Oleh Masyhari
Bisakah Menulis Menjadi Profesi yang Menjanjikan?
Banyak kalangan, termasuk sebagian penulis, yang bilang bahwa menulis bukan profesi pilihan yang menjanjikan masa depan yang cerah secara ekonomi. Konon, seorang penulis memiliki masa depan suram.
Terkait dengan ini, Aguk Irawan tidak setuju. Berdasarkan pengalamannya, banyak penulis dan termasuk dirinya, bisa hidup secara mandiri melalui profesi sebagai penulis.
Aguk menyebut nama Putut EA, senionya di Yogyakarta, dan juga Eka Kurniawan, kawannya. Mereka ini contoh penulis yang bisa hidup mapan dari profesi sebagai penulis.
Aguk sendiri hingga saat ini merasa masih bisa hidup dari royalti hasil penjualan buku-buku yang ditulisnya. Aguk mengaku 99% penghasilannya adalah dari menulis, sejak dulu hingga saat ini.
Artinya, masih banyak pembaca yang menyukai buku cetak berbahan kertas, meskipun e-book atau buku digital kini sudah marak. Hal itu, menurutnya, karena tidak semua orang merasa nyaman berlama-lama membaca di depan layar gawainya.
Selama kuliah S1, S2 S3 dia tidak pernah merepotkan orang tua, karena semuanya melalui jalur beasiswa. Sedangkan untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari ia lakukan dengan menulis dan menerjemah.
Hingga saat ini, ia bisa membeli tanah, membangun pesantren, dan memiliki kendaraan hanya bermodalkan menulis.
Menulis Butuh Ketekunan
Diakuinya bahwa butuh proses yang panjang untuk menjadikan menulis sebagai profesi yang menjanjikan. Seorang penulis harus produktif, tekun dan fokus.
Putut EA dan Eka Kurniawan, misalnya, awalnya berjuang membangun pondasi dan karir kepenulisan dengan ‘berdarah-darah’, tidak bisa instan sim salabim. Baru mulai menulis sudah ingin cepat-cepat dapat duit.
Banyak penulis yang saking giatnya sampai tidak mengenal tanggal merah. Setiap hari dia menulis, membaca dan menulis lagi.
Aguk mengaku beberapa kali tulisannya pernah ditolak penerbit. Semua butuh proses yang panjang hingga akhirnya bisa seperti saat ini. Yakinlah, bahwa Allah tidak tidur. Mungkin sekali-dua kali tulisan kita ditolak dan tidak laku, bisa jadi pada lain kesempatan akan mendapatkan untung yang berlimpah.
Tulisan yang tidak bagus akan diperbaikinya lagi, karena menulis adalah proses belajar. Semakin sering menulis, akan semakin bagus tulisan kita.
Jangan Lupa Perbanyak Membaca
Banyak penulis pemula hanya semangat dalam menulis, tapi tulisannya tidak berisi. Itu disebabkan salah satunya karena ia malas membaca buku.
Bagaimana seseorang akan memberi sesuatu kalau ia tidak memiliki apa pun. Bagaimana teko akan bisa memberi sajian minuman, kalau di dalamnya tidak berisi air?
Kita adalah apa yang kita baca. Sehingga, jika kita ingin menjadi seorang penulis buku yang berkualitas, ya kita harus perbanyak membaca buku yang berkualitas. Tulisan kita adalah cerminan bacaan kita.
Bila kita ingin menjadi seorang novelis, ya kita harus banyak membaca novel. Bila ingin menulis artikel, ya kita harus banyak membaca sebanyak mungkin artikel. “Kalau saya ingin menulis sebuah novel, setidaknya saya harus membaca 50 novel,” jelasnya.
Komitmen dan Cerdas Mengelola Waktu
Setiap orang yang hidup di dunia ini diberi jatah waktu oleh Allah dalam sehari sebanyak 24 jam. Hanya saja, terkadang waktu selama itu tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal. Kesempatan banyak yang terbuang sia-sia.
Tidak jarang mahasiswa, guru atau dsoen yang mengaku tidak punya waktu untuk menulis, karena merasa kesibukannya sudah padat.
Padahal, kuncinya adalah bagaimana komitmen kita terhadap tujuan dan cara kita dalam mengatur waktu. Kita jadikan menulis sebagai prioritas utama. Apa pun profesi kita, menulis harus tetap diutamakan.
Soal komitmen, kalau kita ingin menulis, maka kita harus luangkan waktu untuk menulis di mana saja. Bila perlu, tentukan jadwal menulis harian. Bila tidak, kapan saja ada kesempatan, gunakanlah untuk menulis. Sebab kita punya target.
Tentukan Target
Untuk menjadi seorang yang sukses kita harus punya target, sasaran atau goal yang jelas. Tanpa tujuan yang jelas, kita akan terombang-ambing ke jalan yang tidak tentu arah.
Bila kita ingin menulis buku, tentukan berapa kisaran ketebalan atau halaman buku yang akan ditulis. Setelah itu targetkan berapa lama buku itu selesai ditulis. Apakah satu bulan ataukah dua bulan? Lalu tulislah dan luangkan waktu untuk menulis. Pepatah mengatakan, “Luangkan waktu. Jangan mencari waktu luang!”
Luangkan waktu. Jangan mencari waktu luang!
Ambisi Itu Perlu
Ambisi atau cita-cita besar adalah motivasi untuk merai kesuksesan. Orang yang tidak biasa adalah orang yang berpikir di luar nalar. Sebaliknya, orang yang berpikir sebagaimana kebanyakan orang biasanya adalah orang biasa.
Kalau misalnya kita ingin membangun pesantren, kita harus punya tekad kuat untuk bisa meraih cita-cita itu. Bukan tidak mungkin, ambisi itu akan bisa diraih. Sebab, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Dan, Aguk Irawan telah membuktikannya sendiri. Dia bisa membangun pesantren, tanpa proposal, tapi bermodalkan kreatifitas dan produktifitas dalam menulis buku. ***