Selasa malam (29/8) di Grand Keisha Resto & Coffee Pekalongan terlihat parkiran sepeda motor yang penuh sesak dan lalu lalang kendaraan yang sangat padat. Jamaah pengajian yang kebanyakan anak muda ini sepertinya sudah rindu dengan kehadiran Habib Husein Ja’far Al Hadar.
Ya, malam itu, MATAN, organisasi mahasiswa bentukan jam’iyyah Ahlith Thoriqoh al-Mu’tabaroh an-Nahdliyyah (JATMAN), mengadakan acara yang mengundang Habib Husein. Acara yang direncanakan dalam hitungan jam tersebut sempat menjadi sentilan habib, “Dari seluruh dunia kumpul di sana (forum muktamar sufi), Anda bangga dengan ketersesatannya malah di sini (kafe),” sontak mengundang riuh jamaah.
Pada malam itu, Habib Husein menyampaikan beberapa poin yang menarik untuk menjadi catatan bersama, terutama untuk kalangan anak muda.
Pertama, punyai rasa empati dengan saudara kita yang berbeda keyakinan. Sebagaimana yang diketahui bersama, bahwa acara pada malam itu sangat penuh, diluar prediksi panitia. “Ini kalau bukan acaranya orang Islam pasti dibubarkan, karena tidak ada ijinnya. Oleh karenanya, ketika kita saat ngaji mendapatkan kenyamanan, maka kita juga harus melindungi siapa saja umat beragama yang mau melakukan ibadah.”
Kedua, di tengah gemerlapnya dunia sekarang ini belajarlah tasawuf pada bab zuhud. Kata habib, “zuhud itu bukan anti dunia, dunia hanya sebagai jembatan menuju akhirat. Intinya dunia bukan nomor satu”. Kita tahu, bahwa dalam tasawuf ada bab yang membahas tentang zuhud. Zuhud itu semacam tahapan yang dilalui oleh ulama sufi atau tasawuf. Oleh sebagian orang dipahami bahwa zuhud itu anti dunia babarblas, menjauhkan diri dari hal ihwal duniawi.
Ketiga, Islam unggul itu bukan karena jumlahnya yang besar, namun lebih ke kualitasnya. Habib menyitir dalil dari Alquran yang sering mengkritik jumlah yang besar dengan ayat, bal aktsaruhum laa ya’lamun, aktsaruhum laa ya’qilun. Kebanyakan dari kamu semua itu ndak paham, ora dongan, dan ndak punya akal, ora ngutek. Kritik Alqur’an di sini untuk mengingatkan kita semua, bukan untuk mendiskriminasi.
Keempat, perhatikanlah rukun Ihsan karena menjadi dasar dari ajaran tasawuf. Dalam ajaran Islam itu ada tiga aspek rukun: Rukun Islam, Rukun Iman, dan Rukun Ihsan. Namun rukun yang ketiga ini seringkali dilupakan dan tidak populer. Guyonannya habib, mengapa ada tiga rukun dalam Islam? Ya karena umat islam itu sering tidak rukun.
Nah, bahkan rukun Ihsan seringkali tidak tersentuh di sekolah-sekolah, kebanyakan berkutat pada rukun Islam dan rukun Iman. Lalu habib mengisahkan hadis nabi yang sangat cukup populer tentang dialog Malaikat Jibril dengan Nabi Saw. Setahu saya, di kitab Arba’in Nawawi ada hadis tersebut.
Dalam hadis tersebut dikatakan bahwa Rukun Ihsan adalah “anta’budallah kaannaka yarooka”. Beribadahlah kepada Allah yang seakan-akan kamu melihatNya dan diawasi olehNya. Nah, rukun Ihsan ini yang kemudian kemudian melahirkan tasawuf. Ihsan juga menjadi ruh pada iman dan islam.
Habib mengingatkan, bahwa iman kita itu seringkali kokoh dan cosplay ketika banyak orang, tapi rapuh dalam kesendirian, contohnya di medsos sering pamer kalau sedang beribadah, lalu dikit-dikit ndalil. Contohnya, kalau sholat sedang ada makmumnya, surat yang dibaca panjang-panjang, tetapi kalau sedang sendirian surat yang dibaca Al-Ikhlas. Iman kita itu berbasis pada pencitraan.
Kelima, tasawuf mampu menjadi benteng atau solusi atas problem sosial anak muda jaman now. Seperti mental illnes, stres, dan depresi yang banyak dihadapi anak muda saat ini, bahkan yang lebih parah lagi hingga mengakhiri hidupnya. Na’udzubillah.
Nah, tasawuf bisa menjadi obat bagi hati yang sedang bermasalah. Caranya adalah dengan mengingat Allah, berdzikir kepadaNya. Ala bidzikrillahhi tathma’innul quluub. Kata habib, mengingat Allah itu obat terbaik bagi diri kita. Dan Allah itu khoirul khafidzin, penjagaanNya melebihi ibu dan diri kita sendiri.
Keenam, selain mampu menjadi media kedalam (diri kita), tasawuf juga menjadi media keluar (lebih khususnya tentang keislaman). Kata habib, Islam itu sering kali dianggap agama hukum, yang dikit-dikit haram dan yang halal harus ada stempelnya. Nah, kritik habib, islam sering menonjol pada aspek fikihnya saja tetapi kurang aspek tasawuf.
Dalam fenomena sosial habib menyoroti yang pertama bahwa kita menghadapi kelompok yang semangat beragama hanya pada aspek ritualnya saja. Seperti semangat atau berlomba-lomba dalam melaksanakan ibadah haji dan umroh, berkali-kali. Kedua, ada gerakan anak muda menjadi ateis dan agnostik, yang saat ini menjamur di wilayah Timur Tengah. Habib menjelaskan bahwa mereka ini adalah kelompok yang capek dengan agama, karena agama seringkali dipolitisasi untuk urusan duniawi, kekuasaan. Agama yang harusnya menjadi pemersatu malah menjadi pemecah belah.
Oleh sebab itu, habib menyerukan bahwa anak-anak milenial untuk belajar agama dan tasawuf ini dengan baik. Kita mengenal istilah tasawuf akhlaki, yang mendidik kita dengan akhlak dan keteladanan, serta amaliah-amaliah yang baik. Kita juga mengenal tasawuf falsafi, yang membukukan aspek filosofis dalam tasawuf, kenapa kita harus salat, kenapa kita wajib berpuasa, kenapa harus zakat, dan kenapa kita melakukan ritual haji, dan lain sebagainya. Dengan begitu orang tertarik pada agama, karena sisi aspek spiritualisnya dan rasionalitasnya.
Itulah dakwah yang selama ini dipraktikkan oleh habib yang meniru kanjeng nabi, hingga bisa diterima oleh kalangan manapun bahkan yang berbeda keyakinan dengannya. Merangkul umat dengan tasawuf.
Sehat selalu ya bib. Malam itu sungguh menjadi recharging dan tombo kangen saya.