Kematian adalah takdir yang pasti akan menghampiri setiap manusia, tanpa memandang waktu, tempat, atau keadaan. Dalam keseharian, kita sering diingatkan bahwa ajal bisa datang kapan saja, bahkan di tengah aktivitas yang tampak biasa, seperti saat berkendara.
Bagi sebagian orang, perjalanan di jalan raya mungkin terasa seperti rutinitas yang aman dan tanpa risiko. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa banyak nyawa melayang secara tiba-tiba akibat kecelakaan lalu lintas yang tak terduga. Kejadian-kejadian semacam ini seringkali memunculkan pertanyaan mendalam: apakah orang yang meninggal karena kecelakaan lalu lintas termasuk dalam kategori mati syahid?
Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah saw dalam sebuah hadits menjelaskan bahwa mati syahid tidak hanya tertuju kepada orang-orang terbunuh dalam peperangan agama. Berikut teks hadits tersebut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا تَعُدُّونَ الشَّهِيدَ فِيكُمْ؟ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، قَالَ: إِنَّ شُهَدَاءَ أُمَّتِي إِذًا لَقَلِيلٌ، قَالُوا: فَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الطَّاعُونِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الْبَطْنِ فَهُوَ شَهِيدٌ، قَالَ ابْنُ مِقْسَمٍ: أَشْهَدُ عَلَى أَبِيكَ فِي هَذَا الْحَدِيثِ أَنَّهُ قَالَ: وَالْغَرِيقُ شَهِيدٌ
Artinya: “Dari Abu Hurairah, Rasulullah bertanya: ‘Apa yang dimaksud orang yang mati syahid di antara kalian?’ Para sahabat menjawab: ‘Wahai Rasulullah, orang yang meninggal di jalan Allah itulah orang yang mati syahid’. Nabi bersabda: ‘Kalau begitu, sedikit sekali jumlah umatku yang mati syahid’. Para sahabat berkata: ‘Lantas siapakah mereka wahai Rasulullah?’ Nabi bersabda: ‘Barang siapa terbunuh di jalan Allah, maka dialah syahid, dan siapa yang mati di jalan Allah juga syahid, siapa yang mati karena penyakit kolera juga syahid, siapa yang mati karena sakit perut juga syahid’. Ibnu Miqsam berkata: Saya bersaksi atas ayahmu mengenai hadits ini, bahwa Nabi juga berkata: Orang yang meninggal karena tenggelam juga syahid.” (HR Muslim).
Berangkat dari hadits ini, Imam Nawawi (w. 676 H) dalam Syarhun Nawawi ‘ala Muslim Jilid II (Beirut, Darul Ilhya’, 1392 H: 164) menjelaskan bahwa syahid terbagi menjadi tiga kategori. Masing-masing dari tiga kategori tersebut memiliki kriteria dan hukum tersendiri. Berikut detailnya:
- Syahid dunia dan akhirat, yaitu orang yang terbunuh dalam peperangan melawan orang-orang kafir, dengan niat untuk meninggikan kalimat Allah. Kategori syahid ini tidak dimandikan dan tidak dishalatkan, serta mendapatkan pahala khusus di akhirat.
- Syahid di akhirat saja, tetapi tidak menurut hukum dunia. kategori ini seperti orang-orang seperti yang meninggal karena penyakit dalam (mabṭūn), tenggelam, dan lain sebagainya. Mereka tetap wajib dimandikan dan dishalatkan seperti halnya orang meninggal pada umumnya. Akan tetapi mendapatkan pahala khusus di akhirat.
- Syahid menurut hukum dunia saja, tetapi tidak di akhirat, yaitu orang yang terbunuh dalam peperangan melawan orang-orang kafir, tetapi dia berkhianat dengan mengambil harta rampasan secara tidak sah (ghulūl), terbunuh dalam keadaan melarikan diri, atau berperang dengan niat pamer (riya) dan semacamnya. Mereka dikatakan syahid dunia, sehingga tidak wajib dimandikan dan dishalatkan, tetapi tidak mendapatkan pahala di akhirat.
Kategori pertama dan ketiga khusus pada orang yang meninggal dalam peperangan melawan orang kafir harbi. Keduanya sama-sama tidak wajib dimandikan dan dishalatkan, tetapi memiliki kedudukan yang berbeda di akhirat.
Sementara kriteria kategori syahid akhirat saja menurut para ulama adalah setiap orang yang meninggal secara tidak wajar seperti tenggelam, terkena wabah, dan lain semacamnya. Mereka tetap wajib dimandikan dan dishalatkan sebagaimana mestinya.
Imam asy-Syarwani (w. 1301 H) dalam Hasyiah as-Syarwani Jilid III (Beirut, Darul Fikr, 1997: 166) menjelaskan:
(قَوْلُهُ: وَحَرِيقٍ إلَخْ) قَالَ فِي شَرْحِ التَّحْرِيرِ وَالْمَحْدُودِ وَكَتَبَ عَلَيْهِ الْعَلَّامَةُ الشَّوْبَرِيُّ قَالَ شَيْخُنَا ابْنُ عَبْدِ الْحَقِّ فِي تَنْقِيحِ اللُّبَابِ أَوْ حَدًّا وَحَمَلَهُ بَعْضُهُمْ عَلَى مَا إذَا قُتِلَ عَلَى غَيْرِ الْكَيْفِيَّةِ الْمَأْذُونِ
Artinya, “Perkataan ‘dan orang kebakaran seterusnya’ Syekh Zakariya al-Anshari berkata dalam kitab Syarh at-Tahrir dan al-Mahdud dan Syekh Saubari menulis tentang ini, Guru kami Syekh Ibnu Abdil Haq berkata dalam kitab Tanqihil Lubab tentang ini atau tentang batasan dan sebagaian ulama mengarahkannya ketika seseorang meninggal dalam keadaan tidak wajar.”
Berdasarkan kriteria ini, maka orang yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas maka termasuk kategori syahid akhirat karena meninggal secara tidak wajar. Sehingga ia tetap wajib dimandikan dan dishalatkan selayaknya orang meninggal pada umumnya, tetapi di akhirat ia akan mendapatkan pahala mati syahid.
Merujuk pada pendapat Syekh Sulaiman al-Bujairimi (w. 1221 H), yang maksud syahid akhirat adalah mereka akan mendapatkan derajat melebihi dari orang meninggal pada biasanya, akan tetapi derajat tersebut tidak sampai pada derajat orang mati syahid karena berperang dengan orang kafir. Beliau menjelaskan dalam Hasyiah al-Bujairimi Jilid II (Beirut, Darul Fikr, 1995: 280):
ومعنى كونه شهيد الآخرة: أن له رتبة فيها زائدة على غيره، لكن الظاهر أنها لا تبلغ رتبة شهيد المعركة. اهـ
Artinya, “makna seseorang syahid di akhirat adalah bahwa ia akan mendapatkan suatu derajat melebihi orang meninggal pada umumnya, tetapi derajat itu tidak sampai kepada derajat orang yang mati di peperangan.”
Demikian penjelasan terkait kategori syahid bagi orang yang meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Ia akan mendapatkan derajat syahid di akhirat, namun tetap wajib dimandikan dan dishalatkan selayaknya orang meninggal pada umumnya. Wallahu A’lam
Ustadz Bushiri, Pengajar di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan Madura
https://islam.nu.or.id/syariah/meninggal-karena-kecelakaan-lalu-lintas-apakah-syahid-peKQR