Laduni.ID, Jakarta – Dalam sejarah perkembangan Islam, hadis memainkan peran yang sangat penting sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an. Hadis-hadis ini merupakan kumpulan ucapan, tindakan, dan persetujuan Nabi Muhammad SAW yang ditransmisikan melalui generasi-generasi umat Islam.
Keaslian dan validitas hadis menjadi isu yang sangat krusial, karena hadis berfungsi sebagai pedoman bagi praktik keagamaan dan hukum Islam.
Awal Kemunculan Hadis Palsu
Interval waktu yang terjadi antara wafatnya Rasulullah SAW dan dimulainya proses pembukuan hadis oleh para imam, memberikan peluang bagi individu atau kelompok tertentu untuk melakukan pemalsuan hadis.
Kejadian itu bisa terjadi oleh berbagai motif, termasuk keinginan untuk meningkatkan kegiatan ibadah dan amal saleh, maupun untuk tujuan yang lebih merusak, seperti mengaburkan atau menodai ajaran Agama Islam dengan mengatasnamakan Rasulullah SAW.
Hadis-hadis yang dihasilkan dari praktik semacam ini, yang secara keliru disandarkan kepada Rasulullah SAW padahal beliau tidak pernah mengucapkan, melakukan, atau menetapkannya, dikenal dengan istilah hadis maudhu’ atau hadis palsu.
Awal mula penyebaran hadis-hadis palsu ini dapat ditelusuri kembali ke masa perpecahan antara golongan yang mendukung Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan.
Golongan dari kedua belah pihak menggunakan hadis-hadis palsu untuk membela dan memperkuat kepentingan politik masing-masing.