Menghayati Kebesaran Hari Raya Besar

Menghayati
Kebesaran Hari Raya Besar

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ
أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ
أَكْبَرُ.  الله أكبر كبيرا و الحمد لله كثيرا
و سبحان الله بكرة و أصيلا، الله أكبر ما تحرك متحرك و ارتج، و لبى محرم و عج، و قصد
الحرم من كل فج, وأقيمت لله في  هذه الأيام
مناسك الحج، الله أكبر ما نحرت بمنى النحائر، وعظمت لله الشعائر، وسار إلى الجمارات
سائر، وطاف بالبيت العتيق زائر، الله أكبر إذا أفاضوا لزيارة الطواف مكبرين، وللسعي
بين الصفا و المروة مهرولين، وللحجر الأسود مستلمين و مقبلين، ومن ماء زمزم شاربين
و متطهرين. الله أكبر سبحان ذي الملك و الملكوت، سبحان ذي العزة و الجبروت، سبحان الحي
الذي لا يموت، سبحان ربك رب العزة عما يصفون. وسلام على المرسلين و الحمد لله رب العالمين
أحمد الله حمد من وفقه فعرفه، وأشكر الله على ادراك ذي الحجة ويوم عرفة. واشهد أن لا
إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن سيدنا محمدا عبده و رسوله نبي أرسله الله بالرحمة
و الرأفة. اللهم صل وسلم وبارك على محمد و على اله و أصحابه اولى التقوى و المعرفة
وسلم تسليما كثيرا أيها الناس اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون. قالَ
اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ الكَرِيْمِ : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
  

Saudara-saudara
kaum Muslimin Rahimakumullah,

        Gemuruh takbir, tahmid dan tasbih sejak
kemarin sore menggetarkan hati setiap jiwa yang beriman dan takut kepada Allah
. Seluruh kaum
Muslimin tanpa terkecuali, mulai anak-anak hingga orang tua, laki-laki maupun
perempuan, yang sehat maupun yang sakit, baik sendiri-sendiri maupun berjamaah,
baik berdiri, duduk ataupun tiduran, mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid.
Bahkan bebatuan, tumbuhan dan seluruh alam raya mengumandangkan takbir untuk
menghidupkan sunah Rasulullah
dengan
mengagungkan dan mensucikan asma Allah

Saudara-saudara
kaum Muslimin Rahimakumullah,

        Kalimat takbir adalah lafadh yang sangat
agung. Islam telah mengajarkan takbir kepada kita agar senantiasa mengagungkan
asma Allah
. Saat adzan kita mengumandangkan takbir, saat iqamah kita
melafalkan takbir, saat membuka shalat kita mengucapkan takbir, saat bayi lahir
kita tiupkan kalimat takbir pada kedua telinganya, saat menyembelih hewan kita
membaca takbir, bahkan saat di medan laga kita juga memekikkan suara takbir.
Ketika kita membaca takbir,
الله أكبر maka kita
tanamkan keyakinan dalam hati bahwa hanya Allah yang memiliki keagungan dan
kebesaran. Sungguh hanya Allah yang Mahabesar dan Mahaagung, sedangkan selain
Allah adalah kecil dan lemah. Segala hal yang sering kita bangga-banggakan,
berupa kekayaan harta, mobil mewah, rumah megah, kedudukan dan pangkat yang
tinggi, semuanya adalah kecil dan tidak berarti apa-apa dihadapan Allah
. betapa banyak
orang kaya jatuh miskin mendadak, betapa banyak orang memiliki pangkat dan
kedudukan diturunkan dari jabatannya dan menjadi orang biasa. Kedudukan akan hilang,
kekayaan akan sirna dan kecantikan pun akan habis. Dan hanya Allah
yang tetap
maha Agung selamanya.  

Namun
demikian lafadh takbir yang mengandung kemuliaan dan kebesaran tersebut, mulai
sering digunakan dan diucapakan dengan sembarangan. Kadang lafadh yang agung
tersebut diteriakan ketika demo anarkis, sambil merusak fasilitas umum,
melempar batu dan dengan mengganggu orang orang lain, bersamaan dengan itu
mereka bertakbir. Apakah pantas kebesaran lafadh takbir tersebut diucapkan
bersamaan dengan mengganggu orang lain dan merusak. Tentu tidak.

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ و
للهِ الحَمْد

Hadirin
kaum Muslimin Rahimakumullah

        Di bulan Dzulhijjah ada dua gambaran
bagi umat Islam. Bagi yang dipanggil Allah ke Tanah Suci, mereka sibuk dengan
rangkaian ritual ibadah haji, mulai wukuf di Arah, mabit di Muzdalifah, Mina
hingga tawaf ifhadah. Sedangkan umat Islam yang lain termasuk kita, kita sibuk
dengan ibadah puasa arafah, sedekah dan perayaan Idul adha serta memotong
kurban setelah ini.  Hari ini adalah hari
yang sangat mulia. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
diceritakan; ketika Rasulullah berkhutbah id, tiba-tiba beliau bertanya,  “Hai, bulan apa sekarang?” “Allah dan
Rasul-Nya lebih tahu?” jawab para sahabat. Nabi
diam beberapa
saat sehingga para sahabat menduga-duga, jangan-jangan beliau akan menyebut
nama yang bukan nama sebenarnya. “Tidakkah ini bulan Dzulhijjah?” tanya beliau
memecah kesunyian.” “Ya,” jawab sahabat. “Negeri apa ini?” beliau bertanya
lagi. “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu?” jawab sahabat. Beliau diam sehingga
para sahabat mengira beliau akan menyebut nama yang bukan nama sebenarnya dari
negeri dimaksud. Ternyata tidak. “Bukankah ini negeri haram (mulia)?” kata
beliau. “Ya,” jawab sahabat. “Hari apakah ini?” beliau bertanya untuk ketiga
kali. “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu?” para sahabat menjawab.

        Lagi-lagi beliau diam agak lama.
Lagi-lagi para sahabat menyangka beliau memelesetkan nama hari itu. Tetapi
tidak. “Tidakkah ini hari penyembelihan (kurban)?”  tandas beliau. “Ya,” jawab para sahabat.
Beliau bersabda, “Sungguh darah, harta dan kehormatan kalian adalah barang
terlarang (untuk dilanggar) bagi kalian sebagaimana terlarangnya (baca:
mulianya) hari kalian ini, di negeri kalian ini dan di bulan kalian ini.
Sungguh kalian bakal menghadap pada Tuhan kalian, lalu Dia akan menanyai kalian
mengenai amal perbuatan kalian.” (HR Al-Bukhari dan Muslim) 

        Idul Adha benar-benar hari yang besar.
Ini bukan hari biasa, seperti hari-hari lainnya. Coba rasakan kebesarannya,
kewibawaannya, kemuliaannya, demikian kira-kira Nabi
menganjurkan
pada kita.  

Hadirin
kaum Muslimin Rahimakumullah

        Kebesaran hari itu mestinya membawa
dampak pada perilaku kita. Merasakan kebesarannya mendorong kita tertunduk malu
di hadapan Allah atas pelanggaran-pelanggaran yang kita lakukan selama
ini.  Tetapi sekarang, tampaknya,
kebesaran dan kemuliaan hari seolah tak berbekas di hati kita. Kita semakin
tidak merasakan kebesarannya. Mungkin kita melakukan ritual rutin pada hari
itu: dengan melakukan shalat Idul Adha dan berkurban. Namun selebihnya, kita
tidak merasakan apa-apa. Yang melanggar larangan tetap saja melanggar larangan.
Yang mengabaikan perintah tetap saja tak peduli dengan perintah Allah.  Yang selama ini biasa mengambil hak milik
orang lain secara tidak sah (entah dengan mencuri, menipu, korupsi dan
semacamnya) tetap saja melakukan hal itu meski telah melewati hari nan besar
itu. Yang biasa menindas orang lain, melecehkan kehormatan orang lain, tetap
saja melanjutkan kebiasaannya, meski telah melewati hari nan besar. Idul Adha
menjadi hambar bagi kita. Idul Adha menjadi tak banyak berarti bagi kita. Yang
mencaci tetap mencaci karena merasa lebih hebat dan lebih baik. Padahal Allah
yang lebih segalanya.

Hadirin
kaum Muslimin Rahimakumullah

        Ibadah kurban merupakan ibadah yang
diperintahkan Allah sejak jaman Nabi Adam AS. Bahkan setiap Nabi yang diutus
Allah
memiliki perintah kurban. Ibadah kurban yang diikuti Nabi
Muhammad
tidak terlepas dari peristiwa historis Nabi Ibrahim As.
Rasulullah
. suatu saat ditanya oleh sahabatnya mengenai apa udlhiyah
(penyembelihan kurban) itu? Beliau menegaskan:

  هذه سنّة
أبيكم إبراهيم
 

(ini
adalah sunnah bapakmu, Nabi Ibrahim As). Nabi Ibrahim As hidup pada abad 18 SM.
Masa persimpangan jalan pikiran umat manusia tentang kurban-kurban manusia yang
dipersembahkan kepada dewa-dewa atau tuhan-tuhan mereka, sementara perintah
Allah
. kepada Nabiyullah Ibrahim As untuk menyembelih anaknya, Nabi
Ismail lantaran diilhami dari suatu ru’yah (mimpi) sebagaimana dikisahkan dalam
Al-Quran (As-Shaaffat: 102) :

 فَلَمَّا بَلَغَ
مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ
فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي
إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

        “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkan apa
pendapatmu!” Ia (Ismail) menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu, Insyaallah Engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang bersabar”.

Hadirin….

        Setiap individu yang mengaku beriman
pasti akan diuji oleh allah
. Sebagai bapak
akan diuji, sebagai Ibu dan istri akan diuji dan juga sebagai anak juga akan
diuji. Ujian tersebut untuk membuktikan kebenaran iman kepada Allah
.  Para mufassir menyatakan, perintah Allah kepada Ibrahim
agar menyembelih putranya sendiri hendak menyampaikan pesan kepada kita, bahwa
betapapun besarnya cinta seseorang kepada anak atau apapun yang dimiliki,
bukanlah sesuatu yang berarti bila Allah menghendakinya. Ridlo dan mahabbah
Allahlah yang sejatinya yang paling berarti dalam hidup ini.  Disebutkan juga dalam akhir kisah tersebut,
Allah
memberikan pengganti seekor domba besar atas keberhasilan
Ibrahim dan Ismail dalam melaksanakan perintah dan ujian yang amat berat itu, seperti
diungkap Al-Quran (As-Shaaffat: 107):

وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ

        “Dan kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar”. 

        Selain sebagai bukti keimanan kepada
Allah
dengan mengorbankan apapun jika memang diperintahkan, maka
peristiwa Nabi Ibrahim as,  juga
mengandung ‘ibrah (pelajaran) bahwa Allah
menjunjung
tinggi harkat, martabat dan jiwa manusia, sehingga sama sekali tidak
memperkenankan manusia dijadikan kurban penyembelihan atau pembantaian serta
sebagai tumbal apapun yang pada akhirnya mengakibatkan pertumpahan darah atau
melayangnya nyawa manusia. Karena itu, Islam tidak pernah mentolerir terjadinya
kekerasan, kebrutalan, dan penindasan dalam bentuk apapun yang mengakibatkan
pertumpahan darah dan penderitaan umat manusia. Ia dengan tegas mengharamkan
dan mengutuk perbuatan bunuh diri, membunuh sesama atau membuat kerusakan
apapun di muka bumi ini.

        Intinya kejahatan kemanusiaan maupun
kejahatan lingkungan secara tegas dilarang Al-Qur’an.  Dengan menangkap pesan dan ‘ibrah dari
peristiwa besar yang tidak ada duanya dan tidak akan terulang kedua kalinya
dalam sejarah umat manusia itu, dapat disinyalir bahwa Muslim sejati adalah
yang memiliki kecintaan dan kepatuhan mutlak kepada Allah
melebihi
kecintaannya kepada siapapun dan apapun. Perjuangan Nabi Ibrahim As dan
putranya, Nabi Ismail As hendaknya juga dapat dijadikan sarana introspeksi diri
atas ketaatan kita, untuk selanjutnya ritualitas kurban diharapkan mampu
membentuk karakter kepribadian kita sebagai manusia yang peka terhadap
lingkungan dan masyarakat sekeliling kita, sebagai manusia yang gemar berkorban
dan mengulurkan tangan kepada mereka yang lemah dan yang tertindas.

Saudara-saudara
kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.

        Yang perlu kita perhatikan dalam Ibadah
Kurban adalah makna kurban yang mengandung nilai pengorbanan. Kurban, yang kita
niatkan untuk Allah dan hanya ingin mendapatkan ridha Allah bukan hanya
memotong kambing atau sapi pada hari raya Idul Adha saja. Ajaran mengorbankan
kambing atau sapi dan dagingnya untuk dibagikan kepada orang miskin hanyalah
sarana latihan dan pengingat saja. Pengorbanan jiwa, raga dan harta harus
dilakukan setiap saat, untuk membuktikan derajat ketaqwaan dan keimanan kita.

        Di sinilah saat pengujian keimanan kita,
seberapa besar ketaqwaan dan keimanan kita kepada Allah. Saat ini adalah waktu
yang tepat untuk berkorban dengan segala yang kita miliki demi kebahagiaan
mereka yang terkena bencana. Bukan hanya kambing atau sapi saja yang harus
dikurbankan, namun juga kekayaan lainnya, baik uang, makanan, pakaian bahkan
tenaga kita harus juga kita kurbankan demi mencapai ketaqwaan dan keimanan yang
sempurna.  Kita harus menata kembali
keimanan, membina negara, umat dan bangsa. Kita harus bersatu dan berdamai
dengan sesama saudara kita. Karena kita semua kaum Muslimin di seluruh dunia
sedang dijajah orang-orang Barat. Kaum Muslimin sedang diinjak-injak dan sedang
dalam kesengsaraan. Hal ini disebabkan perpecahan dan permusuhan diantara
kita.  

Hadirin
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,

        Tepatlah apabila perayaan Idul Adha
digunakan menggugah semangat kita untuk berkorban bagi negeri kita tercinta
yang saat ini sedang dirundung kesusahan. Krisis moral yang terus menggerogoti,
beban ekonomi masyarakat yang semakin berat, dan kulitas pendidikan di negeri
kita yang belum hebat, narkoba merajalela dan kenakalan remaja di
mana-mana.  Dalam kondisi seperti ini
sebenarnya kita banyak berharap dan mendoakan mudah-mudahan para pemimpin kita,
elit-elit kita, dalam berjuang tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan
kelompoknya, tapi untuk kepentingan bangsa dan negara. Pengorbanan untuk
kepentingan orang banyak tidaklah mudah, berjuang dalam rangka mensejahterahkan
umat memang memerlukan keterlibatan semua pihak. Semoga kita semua mampu
menjadi orang yang bertakwa yang sanggup berkorban demi kemajuan bersama.
Mudah-mudahan perayaan Idul Adha kali ini, mampu menggugah kita untuk rela
berkorban demi kepentingan agama, bangsa dan negara amiin 3x ya robbal alamin.
Akhirnya, semoga ibadah kurban kita diterima Allah
, dikuatkan
iman kita, semoga Allah senantiasa menjaga kita semua, anak-anak kita, keluarga
kita, saudara-saudara kita, tetangga-tetangga kita dari musibah dan bencana dan
semoga kita semua diberi rezeki yang membawa berkah untuk beribadah kepada
Allah.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ
اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ
قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah
II

 اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ.  اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ
إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ
اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ
اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ
بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ
النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ
وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ
أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ
وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ
مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ
إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ
وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ (وَنَخُصُّ خُصُوْصًا قُوْرُوْنَا) عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا
خآصَّةً وَ عَنْ سَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ
اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ
تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

عِبَادَاللهِ
! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ
وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر. واللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

 

Jika menghendaki File PDF Khutbah Bisa klik di bawah ini :

DOWNLOAD FILE KHUTBAH KLIK DI SINI

 HALAMAN

https://www.potretsantri.com/2021/07/menghayati-kebesaran-hari-raya-besar.html