Ngaji Kilatan Bersama Kiai Marzuqi; Mengupas Kitab ‘Inayat al-Muftaqir Karya Syaikh Mahfudz At-Tarmasi

Pada bulan Ramadan kali ini, penulis tabarukan ngaji kilatan kitab bersama guru di kampung penulis sendiri. Adalah Kiai Marzuqi Abdul Bari namanya atau biasa disapa Pak Marzuqi, Kiai yang begitu sederhana dan tidak neko-neko, beliau ini termasuk salah satu pengasuh pondok pesantren di desa penulis, desa yang masyhur disematkan sebagai Desa Santri dan Desa Wisata Religi. Disebut Desa Santri karena di desa itu terdapat banyak pesantren di dalamnya, yakni terbilang 30-an lebih.

Sedangkan disebut Desa Wisata Religi karena di dalamnya terdapat makam waliyullah yang sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Nusantara, yakni Syaikh Ahmad Mutamakkin, wali  yang masyhur akan kisah-kisah karamahnya, maka sudah menjadi keniscayaan kalau tempat tersebut menjadi ikon wisata reliji, banyak para rombongan dari manca daerah yang berbondong-bondong berziarah di maqbaroh beliau dalam rangka ngalap berkah. Desa tersebut ialah Desa Kajen, Margoyoso, Pati.

Kembali ke topik utama, nama pondok pesantren yang beliau Kiai Marzuqi asuh adalah Pondok Pesantren Pesarean Kajen, atau masyarakat setempat menjulukinya dengan sebutan P3K, pondok yang jaraknya tidak jauh dari makam waliyullah Syaikh Ahmad Mutamakkin. Selain menjadi pengasuh, beliau juga seorang ustadz di Madrasah Perguruan Islam Mathali’ul Falah Kajen, Madrasah yang tersohor dengan sebutan Mathole’ dan memiliki taglineTafaqquh Fiddīn, Menuju Insan Sholih Akrom”.

So, tidak perlu panjang lebar, pada kesempatan yang penuh berkah ini, penulis akan menceritakan mengenai kegiatan ramadan tahun ini di kampung penulis sendiri, yakni mengikuti kegiatan balagh ramadan berupa ngaji kilatan kitab bersama Kiai Marzuqi.

Baca juga:  Menelusuri Lokasi Makam Sultan Benawa atau Sayyid Hasyim Lasem

Perlu diketahui, kitab yang dikaji ini bukan karya dari ulama timur tengah, melainkan karya dari ulama Nusantara sendiri, beliau adalah Syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdullah bin Abdul Manan at-Tarmasi al-Jawi al-Makki asy-Syafi’i, salah satu ulama terkemuka pada abad ke-14 dan memiliki pengaruh besar di dunia turats, hal ini dibuktikan dengan produktifitasnya di dalam dunia tulis menulis, karyanya secara keseluruhan terbilang 20 lebih judul kitab yang ditulisnya dengan menggunakan gramatika arab, hampir seluruh pesantren di Indonesia memakai kitabnya sebagai rujukan, bukan hanya pesantren, bahkan universitas ternama di timur tengah tak jarang pula yang memakai kitabnya.

Salah satu kitab karya beliau yang dikaji oleh Kiai Marzuqi pada bulan yang penuh berkah ini ialah kitab yang bertajuk “‘Ināyat al-Muftaqir Bimā Yata’allaqu bi Sayyidina al-Khadir”. Sebuah karya berisi materi sangat menarik yang mengupas tentang polemik seputar sosok Khidir AS, apakah beliau seorang Nabi atau orang saleh (wali), apakah sudah wafat atau masih hidup hingga sekarang.

Sebenarnya kitab ‘Ināyat al-Muftaqir ini bukan murni karya Syaikh Mahfudz, melainkan berisi materi yang disadur dari kitab langkanya Syaikh Ibnu Hajar al-Asqalaniy yang secara khusus membicarakan sosok al-Khidir AS, yaitu kitab yang bertajuk “Al-Ishābah fi Tamyīz ash-Shahābah”. Penjelasan ini beliau tulis sendiri dalam permulaan bukunya (muqaddimah-nya).

Baca juga:  Nasib Penyair di Pasar Ukaz

Syaikh Mahfudz at-Tarmasi dengan bukunya ini mengungkap perbedaan pendapat di antara para ulama beserta menyebutkan dalil-dalilnya secara komprehensif, lalu pada akhir pembahasan beliau memberikan sub bab sendiri yang kurang lebih 9 halaman sebagai simpulan akhir dari beliau, dan dengan berkomentar pendapat manakah yang paling sahih. Pada kesimpulannya ini beliau ingin mengantarkan kita kepada keyakinan bahwa Khidir AS adalah seorang Nabi yang masih hidup hingga sekarang, bahkan sampai akhir zaman sesuai kehendak sang Khaliq.

Jadi jadwal ngaji kilatan kitab oleh Kiai Marzuqi ini dimulai pada hari ke-2 bulan ramadan setelah shalat dzuhur yang bertempat di pondok beliau sendiri, dan selesainya kurang lebih pukul 14:10 WIB. Metode ngajinya seperti umumnya di pondok, yaitu guru membaca dan menerangkan, sedangkan santri memperhatikan dengan seksama sambil memaknai Jawa gandul.

Kegiatan ini dilakukan setiap hari selama ramadan dan alhamdulillah kitab ini khatam pada hari ke-12 ramadan kemarin, memang tidak seperti umumnya pondok-pondok lain yang biasanya sampai 15 hari atau bahkan sampai menginjak 20 hari lebih, mungkin saja karena menyesuaikan kitabnya yang dikaji, karena kitab ini tidak begitu tebal, dan hanya terbilang 53 halaman saja.

Ketika kajian berlangsung, ada sekelumit kisah menarik yang masih penulis ingat sampai saat ini, dan insyaallah tidak akan penulis lupakan. Alkisah, ternyata Nabi Khidir dan Nabi Ilyas AS setiap tahunnya mereka berdua bertemu pada musim tertentu, tepatnya pada musim haji, keduanya ikut melakukan ibadah haji dan diakhiri saling meminta tolong untuk mencukur rambut dengan cara bergantian, dan kisah menariknya ialah ketika keduanya akan berpisah. Jadi ketika hendak berpisah, keduanya saling mendoakan satu sama lain, dan kalimat doanya pun tidak asing ditelinga para santri, kalimat doanya yaitu:

Baca juga:  Agus Sunyoto: Puasa Ramadan Sarana Mencapai Adam Makrifat

بِسْمِ اللهِ مَاشَاءَ اللهُ لَا يَسُوْقُ الْخَيْرَ إلَّا اللهِ

بِسْمِ اللهِ مَاشَاءَ اللهُ لَا يَصْرِفُ السُّوْءَ إلَّا اللهُ

بِسْمِ اللهِ مَاشَاءَ اللهُ مَا كَانَ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ

بِسْمِ اللهِ مَاشَاءَ اللهُ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِا للهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ

Doa ini biasanya menjadi wiridan sehari-hari para santri di pondok, disamping itu doa ini juga termasuk bagian dari bacaan dalam istighosah. Ya meskipun riwayat pada kisah ini banyak timbul pro kontra antar ulama terkait keabsahannya, akan tetapi setidaknya ada hikmah yang dapat diambil. Jadi kalau pembaca yang budiman penasaran dengan keberadaan kisah ini, cek saja di halaman 23.

Akhir kata, semoga ngaji kilatan ini dapat memberikan berkah dan ilmu yang bermanfaat fi ad-dunya wa al-akhirah, terkhusus pada guru penulis, yakni Kiai Marzuqi, penulis sendiri, serta para santri yang ikut nyadong ilmu kepada beliau, dan tak lupa untuk semua pembaca yang budiman. Aamiin.

Bibliografi

Muhammad Mahfudz bin Abdullah bin Abdul Manan at-Tarmasi, ‘Ināyat al-Muftaqir Bimā Yata’allaqu bi Sayyidina al-Khadir, (Sarang: Lajnah Ta’lif wan Nasyr, t.t).

https://alif.id/read/mra/ngaji-kilatan-bersama-kiai-marzuqi-mengupas-kitab-inayat-al-muftaqir-karya-syaikh-mahfudz-at-tarmasi-b247552p/