai panduan hidup, benturan ini menyebabkan erosi pada kebudayaan nenek moyang.

Selain itu masih ada warisan kebudayaan Indonesia yang merepresentasikan bentuk boneka seperti wayang golek, ondel-ondel mini, dan patung. Namun sejarah dan esensi kebudayaan mulai pudar tergerus pandangan religiusitas dan pengetahuan modern. Ketika spirit doll muncul sebagai impor budaya dari Thailand, masyarakat masih sibuk mencari kecacatan logika dan iman daripada dampak bahaya hilangnya kebanggaan terhadap budaya sendiri.

Baca juga:  Kafir tak Melulu Terkait Akidah

Padahal kebudayaan Indonesia sangat lekat dengan unsur mistis. Bahkan tontonan yang menawarkan sisi mistis masih memiliki banyak penikmat. Hingga munculnya berbagai jenis hantu atau jin, praktek dukun santet, tempat angker, dan lain sebagainya. Jika ditarik secara kebudayaan, tentu tidak ada masalah dengan fenomena spirit doll. Jika dilihat dari sudut pandang psikologi harus dimaklumi pandemi mengubah perilaku seseorang untuk mencoba hidup yang baru : memelihara spirit doll.

https://alif.id/read/jy/memaklumi-fenomena-spirit-doll-b241799p/