Di era disrupsi seperti ini, kita mafhum, kerap kali menjumpai banyak informasi dengan begitu mudah. Informasi atau berita tersebut hilir-mudik, berseliweran di hadapan kita, sekalipun tanpa kita bersusah payah, mengeluarkan energi untuk mencarinya.
Ya, di era serba digital seperti ini, arus informasi berduyun-duyun membanjiri, dan menghantam sendi kehidupan kita. Oleh sebab itu, jika kita tidak bijaksana dan berhati-hati, berita-berita yang kita konsumsi itu akan menjadi ancaman yang serius, utamanya bagi kesehatan mental kita.
Rolf Dobelli lewat bukunya yang berjudul Stop Membaca Berita, Manifesto Untuk Hidup Lebih Bahagia, Tenang, dan Bijaksana (2021) agaknya mewanti-wanti kita agar tidak mengonsumsi berita secara berlebihan. Bahkan, dalam buku ini ia menganjurkan agar kita jauh-jauh dari berita.
Dalam buku ini, Rolf Dobelli mengisahkan pengalaman hidupnya yang tidak bisa dipisahkan dengan berita. Terlahir dari keluarga menengah ke atas alias berkecukupan, saban pagi hari, ia mengonsumsi berita dari koran langganan keluarganya. Berangkat dari situ, Rolf Dobelli menjadi pribadi yang gemar membaca berita. Bahkan, ia sempat kecanduan membaca berita.
Semua berita yang ia temukan, baik di koran, majalah, maupun situs online, ia lahap dengan perasaan penuh bangga. Bagi dia, membaca seluruh berita akan menjadikannya sebagai pribadi yang tahu segala-galanya, menjadi orang yang berpengetahuan luas, pendek kata menjadi orang yang tidak ketinggalan zaman alias up to date.
Rupanya, belakangan, Rolf Dobelli menyadari bahwa ada yang keliru dengan kebiasaannya itu. Ia sadar bahwa berita tidak dapat mengubahnya menjadi pribadi yang lebih baik, justru menjadikannya sebagai pribadi yang selalu diliputi kegamangan, was-was, dan tentu saja membuang-buang waktu.
Setelah sekian tahun hidup berdampingan dengan berita, ia memutuskan untuk berhenti membaca berita. Bagi Rolf Dobelli, berita sama berbahanya dengan alkohol. Bahkan, malah lebih berbahaya. Pasalnya, kalau kita kecanduan alkohol, kita perlu biaya dan waktu untuk membelinya. Setidaknya butuh modal dan effort untuk mendapatkannya. Hal demikian berbeda dengan berita, kita bisa mendapatkan berita dengan gratis melalui gawai kita, tanpa harus mengeluarkan usaha, modal, dan tenaga.
Tidak hanya itu, bagi Rolf Dobelli, mengonsumsi berita dapat menumpulkan pikiran. Sebab, kata dia, berita tak ubahnya seperti sampah. Berita diproduksi dengan sedemikian rupa hanya untuk memenuhi pesanan pengiklan, bukan untuk kebutuhan kita. Maka itu, jika otak kita selalu dipenuhi sampah, lambat laun otak akan tumpul dan tentu saja tidak dapat berpikir panjang, jernih, dan kritis.
Rolf Dobelli dalam buku ini juga menyebutkan bahwa berita untuk pikiran seperti gula untuk tubuh, yakni menggugah selera, mudah dicerna, akan tetapi sangat merusak. Media menyuapi kita dengan kudapan yang nikmat tetapi tidak melakukan apa pun untuk memuasakan lapar kita terhadap pengetahuan. Tentu saja berbeda dengan buku dan artikel panjang yang didasari penelitian yang memadai (hal.12).
Walhasil, bagi Rolf Dobelli, berita sama halnya seperti gula bagi tubuh kita. Artinya, berita dapat membahayakan otak dan kesehatan psikologis atau mental kita. Untuk itu, pria kelahiran Swiss ini menganjurkan agar kita mengonsumsi buku dan artikel panjang ketimbang membaca berita yang tidak ada manfaatnya, justru banyak efek sampingnya.
Judul : Stop Membaca Berita
Penulis : Rolf Dobelli
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Cetakan : 2021
Tebal Buku : 160 halaman
https://alif.id/read/nur-kholis/membaca-berita-ibarat-gula-bagi-tubuh-kita-b247231p/