Jika mendengar kata prajurit yang terlintas dari benak kita adalah seorang atau sepasukan laki-laki yang gagah berani dengan atribut dan senjata lengkap ditubuhnya. Bak menonton film The lord of the ring atau film Fetih 1453 yang menggambarkan sepasukan prajurit Ottoman menaklukkan Konstatinopel. Istilah prajurit dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai kemiliteran atau ketentaraan. Setiap negara umumnya memliki prajurit guna mempertahankan daerah teritorialnya.
Prajurit sudah ada sejak zaman kerajaan. Kerajaan Mataram, Sriwijaya, Majapahit dan semua kerajaan punya prajurit. Kerajaan Ottoman memiliki prajurit yang dinamai pasukan Yeniceri dan Kerajaan Mangkunegaran punya prajurit yang dinamai Legiun Mangkunegara. Bahkan saking populernya prajurit, Belanda pun menaklukkan Nusantara dengan prajurit. Konon prajurit kolonial membuat korat-karit kerajaan-kerajaan Nusantara.
Era modern ini prajurit tak hanya seorang laki-laki, perempuan pun menjadi prajurit. TNI misalnya, memiliki Korps Prajurit Wanita baik angkatan darat, laut, maupun udara. Namun sebenarnya prajurit perempuan sudah ada sejak abad ke XVII. Mereka populer dengan sebutan Prajurit Perempuan Jawa. Bahkan dalam cerita wayang pun terdapat lakon prajurit wanita yang bernama Srikandi. Hal ini mengilhami bahwa sesungguhnya sudah ada kesetaraan gender pada masyarakat jawa tempo dulu.
Hampir semua kerajaan pecahan Mataram memiliki prajurit perempuan yang umum disebut Prajurit Estri. Mangkunegaran Pada masa kekuasaan Mangkunegara I atau yang dikenal dengan Raden Mas Said dibentuk santuan korps prajurit perempuan abad ke XVII. Satuan korps prajurit perempuan tersebut dikenal dengan sebutan Korps Prajurit Estri Mangkunegara. Mereka terdiri dari putri-putri Solo yang cantik namun lihai dalam bermain senampan dan panah.
Sosok prajurit perempuan ini pun memiliki seragam yang telah didesain sedemikian rupa. Seperti tulis Ann Kumar dalam bukunya berjudul Prajurit Perempuan Jawa (2008), Kanjeng Adipati membawa prajurit perempuan. Mereka mengenakan keris dengan cara Bali yang dihiasi bordiran berdaun emas, mengenakan ikat pinggang berbordir emas, pakaian mereka nampak berkilauan. Hal ini membuat Gubernur VOC Jan Greeve kagum dengan prajurit perempuan tersebut.
Dalam naskah KLTV diceritakan para prajurit perempuan ini ketika menghadiri upacara penyambutan Gubernur dari pesisir timur laut, mereka mengenakan baju dengan keris seperti baju adat Bali yang dihiasi bordiran daun-daun emas dan mengenakan ikat pinggang berbordir emas. Mereka berjalan dengan busur dan panah. Lalu mereka melakukan tembakan salvo dan dengan serentak menembakkan senjata sebanyak tiga kali. Setelah itu, mereka menaiki kuda dan pergi meninggalkan penonton. Begitulah tulis Fika Hidayani (2013) dalam jurnal Muwazah, vol 5(1) berjudul Prajurit Perempuan Jawa dalam Istana Mangkunegaran Surakarta.
Tugas prajurit perempuan ini adalah untuk mengawal raja disamping tugas-tugas lain. Menurut Iwan Santoso (2011) dalam bukunya Legiun Mangkunegaran (1808-1942), prajurit perempuan dalam keseharianya bertugas memelihara panah, mengecat, memotong bulu-bulu untuk anak panah, dll. Mereka pun bertugas menyiapkan serta menjahit pakaian jika ada pemberian seragam ketika bulan puasa dan bulan maulud.
Sebagai prajurit, para perempuan ini juga mendapat gaji sesuai jenis senjata dan penugasan. Prajurit berkuda (kavaleri) menadapat 10 reyal “sepasok” pembelian kuda 12 keton dan biaya makan kuda sebesar 6 keton. Prajurit darat (ifanteri) menerima 8 reyal “sepasok” menerima pakaian harian dan pakaian kebesaran.
Sebenarnya model prajurit perempuan jawa telah ada sejak pemerintahan Sultan Agung di kerajaan Mataram Islam. Meski hanya bertugas untuk menjaga putra mahkota raja dan belum terbentuk sebagai satuan khusus. Selain Mangkunegaran, prajurit Estri ini juga terdapat di Kasultanan Yogyakarta. Prajurit ini dibentuk pada masa pemerintahan Hamengkubuwana II tahun 1750. Yuliarni, dkk (2020) dalam penelitianya menyebutkan tugas prajurit perempuan di Keraton Yogyakarta adalah menjaga keamanan keraton, mengawal raja, bertani, berkebun, dan mengelola keuangan. Hal ini lantaran sultan Hamengkubuwana II lebih mempercayai perempuan ketimbang laki-laki.
Peran perempuan Jawa pada masa kerajaan ini sebagai bukti masyarakat jawa telah menerapkan kesetaraan gender. Hal ini juga terjadi pada era modern ini,dimana perempuan telah bebas memilih peran. Di pelbagai profesi, perempuan dapat menjadi pengusaha, politikus, pejabat pemerintahan, presiden, polisi, tentara dll. Bahkan telah menjadi hal lumrah jika perempuan berkompetisi dengan laki-laki dalam segala hal. Terlepas dari itu prajurit perempuan jawa patut menjadi kebanggaan bangsa Indonesia bahwa bangsa kita memiliki sejarah perempuan yang tangguh dan pemberani.
https://alif.id/read/wbs/prajurit-estri-mangkunegaran-b238645p/