Wilayah Mesir tidak habis-habis memiliki peradaban tersendiri setiap masanya, mulai dari era Mesir Kuno, era klasik Islam hingga awal abad pertengahan, namun mengalami kemunduran signifikan sembari era kelemahan Islam mulai memudar sejak kolonialiasasi barat terhadap wilayah-wilayah mayoritas Islam dimulai sejak abad ke-17 termasuk wilayah Mesir sempat dikuasai oleh Perancis masa Napoleon Bonaparte pada abad ke-18.
Kedatangan Napoleon Banaparte ke Mesir ketika terjadi perselisihan dalam internal Dinasti Mamluk untuk mendapatkan kekuasaan Mesir terus berlanjut hingga datang secara tak terduga dan seolah-olah tidak dari mana pun satu kekuatan asing, penakluk hebat mendarat di Iskandariyah pada Juli 1798, dia adalah Napoleon Bonaparte (Hitti, 2008, hlm. 924).
Penaklukkan Napoleon di Mesir (1798-1801) merusak tatanan yang telah berumur 300 tahun itu, dan menempatkan provinsi-provinsi Mesir yang rentan dan tidak siap ke dalam sistem politik global yang didominasi oleh Barat. Bangsa Mesir menghadapi Barat dalam posisi yang secara material sangat lemah.
Pada tahap-tahap terakhir kekuasaan Dinasti Turki Utsmani, provinsi-provinsi Mesir memasuki periode kemunduran yang hebat. Karena sibuk mempertahankan wilayah-wilayahnya di Eropa yang memberinya banyak kekuatan sehingga mengabaikan Mesir dan pusat tanah Arab lainnya. Despotisme lokal tumbuh subur di negeri-negeri Arab, dan ekonomi tengelam ke tingkat bertahan hidup karena melemahnya kekuatan kesultanan.
Di tengah kekacauan setelah serangan Napoleon Bonaparte, ada sosok pejuang hingga membuat Mesir menjadi modern dan lepas kendali dari Perancis, dia adalah Muhammad Ali Pasya. Ulama berperan penting dalam berkuasanya Muhammad Ali Pasha dari 1804-1841. Muhammad Ali Pasya adalah seorang pejabat berkebangsaan Albania yang mendirikan pondasi Mesir modern dan dinasti yang berkuasa hingga 1952.
Ulama yang dianggap sebagai pemimpin alamiyah negeri ini, mendukung Ali Pasya asalkan bersedia memerintah melalui musyawarah dengan mereka. Ketika Ali Pasya sepakat, ulama memobilisasi penduduk Kairo untuk menentang gubernur Mesir era Dinasti Turki Utsmani, yang berhasil meminta sultannya untuk mengesahkan Muhammad Ali Pasya sebagai Gubernur Mesir yang baru pada 1805 (Fuad 2016, 199).
Penguasa baru Mesir yang enerjik itu berupaya mengubah negara yang terbelakang, yang ekonominya sekadar pertahanan hidup, menjadi negara yang cukup kuat untuk mengahadapi serangan selanjutnya dari eropa dan cukup kuat mempertahankan kemerdekaan de facto-nya dari Dinasti Turki Utsmani. Tidak hanya itu, Muhammad Ali Pasya mampu membangkitkan kekuatan militer yang sebelumnya telah diporak-porandakan Eropa.
Muhammad Ali Pasya juga berperan penting untuk mengusir Napoleon Bonaparte dari negara Mesir. Setelah ia ditunjuk sebagai gubernur baru di wilayah Mesir, namun tetap berada dalam naungan Dinasti Turki Utsmani. Sejarah Mesir pada paruh pertama abad ke-19 sebenarnya adalah sejarah tentang orang satu ini yang mendirikan “Dinasti Pasya” nya hingga berkuasa tahun 1952, Muhammad Ali Pasya layak disebut sebagai bapak Mesir zaman modern.
Muhammad Ali Pasya berdiri tegak baik dalam keadaan damai maupun perang dengan mengambil alih semua kekuasaan daerah ke dalam genggamannya, kemudian mempercayakannya kepada para pejabat yang dekat dengannya. Muhammad Ali Pasya menjadi pemilik tunggal negara ini, memonopoli dagang dalam negeri, pengusaha dan kontraktor, dia adalah penggerak pertama nasionalisasi di tanah Arab (Hitti, 2008, hlm. 925).
Gebrakan ide reforasi militer Muhammad Ali Pasya dengan mengundang berbagai misi militer maupun pendidikan untuk melatih orang-orangnya dan mengirim misi-misi pribumi untuk belajar militer di Eropa. Catatan sejarah menunjukkan bahwa antara 1813 sampai 1849, ada tiga ratus sebelas mahasiswa Mesir yang dikirim ke Italia, Perancis, Inggris dan Austria atas biaya pemerintah yang mencapai 273.360 Euro.
Secara istimewa pula bagi para mahasiswa Mesir di Perancis pada bagian Kota Paris, ada sebuah rumah khusus didirikan untuk kepentingan mahasiswa-mahasiswa ini. Subjek-subjek pelajaran yang secara khusus dipelajari oleh militer dan angkatan laut, teknik mesin, kedokteran, farmasi, kesenian, dan kerajinan (Hitti, 2008, hlm. 926).
Serangan militer kedua telah mengibarkan bendera kemenangan Mesir pada 1820 di Sudan Timur (al-Nubah) pada masa pemerintahan Muhammad Ali Pasya. Pada ekspedisi militer yang ketiga angkatan darat dan angkatan laut Mesir bekerja sama dengan kekuatan pasukan Dinasti Turki Utsmani untuk berperang melawan Yunani. Namun, armada Turki-Mesir dihancurkan di Navarino pada 20 Oktober 1827 oleh armada gabungan Inggris-Perancis-Rusia dari 782 buah kapal, hanya 29 kapal yang tersisa (Hitti, 2008, hlm. 928).
Mesir mulai terpisah dari Dinasti Utsmani semenjak Muhammad Ali Pasha dan keluarganya menjadi penguasa Mesir. Ikatan Mesir dengan dinasti hanya sebatas formalitas. Lalu, setelah kolonialisme Inggris datang, tidak ada ikatan apa-apa lagi antara Mesir dan Dinasti Utsmani (Ibrahim & Saleh, 2014, hlm. 996).
Melihat keberhasilan pembangunan kekuatan militer Mesir, dan juga keberhasilan basis industri yang melatarbelakanginya, Inggris mulai menunjukkan intimidasi terhadap Mesir. Intimidasi ini berpuncak pada peperangan angkatan laut yang dramatis di Iskandariah, dan Muhammad Ali Pasya akhirnya mengaku kalah dengan menandatangani Perjanjian London 1840.
Eropa sepanjang abad ke-19 berhasil menjajah Mesir. Sejarah konvensional menunjukkan dua strategi mendasar perlawanan Mesir terhadap kolonialisme, yang pertama, nasionalis sekular. Dan yang kedua, reformis Islam. Walaupun pada tataran prakteknya, keduanya merasakan solidaritas terkuat ketika berjuang bersama para ulama, terutama terkait problematika kebangsaan (Fuad 2016, 200).
Dengan demikian peran dari Muhammad Ali Pasya sangat signifikan dalam mempertahankan Islam di wilayah Mesir dengan gebrakan-gebrakan baru dalam dunia Islam. Dia memposisikan diri sebagai orang adaptif terhadap ide-ide barat sehingga masyarakatnya ikut dalam modernisasi ala barat. Bahkan dia pula mampu mengindependensika Mesir hingga lepas dari teritorial Dinasti Turki Utsmani, akan tetapi tidak bertahan lama karena Inggris melakukan penjajahan terhadap Mesir hingga selepas kematiannya.
https://alif.id/read/jsp/pelopor-modernisasi-mesir-pasca-kolonial-perancis-b246556p/