Ada beberapa buku atau kitab yang dijadikan sebagai rujukan terlepas dari kitab-kitab aurad, hizib-hizib dari guru tarekat. Yaitu kitab-kitab untuk mendalami ilmu hikmah yang populer di kalangan pesantren di Jawa. Kitab-kitabnya diperjualbelikan selayaknya kitab-kitab kuning di setiap pesantren. Diantara kitab-kitab tersebut adalah kitab yang disusun oleh KH. Zahwan Anwar salah satu ulama dari Pati Jawa Tengah yang produktif dalam menyusun kitab. Kitabnya banyak berisi tentang amalan-amalan yang berkaitan dengan masyarakat beserta keterangan dosisnya atau kaifiyahnya.
Beberapa kitab Kiai Zahwan Anwar yang fokus dalam bidang ilmu hikmah yaitu Kitab pertama bernama Jaljalut. kedua Mahabbah, ketiga Mujarrobat al-Kubro, dan yang terakhir Jalbu ar-Rizqi. Tujuan Kiai Zahwan menulis kitab-kitab tersebut hanya dua. Pertama agar para santri senang berzikir. Kedua agar para santri semakin mendekatkan dirinya kepada Allah dengan wiridan atau berzikir meski hanya mengamalkan satu shalawat.
Pertama, kitab Jaljalut merupakan induk dari seluruh kitab karya Kiai Zahwan Anwar. Di dalamnya terdapat 60 bait. Kitab Jaljalut sebenarnya banyak, yang populer di kalangan pesantren hingga saat ini ada dua dengan pengarang yang berbeda. Pertama adalah Jaljalut Kubro yang ditulis oleh Kiai Romli dari Pamekasan. Sementara Jaljalut karangan Kiai Zahwan biasanya disebut Jaljalut Sughro. Sebenarnya pembedaan istilah Kubro dan Sughro ini hanya sebutan untuk membedakan kedua kitab Jaljalut dengan pengarang berbeda. Inisiatif Kiai Zahwan Anwar menulis kitab Jaljalut berangkat dari keresahan beliau melihat kitab Jaljalut (maksudnya Jaljalut Kubro) hanya disimpan para santrinya secara pribadi. Akhirnya beliau menulis kitab Jaljalut Sughro tersebut[1].
Kedua, kitab Mahabbah. Sebuah kitab kecil yang berisi tentang tuntunan agar mudah mencintai sesuatu. Kiai Zahwan Anwar menulis kitab ini dengan tujuan agar ketika kita mencintai sesuatu, tidak lupa kepada Allah. Jika kita cinta terhadap sesuatu dan dekat dengan Allah, maka Allah pasti akan mengabulkannya. Ketiga, kitab Mujarrobat Kubro didalamnya menerangkan amalan-amalan yang digunakan untuk perlindungan diri ketika menjalani kehidupan di masyarakat. Keempat, Jalbu ar-Rizqi. Kitab berisi amalan untuk diberikan rizqi yang halal dan agar dilancarkan urusan ekoniminya. Maksud dari rizqi disini bukan semata-mata harta benda atau uang semata. Rizqi itu adalah segala sesuatu yang diberi oleh Allah.
Dari berbagai kitab Kiai Zahwan Anwar tersebut, sebagaimana telah dijelaskan di atas, tedapat lafal-lafal atau bagian-bagian khas (umum). Pada setiap bagian kata, kalimat dan bait dari kitab Kiai Zahwan Anwar mengandung khasaish (kekhususan-kehususan) bagi orang yang mempunyai hajat tertentu. Namun bagi siapa saja yang hendak mengamalkannya, alangkah baiknya mengamalkan yang amm. Sebab yang khas harus mendapat ijazah langsung dari dzurriyyah Kiai Zahwan atau murdinya yang telah mengamalkan.
Ada cerita yang patut disimak. Suatu ketika ada seorang santri Kiai Zahwan Anwar yang sedang terhimpit ekonomi dan berniat mengamalkan kitab Jalbu Rizqi Kiai Zahwan Anwar tanpa ijazah terlebih dahulu. Seperti yang lazim diketahui, kitab-kitab Kiai Zahwan Anwar jika diamalkan memang dipercaya mempunyai khasiat tertentu. Dalam sebuah keterangan pada satu amalan yang terdapat di kitab Jalbu ar-Rizqi diterangkan “Apabila ingin kaya maka harus puasa sekian hari dan tidak boleh makan sesuatu yang bernyawa juga tidak boleh memakan hasil bumi. Puasa seperti ini biasa disebut Ngerowot. Mengamalkan wiridnya terbilang sulit, yaitu harus di tempat yang suci dan sepi sekaligus tidak terdengar suara apapun”.
Singkat cerita, santri tersebut melaksanakan lelakon (istilah bagi orang yang sedang mengamalkan amalan tertentu). Mereka sengaja memilih tempat yang memang benar-benar sepi dan di atas batu di bawah grojogan (air terjun). Lelakon ini dilakukan seseorang yang memang sedang mempunyai hajat tertentu. Jika sudah begitu, lazimnya bakal ada khodam (sebutan untuk jin pendamping manusia) yang datang. Sementara khodam, ada tiga kategori sifatnya. Pertama malaikat, kedua jin dan yang terakhir adalah hawa nafsunya sendiri. Khodam yang mendatangi mereka berdua ternyata dari bangsa jin. Wallhasil ia gagal dan hajatnya tidak ada yang terkabul.
Kegagalan santri tersebut berhubungan erat dengan kayfiyah ijazah. Seseorang yang mendapat ijazah khas tentunya bakal berbeda dengan yang hanya mendapat ijazah amm (boleh dibaca tanpa harus terlebih dahulu mendapat ijazah). Karena desakan ekonomi, kedua santri itu membaca bagian yang khas, tanpa mendapat ijazah alias membaca sendiri tanpa adanya guru dan tidak disandarkan kepada Allah swt.
Semua kitab yang disusun oleh Kiai Zahwan Anwar tersebut tidak terlepas dari karya-karya yang disusun oleh para ulama terdahulu seperti Kitab Al-Aufaq karya Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali yang berisi tentang amalan aji-ajian, wifiq untuk hajat yang sedang dialami. Selain itu, ada kitab Syamsul Ma’arif dan Manba’u Ushuli Hikmah. Kedua kitab tersebut disusun oleh Syaikh Ahmad bin Ali bin Yusuf al-Buni yang terkenal dengan hikmahnya. Didalamnya berisi tentang rahasia-rahasia yang membahas huruf dan keutamaan waktu, selain itu juga berisi tentang dasar-dasar ilmu hikmah seperti tata cara membuat wifiq-wifiq semacam rajah. Selain itu juga ada Mujarrobat Dairobi sebuah karya dari Syaikh Ahmad ad-Dairobi di dalamnya menjelaskan rahasia-rahasia dan khowas di dalam bacaan basmalah, al-fatihah, Ayat Kursi, Yasin dan beberapa surat lainya yang ada dalam Al-Qur’an.
Beberapa kitab tersebut memiliki daya tarik yang luar biasa di kalangan pesantren untuk dipelajari. Amalan-amalan ilmu hikmah menjadi power bagi guru-guru sufi untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dalam menempuh jalan makrifat. Namun semua amalan-amalan ini pada dasarnya adalah ikhtiar bagi setiap makhluk untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Oleh karena itu semua amalan ini perlu adanya sanad yang terhubungan dengan para guru-guru. Para ulama ahli hikmah selalu mengakui bahwa amalan-amalanya tersebut dapat terhubung sampai amaliyahnya Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Wawancara dengan Kiai mahsun Zahwan (putra Kiai Zahwan) pada 12 April 2022
Wawancara Ustadz Rusmanto (murid Kiai Zahwan) pada 12 April 2022