PROFIL
Pesantren Ketitang ( Majelis Tarbiyah Hidayatul Mubtadiin ) Japurabakti merupakan salah satu lembaga yang bertujuan membantu usaha – usaha masyarakat dan pemerintah dalam meningkatkan dan mengembangkan Pendidikan, kesejahteraan dan kesehatan masayarakat pada umumnya.
Keberadaan Pesantren Ketitang ( Majelis Tarbiyah Hidayatul Mubtadiin ) menjadi satu kebutuhan bersama, karena dalam konteks kebangsaan berdasarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang bertujuan membentuk generasi yang beragama (berformal) dan bermental patriotic yang tinggi. Sedangkan dalam konteks sosial bertujuan mengembangkan dan meningkatkan Sumber Daya Manusia.
Sementara dalam konteks Pendidikan Pondok Pesantren bertujuan membentuk generasi yang berakhlakul Karimah dan kepribadian yang mulia yang dalam pelaksanaannya menyelenggarakan Pendidikan Formal berupa Taman Kanak-Kanak Al Qur’an (TKQ), Taman Pendidikan Qur’an (TPQ), Madrasah Diniyah (MD), Madrasah Ibtidaiyah (MI) setingkat dengan SD. Madrasah Tsanawiyah (MTs) setingkat dengan SMP. Sedangkan Pendidikan nonformal menyelenggarakan Majelis Taklim, dan Madrasah Murotil Qur’an (MMQ), serta menyelenggarakan kegiatan kursus – kursus ketrampilan dan pusat pelatihan kerja. Sementara itu dalam waktu jangka panjang Pesantren Ketitang ( Majelis Tarbiyah Hidayatul Mubtadiin ) bermaksud mendirikan Koperasai Pondok Pesantren (KOPONTREN) dan mendirikan pusdat-pusat diagonistik, perawatan dan pengobatan.
SEJARAH
Pondok Pesantren Ketitang Cirebon bukan lembaga pendidikan yang baru berdiri kemarin sore. Bahkan, jika diukur awal penggagasannya, pesantren yang berada di timur Kabupaten Cirebon ini sudah berusia lebih dari satu abad.
Pengasuh Pondok Pesantren Ketitang Cirebon, KH. Ahmad Zuhri Adnan menceritakan, pendirian Masjid Baitul Muttaqien pada 1912 menjadi tonggak keberadaan lembaga pendidikan yang kini berkomitmen sebagai pesantren ramah anak tersebut.
“Tonggak pertama Pesantren Ketitang didirikan KH. Salwa Yasin pada 1912. Mbah Salwa mengawali pembangunan pesantren yang sebelumnya hanya sebagai majelis dengan mendirikan Masjid Baitul Muttaqien,” kata Ayah Zuhri, sapaan karib Kiai Zuhri, Sabtu, 3 Desember 2022.
Menurut Ayah Zuhri, Mbah Salwa lahir pada 1876. Mbah Salwa dikenal sebagai sosok yang rendah diri, dermawan, sekaligus ahli riyadah dan tirakat. “Nyaris di sepanjang hidupnya, Mbah Salwa senantiasa menjalani ibadah puasa, kecuali di dua hari raya, hari tasyrik, atau hari-hari yang diharamkan berpuasa. Tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan berharap dikaruniai keturunan yang saleh dan mencintai ilmu agama,” kata beliau.
Mbah Salwa wafat di usia 79 tahun. Setelah itu, tampuk kepengasuhan pesantren diserahkan ke menantunya, yakni KH. Asror Hasan atau lebih masyhur disapa Yai Asral. “Yai Asral lahir pada 1911. Beliau adalah putra pasangan KH .Hasan Muthohar dan Ny. Salamah Nursyadah. Kediaman Kiai Hasan berada di sebelah utara Masjid Nurul Islah, Japurakidul. Kiai Hasan yang merupakan ulama kharismatik wilayah Japura itu juga merupakan cucu kelima Raden Haryo Abu Salam Pemalang atau dikenal dengan sebutan Mbah Salamudin,” katanya.
“Sedangkan Mbah Salamudin sendiri adalah sahabat Mbah Muqayyim, pendiri Pondok Pesantren Buntet. Bahkan, berdasarkan sejumlah sumber, Mbah Muqayyim sempat menetap beberapa tahun di padepokan Mbah Salamudin saat menghindari kejaran tentara Belanda,” sambung Ayah Zuhri.
Di tangan Yai Asral, pesantren mulai dilengkapi dengan pendirian madrasah diniyah. Santri pun mulai berdatangan dari luar Cirebon, mulai dari Brebes hingga Pekalongan.
“Sayangnya, pada 1965, asrama pesantren yang berbentuk bilik bambu itu dibakar habis oleh antek-antek Partai Komunis Indonesia (PKI),” ujarnya.
Sepeninggal Yai Asral pada 1980, lanjut Ayah Zuhri, amanat pengembangan pesantren diteruskan ke Kiai Mohamad Adnan Amin. Beliau adalah putra sulung Yai Asral. “Sejak saat itu dimulailah pendirian sejumlah lembaga pendidikan formal mulai dari madrasah ibtidaiyah (MI), raudlatul athfal (RA), dan madrasah diniyah takmiliyah awaliyah (MDTA). Sementara pendidikan nonformal digelar malam hari, yakni madrasah murottilil qur’an (MMQ) dan pengajian kitab kuning,” kata Ayah Zuhri.
Pada 2002, Kiai Adnan pun wafat. Beliau meninggal di saat mengimami jemaah salat maghrib. “Tahun itu merupakan tahun kesedihan bagi keluarga besar Pondok Pesantren Ketitang, terutama bagi anak-anaknya,” kata dia.
Kini Pondok Pesantren Ketitang kian berkembang di bawah asuhan Ayah Zuhri. Di bawah kepemimpinannya, kelas pengajian dibentuk secara klasikal menjadi kelas Iidadiyah, Jurmiyah, Amrithi, dan Alfiyah. Sementara MMQ dipecah menjadi kelas Tahsinul Qur’an dan Tahfizul Qur’an.
Pengasuh
1. KH. Salwa Yasin
2. KH. Asror Hasan
3. KH. Mohamad Adnan Amin
4. KH. Ahmad Zuhri Adnan
PENDIDIKAN
Unit Pendidikan
1. Raudlatul Athfal
2. Madrasah Ibtidaiyah
3. Diniyah Taklimiyah
4. Madrasah Diniyah Salafiyah
5. MAdrasah Tahfidz Al-Qur’an
EKSTRAKURIKULER
Pesantren ini memiliki Ekstrakurikuler sebagai berikut:
- Pramuka
- Paskibra
- Palang Merah Remaja (PMR)
- Basket
- Sepakbola
- Voli
- Futsal
- Sains Club
- English Club
- Arabic Club
- Hadroh
- Beladiri
- Badminton
- Tenis Meja
- Kaligrafi
- Marching Band
- PBB
Muthola’ah kitab kuning di pesantren Ketitang
Hadrah di pesantren Ketitang
FASILITAS
Pesantren ini memiliki fasilitas sebagai berikut:
- Masjid
- Gedung Asrama
- Gedung Sekolah
- Laboratorium Kom[puter
- Laboratorium IPA
- Laboratorium Bahasa
- Koperasi pesantren
- Kantin
- Aula
- Kantor
- Kantor Kepala Madrasah
- Poskestren
- Sanitasi/MCK
Gedungsekolah di pesantren Ketitang
Gedung Asrama di pesantren Ketitang
ALAMAT
Jl. Ketitang No. 59, Desa Japurabakti Kecamatan Atanajapura, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat
Kode Pos : 45181
Email : surat@ketitang.id
Telepon : 0857-5912-1352
Untuk informasi lebih lanjut dan mengenai pendaftaran silahkan hubungi melalui Website ini: https://ketitang.id
KUNJUNGI JUGA
https://www.laduni.id/post/read/517176/pesantren-ketitang-cirebon.html