Muhammadku Sayangku: Membaca Perasaan-Perasaan Edi dengan Kanjeng Nabi

Di bulan maulid kemarin, tentu umat Islam berusaha bagaimana agar Nabinya berbahagia. Menggelar tasyakuran, menghidupkan sunnah-sunnahnya, dan meneladankan bagaimana Beliau Saw berdakwah. Nabi Muhammad Saw terlahir sebagai yatim, kemudian diasuh oleh ibu susunya sampai usia empat tahun, dan menjelang usianya ke enam, ibu kandungnya Aminah, juga menyusul kewafatan suaminya.

Maka tak salah bila Nabi sangat mempedulikan anak yatim dan menghimbau umatnya agar menjaga keberadaan mereka. Beliau Saw bersabda, “ Aku dan penjamin anak yatim dalam surga”. Dan beliau bersabda demikian dengan mensejajarkan jari telunjuk dan tengahnya, seakan mengukuhkan bahwa antara beliau dan penjamin anak yatim adalah sahabat karib.

Dan sepekan yang lalu, saya mendapat kiriman paket buku berjudul “Muhammadku Sayangku” dari toko buku Main-main. Buku ini adalah buku seri ke-empat karya dari Edi Ah Iyubenu yang rutin beliau garap setiap menjelang bulan Maulid Nabi. Buku tersebut bukanlah buku yang idealnya dicetak untuk dijual, namun memang dibuat untuk dibagikan.

Bagaimana tidak, dengan badrol buku seharga 15 ribu, logika awam tentu dipastikan tak mencapai target laba dari proses produksinya. Jangankan labanya, biaya produksinya saja belum tentu bisa terpenuhi. Maka hemat saya, buku ini memang bukanlah untuk dijual, namun memang untuk dibagi-bagikan begitu saja.

Bandrol harga 15 ribu itu sebenarnya untuk menggait pemasukan dan menampung orang-orang yang mau ikut andil dalam perayaan tasyakuran Maulid Nabi. Sebab, mereka para pecinta Nabi yang tak bisa membikin Maulidan dan tasyakuran bisa ikut meniatkan uang 15 ribu untuk menjemput kebahagiaan bersama dengan datangnya bulan kelahiran Baginda Nabi Saw.

Kiai Edi ini sangatlah dermawan, dan saya termasuk orang yang sangat mengidolakan beliau. Karena kabarnya, beliau dalam bulan maulid nabi ini menggelar pesta pora untuk bersholawat kepada Kanjeng Nabi. Sedemikian bergembiranya, bahkan bisa dipastikan ia bermaulid-ria hampir setiap malam. Setelah itu, dengan senang hati dia membagi-bagikan rezeki kepada setiap orang yang datang di majelisnya: salah satu sunnah Nabi yang mengindikasikan kelapangan hati yang tak terkira.

Baca juga:  Sabilus Salikin (103): Macam-Macam Zikir Tarekat Histiyah (1)

Seperti buku yang dalam seri sebelumnya, buku setebal 172 halaman ini tak lebihnya adalah himpunan pengalaman rohani dibandingkan dinilai sebagai buku yang berisi kisah-kisah yang kering dan narasi-narasi yang membosankan. Karena, bukan hanya saya saja yang baru belum lebih sepekan lalu mengkhatamkan buku ini, banyak dari berbagai kalangan juga merasakan adanya daya tarik energi spritual itu.

Begitu nyata di pelupuk batin penulis buku ini bahwa betapa sangat tidak terbantahkan kalau Sang Nabi Terpilih Saw. merupakan satu-satunya orang agung yang terbesar jasa-jasanya bagi seluruh hamparan kehidupan ini. Tidak terkecuali bagi penullis buku ini yang ditakdirkan kaya secara lahir dan batin, yang ditakdirkan berkecukupan secara materi dan rohani.

Buku “Muhammadku Sayangku” ini sudah memasuki edisi keempat dan buku keempat ini mengambil tajuk “Pesona Sang Aziz, Sang Harish, Sang Rauf, dan Sang Rahim”. Hal ini mengidentifikasi bahwa betapa Allah Swt. menyematkan empat sifat adiluhung  sekaligus dalam diri Kanjeng Nabi.

Sungguh, benar-benar telah datang kepada kalian seorang rasul dari golongan kalian sendiri. Berat baginya penderitaan kalian, (betapa) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, kepada golongan orang-orang mukmin amat belas kasih, dan lagi penyayang (bagi semua golongan).” (QS. At-Taubah). 

Keempat sifat itulah yang coba Edi sampaikan dalam bukunya. Buku ini juga akan agak berbeda dengan seri buku sebelumnya yang lebih memberikan kesan curhatan batin dari pada sebuah refleksi sirah. Walau tak terbendung juga bahwa sebagian dalam buku ini masih ada sisi-sisi curhatnya, namun hadirnya buku ini lebih diperkaya oleh pola sirah Nabi dan para sahabatnya yang mendominasi.

Baca juga:  Sabilus Salikin (59): Wirid Malam Tarekat Ghazaliyah

Dari Pesona Sang Aziz, diceritakan bahwa Nabi adalah suri teladan yang rela menerima penderitaan dan kenestapan dari para sahabat dan ummatnya. Edi memaparkan beberapa kisah pilu yang diterima para sahabat sewaktu masih di Makkah oleh para kafir Qurays. Semua kejadian mengerikan itu membuat kanjeng Nabi Saw. sangat sedih dan pilu. Beliau sangat memberatkan nasib ummatnya ketimbang dengan nasibnya sendiri—‘Azizun ‘alaihi ma ‘anittum. Maka dengan segenap strateginya, Nabi memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke Habasyah yang jauh lebih aman daripada negerinya sendiri.

Nabi dalam Pesona Sang Harish, digambarkan Edi memiliki keuletan dalam berdakwah. Sikap Kanjeng Nabi Saw. tak pernah berubah: sabar, tekun, dan tetap mensyiarkan agama Allah dengan terus-menerus mengajak ummatnya ke dalam pelukan Islam.

Sungguh, fakta-fakta keagungan sirah Kanjeng Nabi Saw. sangat terhampar luas yang memperlihatkan betapa dengan kemurahan hatinya, beliau Saw. senantiasa membukakan kesempatan, pengertian, dan pertolongan kepada siapapun, termasuk yang sedang memusuhinya, agar bisa tergabung ke dalam golongan orang-orang yang beriman dan selamat— Harisun ‘alaikum. (hlm. 33)

Kemudian Nabi dalam Pesona Sang Rauf adalah menunjukkan betapa Nabi sangat belas kasih kepada kaum mukminin, orang-orang yang beriman kepada Allah dan utusan-Nya.

Edi pun mengutip sirah nabawiyah-nya Abu Hasan al-Ali al-Hasani al-Nadwi terkait sikap Nabi ketika ada sahabat yang akan membocorkan rencananya terhadap pembebasan Makkah (Fathu Makkah). Tersebutlah muslim Madinah yang berasal dari Makkah bernama Hatib bin Abi Baltha’ah. Ia diam-diam mengirimkan surat kepada orang Qurays Makkah terkait bocoran rencana tersebut. Hal ini memiliki kemungkinan yang sangat fatal jika hal ini jadi sampai ke telinga mereka.

Baca juga:  Telah Terbit Ensiklopedia Ulama Penulis Kitab Karya Gus Nanal

Agar pembocoran kabar ini tidak terjadi, Nabi memerintahkan kepada Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam untuk menghalaunya. Setelah ditangkap dan diinterogasi cukup lama, Hatib ini mengaku melakukan demikian karena merasa ada beberapa sanak keluarganya yang disana, dan tidak ada orang lain yang bisa melindungi mereka. Ekspresi sebagian sahabat tentu sangat geram dan bahkan Ummar bin Khattab pun ingin menebasnya. Namun berbeda dengan Nabi, beliau justru bersabda, “Sesungguhnya ia telah ikut berperang dalam Badar dan ia pun juga mengakui bahwa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, oleh karena itu Rasul telah memaafkan semua ummat muslim dan mukmin”.

Bil mu’minina rauf— kepada sesama orang mukmin, engkau Sangat Belas Asih.

Hal ini juga senada dengan sifat Nabi dalam Pesona Sang Rahim. Baginda Saw. yang Allah sematkan pangkat “Rahmatan lil ‘alamanin, penebar kasih sayang bagi alam semesta” tiada pernah meneladankan sebuah kekerasan dalam berdakwah. Sekalipun dalam ekspedisi Fathu Makkah yang memiliki kekuatan amat besar tersebut, tak pernah dalam misinya itu untuk memperlihatkan kadar kegarangannya.

Namu sebaliknya, fragmen sejarah mencatat bahwa sekalipun kejadian ini dipicu oleh pengkhiatannya kafir Qurays terhadap perjanjian Hudaibiyah di tahun 6 Hijriah. Nabi dengan entengnya memberi perlindungan kepada mereka yang telah ketakutan itu dan Nabi menyebut hari Fathu Makkah sebagai Yaumul Marhamah, hari kasih sayang. Betap teramat mulia akhlak dan pesonan Nabi Saw., tiada cela sedikitpun baginya.

Identitas Buku

Judul    : Muhammadku Sayangku 4; Pesona Sang ‘Aziz, Sang Harish, Sang Rauf, dan Sang Rahim

Penulis  : Edi AH Iyubenu

Tebal    : 172 halaman

Terbit   : Cetakan pertama, Oktober 2022

Penerbit : DIVA Press

ISBN     : 978-623-293-741-3 

https://alif.id/read/acd/muhammadku-sayangku-membaca-perasaan-perasaan-edi-dengan-kanjeng-nabi-b245940p/