Laduni.ID, Jakarta – Ibarat perahu, bahtera lautan luas dunia terbentang bukannya berombak tenang. Semakin ke tengah, angin dan badai semakin kuat. Namun, pelaut yang tangguh dan nahkoda yang tangguh, sekali layar terkembang pantang surut ke tepian. Perahu besar itu bernama NU, kini terus mengarungi dunia untuk menyebar maslahah bagi ummat dunia.
Tantangan Nahdlatul Ulama (NU) ke depan adalah bagaimana menjadikan NU mendunia telah lama digulirkan oleh KH Ma’ruf Amin dalam berbagai kesempatan kegiatan NU. Ini menjadi pedoman dan arah NU, agar nilai-nilai NU diterapkan oleh masyarakat Muslim dunia.
“NU saat ini sudah terkenal bukan saja di Indonesia, tapi juga di luar negeri. Bahkan, ada perwakilan NU di sejumlah negara. Karena itu, tantangan NU ke depan, adalah menjadikan paham NU yang diterapkan penduduk muslim di seluruh dunia,” kata KH Ma’ruf Amin.
Menurut Mustasyar PBNU ini, tantangan Indonesia ke depan bagaimana menjadikan NU mendunia. Harapan pada 100 tahun kedua NU, tidak hanya dikenal di dunia tapi diterapkan masyarakat muslim dunia.
Menurut Kiai Ma’ruf, wajar jika NU menargetkan perluasaan organisasi dan paham ke dunia internasional, karena NU sudah menjadi organisasi terbesar se-Indonesia. “NU juga memiliki lambang bola dunia, yang sasarannya agar NU dapat mendunia,” kata mantan Rais Am PBNU ini.
Kiai Ma’ruf menyerahkan tugas menjadikan NU dunia pada generasi muda NU. Ia berharap generasi muda NU mendapat tempaan pendidikan berkualitas dari kader NU senior agar mampu bersaing di dunia internasional.
“Ini tugas generasi mendatang yang kita siapkan,” katanya.
Untuk mencapai target tersebut, ia menekankan agar NU terus memperbaiki diri, sehingga dapat menjadi organisasi berkinerja efektif dan efisien.
Ia juga mengingatkan bahwa Khittah Nahdliyah (garis perjuangan NU) adalah Khittah Nabawiyah (garis perjuangan para nabi), dan Khittah Nabawiyah adalah Khittah Ishlahiyah (garis perjuangan perbaikan).
Gayung pun bersambut, melanjutkan periodesasi PBNU di bawah kepemimpinan KH Said Aqil Siradj, KH Yahya Cholil Staquf, ketua PBNU terpilih menyampaikan pidato pertamanya dalam penutupan Muktamar, Jumat (24/12) menyinggung dua agenda besar PBNU yakni membangun kemandirian warga dan mewujudkan perdamaian dunia.
“Yang pertama adalah agenda membangun kemandirian warga dan yang kedua adalah meningkatkan peran dalam pergulatan Nahdlatul Ulama untuk mendukung perdamaian dunia,” kata Kiai Yahya dalam tayangan YouTube TVNU (Televisi Nahdlatul Ulama).
Dalam dua agenda tersebut, kata Yahya, NU sudah memiliki rintisan-tintisan yang sangat kuat dan berharga.
Selanjutnya, yang diperlukan adalah bagaimana menjahit berbagai macam inisiatif yang sudah dilakukan dalam pengembangan ekonomi rakyat, pemajuan pendidikan, pengembangan layanan kesehatan, dan lainnya menjadi satu agenda nasional. Hal ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup warga NU dan rakyat banyak.
Sementara, dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia, Kiai Yahya mengklaim, NU telah berhasil melakukan berbagai inisiatif yang diapresiasi oleh masyarakat internasional. Langkah berikutnya adalah bagaimana melakukan akselerasi lebih jauh sekaligus melakukan sinergi dengan inisiatif-inisiatif pemerintah.
“Karena apabila kita melihat lanskap dinamika internasional hari ini tidak ada yang memiliki posisi paling tepat untuk berkontribusi bagi perdamaian dunia lebih dari negara kesatuan Republik Indonesia,” kata dia.
Harapan senada juga disampaikan Rois Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmah 2021-2026, KH Miftachul Akhyar berharap agar kiprah NU di dunia global bisa lebih maksimal, sebagaimana tema Muktamar ke-34 NU yaitu Satu Abad NU: Kemandirian dalam Berkhidmat untuk Peradaban Dunia.
“Saya yakin NU akan segera menggapai cita-citanya menuju dunia untuk memberi solusi-solusi kehidupan. Saya percaya dengan Ketua Umum PBNU terpilih yang (juga) memiliki pikiran-pikiran mendunia,” katanya.
Lebih lanjut kiai kelahiran Surabaya, Jawa Timur itu menjelaskan, untuk bisa mencapai cita-cita kemandirian NU, warga nahdliyin harus memiliki karakter mandiri dan tidak mudah terprovokasi oleh kelompok lain.
Kiai Miftach mendasari argumennya dengan mengutip hadits Nabi yang artinya, “Janganlah kalian menjadi orang yang plin-plan dan latah. Kalian mengatakan, Jika orang-orang berbuat baik, kami juga ikut baik. Dan jika mereka berbuat zalim, kami pun ikut zalim’. Namun mantapkanlah jiwa kalian; jika masyarakat berbuat baik, kalian tetap melakukan kebaikan, dan jika mereka melakukan kejahatan, maka jangan ikut berbuat zalim.” (HR At-Tirmidzi)
Ia juga berharap pada periode kepengurusan NU lima tahun ke depan mampu merealisasikan putusan-putusan penting Muktamar kali ini yang ditetapkan dalam sidang-sidang komisi.
Baik di Komisi Bahtsul Masiasil Diniyah Waqi’iyah, Komisi Bahtsul Masiasil Diniyah Maudhu’iyah, Komisi Bahtsul Masiasil Diniyah Qanuniyah, Komisi Organisasi Komisi Program, dan Komisi Rekomendasi.
Selain itu, lanjut Kiai Miftah, untuk bisa memaksimalkan kerja kepengurusan NU ke depan, masing-masing anggota kepengurusan harus kompak dalam menjalankan program-program organisasi.
Dalam kesempatan yang sama, Pengasuh Pesantren Miftachussunnah, Surabaya, Jawa Timur itu menyampaikan banyak terimakasih kepada segenap pihak yang terlibat atas terselenggaranya Muktamar dengan khidmat.
“Karena khidmat yang prima, Muktamar ini bisa terselenggara dengan baik, penuh dengan persaudaraan, keceriaan, kegembiraan, sebagaimana yang kita alami,” imbuhnya.
Sementara tokoh muda NU, KH Maman Imanulhaq mengapresiasi penyelenggaraan Muktamar NU yang berlangsung secara demokratis dan lancar. Meski sedikit diwarnai perdebatan alot hingga sempat memanas, namun, gelaran 5 tahunan NU itu dianggap sukses dan melahirkan nahkoda baru kepengurusan PBNU.
“Usai proses demokrasi yang melelahkan itu, kini saatnya NU melakukan konsolidasi, merapatkan kembali barisan untuk menyongsong satu abad pengabdian NU,” kata pengasuh Ponpes Al Mizan Jatiwangi, Majalengka itu.
Kiai Maman, NU adalah rumah besar, tempat berjuang bersama semua kalangan yang memiliki prinsip ideologi Islam ahlussunah wal jamaah dan memiliki komitmen Keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan.
Menurut Kiai Maman, Gus Yahya setidaknya punya 3 pekerjaan rumah yang tidak mudah dalam memimpin roda organisasi hingga tahun 2026, salah satunya yakni penguatan institusi. Selain itu, di era society 5.0 yang telah berjalan, NU harus menjadi lokomotif untuk melakukan transformasi digital.
Sementara PR lain yang tidak kalah penting, kata Kang Maman, adalah penguatan dan pembenahan manajenen sumber daya manusia (SDM) baik di dalam warga Nahdliyin maupun kepada publik pada umumnya.
“NU tidak hanya sekedar hanya melakukan transformasi digital, tetapi lebih dari itu yakni melakukan penguatan SDM untuk menjawab tantangan zaman,” kata Kiai Maman.
Sesuai dengan tantangan Presiden Joko Widodo yang dikemukakan saat membuka Muktamar NU, KH Yahya Cholil Staquf, menurut Kiai Maman, juga harus mampu menafsirkan serta menjawab harapan Presiden baik di bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan.
Menyinggung transformasi digital, Kiai Maman berharap, manuskrip-mauskrip kuno, kitab-kitab tradisonal segera didigitalisi sehingga NU memiliki e-book yang bisa lebih dimanfaatkan oleh publik.
Sementara di bidang SDM, dengan potensi yang sangat besar dan melimpah, Gus Yahya diharapkan menginventarisir potensi itu dan menempatkannya sesuai bidang dan keahlian yang mereka miliki untuk kemajuan NU demi peradaban dunia yang lebih baik.
Oleh: Aji Setiawan, Demisioner Sekretaris Umum Komisariat PMII KH Wachid Hasyim UII Yogjakarta
Editor: Daniel Simatupang
https://www.laduni.id/post/read/73863/nu-dan-peradaban-dunia-bagian-1.html