Alkisah, terdapat seorang laki-laki yang tinggal di rumah besar dan megah. Sayangnya, sejak lahir dia mengalami kebutaan. Dia memiliki sahabat yang sangat baik dan selalu ada dalam setiap keadaan. Selain itu, dia juga memiliki istri yang setia dan anak-anak yang menghormatinya. Hanya terdapat satu kekurangan dalam hidupnya, yaitu kebutaan. Keinginannya sekarang yaitu bisa melihat semua orang yang disayangi. Dia setiap hari memanjatkan doa kepada Sang Ilahi Robbi.
Seiring berjalannya waktu, dokter di rumah sakit yang biasa dikunjungi menawarkan donor mata yang cocok dengan kornea matanya. Laki-laki tersebut dengan senang hati menerima tawaran si dokter. Singkat cerita, selesai operasi dan kondisi matanya sudah pulih barulah perban matanya dibuka. Sosok pertama kali yang dilihatnya adalah laki-laki berjas putih dengan senter yang bertengger di tangannya dia adalah seorang dokter. Di sampingnya terdapat wanita berparas cantik, berkulit kuning langsat, semampai, dia yakin itu adalah istrinya. Di sebelahnya terdapat juga laki-laki berbadan tegap yang dikenal sebagai sahabat karibnya. Laki-laki tersebut sangat bahagia atas kenikmatan Allah yang telah diberikan kepadanya.
Pada suatu hari, ada kejadian menjanggal. Dia menemukan sahabatnya sedang duduk berdekatan dan bersenda gurau dengan istri setianya. Selain itu, dia juga mendapati anak-anaknya yang selalu menghormati dirinya ternyata anak-anak tersebut yang selama ini sudah mencuri uang yang ada di brankas ayahnya. Dia kecewa dengan realitas yang ada. Pada akhirnya dia memutuskan untuk membuat matanya kembali buta.
Ketika buta, dia merasakan sebuah kebahagiaan. Lalu di saat seperti apakah ia merasakan sebuah kebahagiaan? Apakah itu ketika ia memiliki kemampuan melihat seperti orang pada umumnya atau ia akan bahagia ketika dia buta?
Kebahagiaan merupakan obsesi dan ambisi yang selalu dikejar oleh semua orang. Kebahagiaan adalah hal yang abstrak, sama halnya dengan cinta. Keduanya dapat dirasakan tetapi sulit didefinisikan apa itu bahagia, apa itu cinta.
Bahagia merupakan perasaan senang dalam lubuk hati, ada rasa syukur atas segala kenikmatan yang diberikan Allah dan terdapat rasa kepuasan tersendiri. Setiap manusia memiliki tujuan hidup untuk mencapai kebahagiaannya baik melalui cara yang halal ataupun haram. Namun orang yang memiliki iman kuat pasti akan memilih cara yang halal.
Perlu digaris bawahi bahwa setiap orang memiliki cara pandang dan standar masing-masing terhadap kepuasan rasa bahagia, yang mana pasti berbeda-beda. Sebagian orang memberikan makna bahagia apabila mempunyai kesempurnaan fisik; badan tinggi, berkulit putih, semampai, wajah glowing, selain itu juga bergelimang harta, dan puncak tertinggi adalah dihormati orang lain dengan memiliki kedudukan yang tinggi, seperti kepala desa, kepala sekolah dan lain-lain.
Porsi masing-masing orang dalam mencapai kata bahagia sangat beragam. Masing-masing memiliki cara pandang yang berbeda antara satu dengan lainnya dan perbedaan tersebut tidak bisa disalahkan bahkan dihakimi.
Lantas…..
مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ؟ مَنْ أَسْعَدَ النَّاسَ مِنْ أَسْعَدِالنَّاسِ
Siapakah orang yang paling bahagia?
Dia adalah orang yang membahagiakan orang lain.
Terdengar sederhana namun sangat sulit diaplikasikan di kehidupan nyata. Membahagiakan orang lain dapat diartikan sebagai upaya atau cara kita memberikan kesan yang bermakna namun juga menyenangkan hatinya. Ada banyak hal yang bisa dicontohkan misalnya memberikan teman sebuah hadiah. Meskipun tidak mahal namun arti keikhlasan dan ukhuwah insaniyah lah yang tak bisa ditandingkan. Selain memberikan teman sebuah hadiah, kita juga bisa membahagiakan orang lain dengan cara menolongnya. Misalnya saja ketika di pinggiran jalan, terdapat orang yang kesusahan maka kita bisa menolongnya.
Sering kita menjumpai orang-orang yang ada di pinggir jalan, mereka meminta-minta atau biasa disebut dengan pengemis karena memang sedang kekurangan harta, mereka sering mengalami kelaparan. Terkadang sehari pun mereka belum tentu bisa makan, kemungkinan karenanya fisik yang sudah renta dan tidak ada pilihan jalan lain kecuali dengan meminta-minta. Sebenarnya yang harus kita lakukan adalah dengan memberinya sedikit rezeki baik itu berupa uang, makanan atau sebagainya.
Pada dasarnya, membahagiakan orang lain menjadi salah satu hal terindah yang dengan mudah dapat kita lakukan. Hanya saja apakah kita mau membahagiakan orang lain ataukah masih berat untuk membahagiakan orang lain. Semua pilihan ada pada masing-masing individu.
Allah berfirman dalam Q.S Al-Baqarah ayat 155
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
Kehidupan manusia memang penuh cobaan dan Allah pasti akan menguji hambanya untuk mengetahui kualitas keimanan seseorang dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Maka sikap bersabarlah yang perlu diwujudkan dalam menghadapi cobaan tersebut.
Sebagaimana kisah yang sudah dipaparkan di awal bahwasanya standar bahagia itu yang menciptakan diri kita sendiri dan orang lain juga berhak atas kebahagian yang kita miliki, misalnya dengan gemar berbagi rezeki yang kita punya kepada orang yang membutuhkan. Kebahagiaan berasal dari diri kita sendiri dan sesungguhnya orang yang merasa paling bahagia adalah orang yang mampu membahagiakan orang lain. So, marilah kita Fastabiqul Khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan untuk mencari ridho-Nya.
Pilihan Redaksi
https://alif.id/read/usz/orang-mencari-kunci-kebahagiaan-al-quran-menjawabnya-b246300p/