Oleh Masyhari
Menulis termasuk giat berbasis keterampilan yang cukup rumit dan aneh. Bagi sebagian orang, menulis itu hal yang mudah dilakukan, kapan saja dan di mana saja. Bagi sebagian yang lain, menulis dianggap hal sulit, merangkai kata demi kata membentuk makna.
Anang YB dan Jubilee Enterprise dalam buku bertajuk Otak Cemerlang dan Hati Riang Berkat Gaya Menulis Freewriting (2015) menyebutkan 9 poin halangan yang dapat memenjara seorang penulis, bahkan termasuk penulis kawakan sekali pun. Angka 9 itu bukan batasan, tapi bisa jadi jumlahnya bisa lebih atau kurang, tergantung masing-masing orang.
Apa saja penjara itu? 9 penjara yang dimaksud adalah referensi, kepandaian, aturan menulis, paragraf, lingkungan menulis, waktu, rendah diri, selera, dan mood. Mari kita bahas satu persatu penjara tersebut.
Referensi bisa menjadi penjara yang menghalangi seorang penulis, khususnya jika ia seorang siswa, mahasiswa, dosen, jurnalis, pegawai, dan lain sebagainya.
Bagaimana tulisan akan berkualitas, jika tulisan tidak disertai referensi yang memuat data atau teori yang memperkuat pendapat dan argumentasi.
Maka, solusinya adalah tinggal buka referensi, perbanyak membaca. Referensi pada era kini tentu tidak hanya berupa buku cetak. Pada era digital ini, untuk mendapatkan referensi tulisan sangatlah mudah, tinggal buka gawai bermodal kuota internet, dan jutaan referensi tersedia sesuai dengan kata kunci yang kita ketikkan.
Maka, referensi tidak lagi menjadi penjara yang menghalangi kita untuk menulis.
Namun, ada satu hal yang harus diwaspadai dalam hal ini, yaitu jebakan plagiasi. Karena kemudahan teknologi, kita akhirnya copas, dan malas melakukan parafasa terhadap kutipan. Parafrasa berarti mengungkapkan kembali hasil bacaan dengan kalimat kita sendiri, tanpa mengubah makna yang terkandung di dalamnya. Tentunya, masih tetap menyebutkan penulis asli bacaan tersebut.
Penjara kedua yaitu kepandaian. Maksudnya, karena terlampau pintar, akhirnya ekspektasi terhadap tulisan yang dibuatnya terlampau tinggi.
Maka, ia tidak juga menulis, karena kuatir tulisan yang dibuatnya tidak bagus, jika hanya begini dan begitu. Alhasil, ia tidak akan mulai menulis, karena kuatir dibuli atau dimaki.
Padahal, tulisan yang baik adalah tulisan yang selesai ditulis. Sebab, bukanlah tulisan jika belum ditulis, sebagus apa pun idenya.
Nah, hal berikutnya yaitu ide. Orang pintar biasanya banyak idenya. Satu ide belum ditulis sudah muncul ide berikutnya. Akhirnya, ide demi ide menumpuk, tapi tak satu pun yang sudah dituliskannya.
Maka, ketika mendapatkan satu ide, segera tuliskan dan selesaikan. Jika belum selesai satu ide dituliskan, jangan mulai dengan menulis ide lainnya. Tapi selesaikan satu tulisan tersebut, satu persatu. Ide lainnya cukup dimasukkan dalam daftar antrean.
Penjara ketiga yaitu aturan dalam menulis. Kita bahas yang satu ini dalam tulisan berikutnya.
Bus Harapan Kita, 23/12/2023