Pembagian Rezeki dan Rahasia Tawakal

Laduni.ID, Jakarta – Bekerja dan berusaha adalah ikhtiar wajib bagi seorang hamba. Namun, kita juga wajib bertawakal secara total, dengan keyakinan penuh kepada Allah SWT. Menurut Imam Al-Ghazali, tawakal itu digunakan dalam tiga tempat:

1. Tawakal kepada keputusan Allah. Maksudnya, harus memiliki keyakinan penuh dan merasa puas dengan keputusan apa pun dari Allah. Hukum Allah tak akan berubah, seperti yang tercantum dalam Al-Quran dan hadis.

2. Tawakal kepada pertolongan Allah. Yang artinya harus bersandar dan percaya penuh pada pertolongan Allah Azza wa Jalla. Jika kita menyandarkan diri pada pertolongan Allah dalam dakwah dan perjuangan bagi agama Allah, maka Allah pasti akan menolong kita.

3. Tawakal berkaitan dengan pembagian rezeki yang diberikan oleh Allah. Artinya kita harus yakin bahwa Allah Azza wa Jalla akan mencukupi nafkah dan keperluan kita sehari-hari.

Rasulullah SAW bersabda, “JIka kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal kepada-Nya, niscaya Dia akan memberimu rezeki sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung. Burung itu keluar dari sarangnya di pagi hari dalam keadaan perut yang kosong dan pulang di sore hari dalam keadaan perut terisi penuh.” (HR Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)

Allah SWT juga berfirman, “Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS Ath-Thalaq: 3)

Imam Al-Ghazali mengatakan, “Rezeki itu ada empat macam, yakni rezeki yang dijamin, rezeki yang dibagikan, rezeki yang dimiliki, dan rezeki yang dijanjikan oleh Allah SWT.

Pertama, rezeki yang dijamin merujuk kepada makanan dan segala apa yang menopang tubuh dan jiwa kita. Jenis rezeki seperti ini tak terkait dengan sumber-sumber lainnya di dunia. Jaminan terhadap rezeki jenis ini datang dari Allah Ta’ala. Maka, bertawakal terhadap rezeki jenis ini wajib berdasarkan dalil aqli dan syar’i. Sebab, Allah telah membebankan kita untuk mengabdi kepada-Nya dan mentaati-Nya dengan tubuh kita. Dia pasti telah menjamin apa-apa yang menjadi sumber energi bagi sel-sel tubuh kita agar kita dapat melaksanakan apa yang telah diperintahkan-Nya.

Kedua, rezeki yang dibagi adalah apa yang telah dibagikan oleh Allah dan telah tertulis di Lauwhun Mahfuzh secara detail. Masing-masing dibagikan sesuai dengan kadar yang telah ditentukan dan waktu yang telah ditetapkan, tidak lebih dan tidak kurang, tidak maju dan tidak mundur dari apa yang tertulis itu.

Rasulullah SAW bersabda, “Rezeki itu telah dibagikan dan kemudian telah diberikan semuanya. Tidaklah ketakwaan seseorang dapat menambahkannya dan tidak pula kejahatan orang yang berlaku jahat dapat menguranginya.”

Sedangkan yang ketiga rezeki yang dimiliki adalah harta benda dunia yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan oleh Allah untuk dia miliki. Dan ini termasuk rezeki dari Allah. Allah berfirman, “Belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu.” (QS Al-Baqarah 2: 254).

Adapun yang keempat, rezeki yang dijanjikan adalah segala apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya yang bertakwa dengan syarat ketakwaan, sebagai rezeki yang halal, tanpa didahului oleh usaha yang bersusah payah. Sebagaimana firman Allah SWT, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan bagianya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka.” (QS Ath-Thalaq : 2-3)

Sumber: Kitab Minhajul ‘Abidin karya Imam Al-Ghazali

https://www.laduni.id/post/read/81052/pembagian-rezeki-dan-rahasia-tawakal.html