Tujuan manusia mencari harta antara lain, yaitu, untuk mencukupi diri, dan menafkahi keluarga. Fitrahnya manusia senang akan kemewahan harta, untuk mendapatkan harta terkadang manusia lupa akan segalanya, tidak mengenal halal haram untuk meraih kemewahan harta. Dalam ayat suci Al-Qur’an telah disebutkan:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS: Al-Imran: 14)
Harta itu, memang indah, melezatkan dan menggembirakan, sehingga banyak orang ingin memburunya. Kita ketahui bersama, bahwa harta adakalanya dapat digunakan untuk hal-hal yang positif, dan adakalanya digunakan untuk hal-hal yang negatif. Hal tersebut tergantung kepada si pemilik harta.
Imam Al-Ghazali dalam karya besarnya Ihya’Ulumuddin (Juz 3 Hlm. 335 ) memberikan penjelasan terkait kumpulan berbagai fungsi yang wajib atas seorang hamba di dalam hartanya. Menurut penuturan Imam Al-Ghazali, ada lima hal yang harus diperhatikan dalam menjaga harta dan membelanjakannya. Adapun lima hal tersebut yaitu:
Pertama, harus mengetahui fungsi harta, dan bisa mengukur keperluan untuk diri sendiri dan bisa menyesuaikan dengan kebutuhan sehari-hari, dan tidak boleh memberi harta kepada orang yang butuh melebihi kebutuhannya.
Kedua, menjaga masuknya pendapatan, dan harus selektif atau hati-hati dalam menekuni pekerjaan. Sehingga harta yang didapat benar-benar halal, bukan dari hasil mencuri dan sogokan, dan juga menjauhi pekerjaan yang dimakruhkan seperti mengemis yang bisa menjatuhkan muru’ah (kehormatannya)
Ketiga, menyeimbangkan pendapatan, tidak terlalu ambisi dalam pekerjaan dan juga tidak bermalas-malasan dalam bekerja. Pendapatan diukur dengan kebutuhan, baik kebutuhan rumah, pakaian, dan makanan.
Keempat, mengantisipasi pengeluaran, tidak terlalu boros dalam belanja, nafakah, dan sedekah, dan harus selektif atau tepat sasaran dalam memberi, supaya pemberian tidak salah sasaran.
Kelima, meluruskan niat dalam memberi, atau menerima pemberian orang lain. Hal tersebut, harus diniatkan untuk keberlangsungan ibadah kepada Allah SWT. Selanjutnya Imam Al-Ghazali mengutip ungkapan Sayyidina Ali RA:
لو أن رجلاً أخذ جميع ما في الأرض وأراد به وجه الله تعالى فهو زاهد ولو أنه ترك الجميع ولم يرد به وجه الله تعالى فليس بزاهد
Sesungguhnya seorang lelaki seandainya mengambil semua apa yang ada di bumi, dan dengannya dia menghendaki Dzat Allah SWT, maka dia adalah seorang yang zuhud. Namun sesungguhnya apabila dia meninggalkan semuanya dan dengannya dia tidak menghendaki Dzat Allah SWT, maka dia tidak termasuk orang yang zuhud.
Apa yang kita miliki dari harta dan kebutuhan kita, seperti rumah, mobil, pakaian, dan perabotan rumah tangga, harus kita jaga dengan baik. Memiliki harta yang banyak (kaya) dengan harapan bisa mengambil manfaat dari hartanya, hal tersebut tidaklah memberikan mudharat kepada si pemilik harta, selama digunakan dengan tujuan beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Wallahu A’lam Bissawab.
Pilihan Redaksi
https://alif.id/read/hosi/petuah-imam-al-ghazali-dalam-mencari-harta-b245293p/