Laduni.ID Jakarta – Akad nikah memang sakral. Saya bukannya hendak menghilangkan sakralitas itu. Namun karena mempelai pria di depan saya ini sangat tegang sedari duduk di hadapan saya, maka saya upayakan rileks.
Baca Juga: Calon Pengantin yang Mengidap Penyakit HIV/AIDS
Ketika semua hadirin tidak terlihat senyumnya, serba menutup wajah dengan masker, mungkin juga takut salah mengucapkan ijab kabul, maka saya ajak bercanda. Ternyata mahasiswa lulusan S2 UI ini terkekeh-kekeh dan tidak canggung menjawab setelah saya akad. Memangnya saya candai apa? Rahasia dong. Sampai tangan saya menjabat lagi untuk mengakad para jomblo lainnya.
Kembali ke tema pembahasan dalam judul. Apa betul bahwa manten baru boleh tidak jumatan?
Dalam Fikih klasik ada istilah Ayyam Zifaf, semacam honeymoon. Suami dan istri menjalani masa-masa bersama. Hal ini berdasarkan riwayat:
ﻗﺎﻝ: «اﻟﺴﻨﺔ ﺇﺫا ﺗﺰﻭﺝ اﻟﺒﻜﺮ ﺃﻗﺎﻡ ﻋﻨﺪﻫﺎ ﺳﺒﻌﺎ، ﻭﺇﺫا ﺗﺰﻭﺝ اﻟﺜﻴﺐ ﺃﻗﺎﻡ ﻋﻨﺪﻫﺎ ﺛﻼﺛﺎ»
Anas berkata: “Sunah bagi seorang laki-laki yang menikah dengan perawan untuk bersamanya selama 7 hari. Jika menikah dengan janda maka 3 hari” (Sahih al-Bukhari)
Memang ditemukan pendapat dari Mazhab Hambali, seperti yang disampaikan Syekh Mardawi:
ﻗﺎﻝ اﺑﻦ ﻋﻘﻴﻞ ﻓﻲ اﻟﻤﻔﺮﺩاﺕ: ﺗﺴﻘﻂ اﻟﺠﻤﻌﺔ ﺑﺃﻳﺴﺮ ﻋﺬﺭ، ﻛﻤﻦ ﻟﻪ ﻋﺮﻭﺱ
Ibnu Aqil berkata dalam Mufradat bahwa salat Jumat bisa gugur kewajibannya karena ada uzur paling ringan, seperti manten baru (Inshaf, 2/303)
Baca Juga: Sahkah Akad Nikahnya Pengantin Laki-Laki yang Belum Sunat?
Tetapi saya tidak menyarankan untuk menggunakan dispensasi ini. Sebab jika sampai tidak jumatan saya kuatir pintu kamarnya akan digedor sama mertuanya.
Oleh: Ustad Ma’ruf Khozin
https://www.laduni.id/post/read/72175/pengantin-baru-tidak-jumatan.html