Perbedaan Wudhu Syariat dan Tarekat Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jilani

Syekh Abdul Qadir Al-Jilani menulis sebuah karya ilmiah yang diberi judul Sirrul Asrar (rahasia dibalik rahasia) dalam karyanya tersebut beliau mengulas tentang berbagai macam perbedaan ibadahnya ahli syariat dan ibadahnya ahli tarekat. Mulai dari perbedaan bersuci, shalat, zakat, puasa, haji, dan lain sebagainya.

Perbedaan ibadah ahli syariat dan ahli tarekat oleh Syekh Abdul Qadir Al-Jilani diulas secara ringkas dan mudah untuk dipahami, dan diantara ulasannya yaitu, perbedaan antara bersucinya ahli syariat dan ahli tarekat. Menurut penuturan Syekh Abdu Qadir Al-Jilani dalam karyanya Sirrul Asrar di fasal yang ketiga belas (Juz, 1, Hlm. 102) bahwasannya bersuci itu ada dua bagian. Pertama, bersuci secara zahir. Kedua, bersuci secara batin.

Yang dimaksud bersuci secara zahir yaitu, bersuci dengan menggunakan air, seperti berwudhu, mandi, dan mencuci pakaian yang kotor. Sedangkan bersuci secara batin yaitu, dengan bertaubat, talqin tarekat kepada mursyid, menyucikan hati dari segala penyakit hati, dan menjalankan suluk para ahli tarekat.

Secara garis besar perbedaan wudhu syariat dan wudhu tarekat, bahwa wudhu syariat itu memakai air dengan tatacara, berniat, membasuh muka, membasuh kedua tangan, mengusap kepala, membasuh kedua kali, dan tartib. Sedangkan wudhu tarekat yaitu, mengerjakan perbuatan yang terpuji dan berakhlak mulia.

Baca juga:  Kisah Aisyah yang Selalu di Hati Nabi

Apabila telah batal wudhu syariat karena disebabkan keluar kotoran atau sesuatu yang najis, maka wajib baginya untuk berwudhu kembali supaya ia suci kembali dan bisa melakukan berbagai rankaian ibadah, seperti sholat, membaca Al-Qur’an dan lain sebagainya. Rasulullah SAW bersabda:

لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَا وُضُوْءَ لَهُ، وَلَا وُضُوْءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللهِ عَلَيْهِ.

Artinya: “Tidak sah shalat bagi orang yang tidak berwudlu, dan tidak ada (kesempurnaan) wudlu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah padanya.” (HR. Ahmad)

Dan Apabila telah batal wudhu tarekat, yang disebabkan karena melakukan perbuatan tercela atau karena ahklaknya buruk, seperti, sombong, iri, dengki, ghibah, berbohong dan berhianat. Adapun ulasan berhianat itu lebih luas pengertiannya, seperti, hianatnya mata, kedua tangan, kedua kaki, dan kedua telinga, seperti yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW:

الْعَيْنَانِ تَزْنِيَانِ وَالْيَدَانِ تَزْنِيَانِ وَالرِّجْلَانِ تَزْنِيَانِ وَالْفَرْجُ يَزْنِي

Artinya: “Kedua mata dapat berzina, kedua tangan dapat berzina, kedua kaki dapat melakukan zina dan kemaluan juga dapat berzina.” (HR. Ahmad: 3717)

Untuk memperbarui wudhu tarekat yang sudah batal, maka harus memperbaruinya dengan bertaubat dari segala hal yang buruk yang pernah dilakukannya, merasa menyesal, dan beristighfar meminta ampunan kepada Allah SWT.

Baca juga:  Zaid Bin Haritsah: Laki-laki Kecintaan Nabi

Wudhu syariat sewaktu-waktu bisa batal karena sebab-sebab batalnya wudhu yang telah kita ketahui bersama dalam ilmu syariat. Sedangkan wudhu tarekat selamanya tidak akan batal, siang sampai malam terus bersambung selama ia masih hidup di dunia.

Dari pemaparan di atas kita dapat mengetahui bersama perbedaan antara wudhunya ahli zahir atau ahli syariat, dan wudhunya ahli batin atau ahli tarekat. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam Bissawab.

Katalog Buku Alif.ID

https://alif.id/read/hosi/perbedaan-wudhu-syariat-dan-tarekat-menurut-syekh-abdul-qadir-al-jilan-b246862p/