Oleh Achmad Murtafi Haris* Taliban sedang mencari dukungan internasional. Dia minta agar asetnya di luar negeri tidak dibekukan meski dia b…
Oleh
Achmad Murtafi Haris*
Taliban sedang mencari dukungan internasional. Dia minta agar asetnya di luar negeri tidak dibekukan meski dia belum mendapat pengakuan. Siapa pun dia, negara apa pun ia, membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan. Apalagi Afghanistan yang menurut Organisasi Pangan Dunia di bawah PBB, 1 dari 3 warga mereka terancam kelaparan dan 2 juta anak terancam malnutrisi. Kondisi tidak stabil nampak di mana demo di Kandahar, basis Taliban, dilakukan oleh para pegawai negeri karena disuruh pindah rumah karena akan ditempati tentara Taliban. Tak ingin jadi gelandangan mereka pun berdemo.
Urusan kebutuhan dasar warga Afganistan menjadi alasan negara-negara Eropa untuk turun tangan meski berharap agar hal itu tidak dimaknai sebagai pengakuan terhadap pemerintahan Taliban, kata the world. Eropa dan dunia secara umum masih menunggu perkembangan policy Taliban dan tidak ingin terburu-buru memberikan pengakuan. Bahkan sekaliber Arab Saudi dan Emirat yang dahulu masa pemerintahan Taliban I, 1996-2001, memberi pengakuan dan mensupport bersama Pakistan, sekarang kecil kemungkinan melakukannya lagi. Hanya tiga negara dahulu mengakui pemerintahan Taliban yang sekarang hanya Pakistan. Mundurnya Saudi lantaran ketidaksetujuan Taliban menjadi basis perlindungan kaum jihadis (kelompok Islam bersenjata).
Saudi dahulu mendukung Taliban dalam rentetan perlawanan terhadap Uni Sovyet. Tetapi Saudi juga tidak setuju merebaknya kelompok jihadis anti Amerika dan Barat. Saudi adalah sekutu Amerika terdekat di kawasan. Bahkan perusahaan minyak Saudi, seperti Pertamina di Indonesia, adalah kerjasama dengan Amerika sehingga bernama Arabian-American Oil Company (ARAMCO) yang berhasil mengangkat perekonomian Saudi menjadi negara kaya. Meski sekarang perusahaan itu diakuisisi sepenuhnya oleh Saudi sehingga nama Amerika tidak lagi muncul dalam akronim itu, tapi persahabatan negara itu dan Amerika Amatlah dekat. Kedekatan itu, di samping faktor penolakannya terhadap jihadisme, membuat Saudi menolak keberadaan Usamah b. Laden di Afganistan.
Pada 1998, sesuai Sumber Deutsche Welle, Saudi meminta agar mengekstradisi Usamah b. Laden, warga Saudi yang menjadi buron internasional. Taliban menolak menyerahkan. Hingga pada 2001, saat kejadian pesawat menabrak gedung kembar WTC New York, hubungan Saudi dengan Taliban semakin sulit. Emirat pun demikian halnya, menarik dukungan terhadap Taliban. Kemajuan Emirat dan keterbukaannya terhadap Barat, membuatnya berfikir seribu kali untuk mendukung Taliban yang berpandangan ultra konservatif. Tidak mustahil gemerlap Abu Dhabi dan Dubai, akan menjadi sasaran serangan kaum jihadis yang dinaungi Taliban. Apalagi Jalaluddin Haqqani yang memiliki jaringan dengan al-Qaidah dan ISIS sekarang menjadi menteri dalam negeri kabinet Taliban.
Keberadaan Haqqani dalam pemerintahan menjadi hambatan besar Taliban mendapat dukungan internasional. Hasil kesepakatan antara Taliban dan Amerika di Doha, Qatar sebelum penarikan Amerika, adalah agar tidak memberi tempat bagi jaringan jihad global (seperti Haqqani) di pemerintahan. Nongolnya nama tersebut jelas membuat kesepakatan yang ditandatangani oleh wakil Taliban Abdul Ghani Baradar dilanggar. Posisi wanita yang tidak bebas beraktifitas seperti sebelumnya (wanita hanya di rumah seperti Saudi sebelum 1970an, kata Said Agil Siraj, ketum PBNU), lagi menambah pengakuan semakin sulit diharap.
Kesamaan faham Salafi Taliban pengaruh pendidikan Arab Saudi, tidak menjadikan Saudi sekarang mendukung Taliban. Faktor pandangan politiklah yang sekarang mengedepan. Hal ini justru menjadikan Iran yang berpandangan Syiah, yang sebenarnya oposisi Sunni yang dianut Taliban, menjadi dekat. Pandangan anti Amerika mendekatkan mereka satu sama lain selain faktor jiran. Ini pun rawan karena pandangan Sunni yang ekstrim yang dianut Taliban yang anti Syiah. Taliban khawatir menyebarnya faham Syiah di kalangan warganya meski sekarang telah banyak dari mereka yang juga penganut Syiah (suku Hazara).
Sedangkan dengan Cina, Cina yang diuntungkan dengan hengkangnya Amerika, akan mengambil peluang itu secara pasti untuk investasi besar-besaran. Masalahnya, Cina juga memiliki masalah dengan komunitas muslim di Xinjiang, Uighur. Masalah ini bisa bermakna ganda, positif dan negatif. Bisa saja Cina menjadikan hubungan baiknya dengan Taliban untuk meredakan kelompok perlawanan Uighur. Artinya bahwa Taliban yang beraliran keras diharapkan bisa mempengaruhi kelompok muslim yang sama-sama keras menurut versi Cina. Atau sebaliknya, Taliban atau oknum Taliban akan membantu perlawanan kelompok anti Cina Uighur sebagai sesama saudara muslim. Hal ini membuat Cina yang oleh media internasional diblow-up sebagai penikmat hengkangnya Amerika menjadi tidak sepenuhnya terbukti. Cina pun setelah sebulan pemerintahan Taliban, masih belum memberikan pengakuan resmi terhadap pemerintah Taliban.
Rusia pun demikian halnya. Ia yang punya pengalaman pahit sepanjang 1980-1990 berperang melawan Mujahidin Afganistan yang berakhir dengan kekalahan tidak begitu saja menyambut gembira hengkangnya Amerika. Rusia memiliki negara-negara bagian mayoritas muslim yang berbatasan dengan Afganistan yang etnis mereka kini melawan atau menolak Taliban yang didominasi etnis Pastun. Etnis Tajik yang dahulu pernah memimpin Afganistan di bawah Burhanuddin Rabbani dan Syah Masood, sekarang menjadi oposisi dan melakukan perlawanan lembah Pantsir. Satu-satunya provinsi yang masih belum dikuasai Taliban meski Taliban mengatakan telah menundukkannya.
Bagaimana pun Vladimir Putin punya empati dengan etnis yang mayoritas warganya hidup di federasi Rusia, sehingga tidak mau mengakui Taliban begitu saja. Masalah peluang bisnis yang besar yang ada di Afganistan, terutama proyek migas dan non-migas, tidak membuatnya silau. Selain faktor ekonomi Rusia sendiri yang tidak surplus. Berbeda dengan Cina yang berlimpah dana, maka sayang sekali kalau peluang itu tidak disantap.
Pakistan sebagai negara yang dituduh media India sebagai kekuatan yang ada di balik Taliban, pun belum mengakui secara resmi pemerintahan Taliban. Sebagai sesama etnis Pastun, Pakistan dianggap memback up sepenuhnya masuknya Taliban ke Kabul dan dalam perebutan Pantsir dengan mengirim sarana militer yang dibutuhkan. Meski demikian Imran Khan, sang perdana menteri Pakistan, mengelak. Pakistan tidak mengakui tuduhan bahwa wilayahnya menjadi tempat berlindung yang aman bagi kaum teroris. Sebagai sesama Pastun, memang sulit bagi Pakistan untuk menutup wilayah dari masuknya anasir Jihadis global yang ada dalam Taliban. Setidaknya lalu lalang sipil tidak mudah dibedakan mana yang anggota jaringan terlarang dan tidak. Meski demikian kepentingan ekonomi Pakistan terhadap Afganistan amatlah nyata. Untuk itu tidak mengherankan bahwa kecil kemungkinan Pakistan tidak memanfaatkan kekuasaan Taliban untuk kepentingan mereka meski hal itu tidak membuatnya segera memberikan pengakuan.
Qatar yang oleh Dahlan Iskan disebut sebagai negara yang bakal menjadi bapak angkat Afganistan (menggantikan Saudi pemerintahan Taliban I). Qatar yang kaya dengan penduduk tidak sampai 1 juta tidak berat baginya untuk menanggung beban dasar ekonomi Afganistan. Di sisi lain, Qatar yang merupakan sekutu Amerika di mana pangkalan militer negara Paman Sam berada di sana, sangat mungkin diposisikan oleh Amerika menjadi penghubung antara kepentingan mereka dan Eropa dengan Afganistan. Setidaknya sebenci apa pun Amerika dengan Taliban, tetap di sana ada pertimbangan kemanusiaan agar rakyat Afganistan tidak menderita terlalu berat. Maka penyaluran bantuan kemanusiaan disalurkan lewat negara tersebut. Pemerintah Qatar sejauh ini mengatakan bahwa fungsi fasilitator yang dia lakukan murni untuk kemanusiaan.
Kepentingan pengaruh di kawasan tentu akan Qatar peroleh darinya. TRT World, media asing, memandang hubungan Qatar dengan Taliban memang menarik. Qatar tidak termasuk negara yang membantu Amerika untuk menyerang Taliban pasca 2001. Tapi dia dipercaya Amerika untuk memfasilitasi Dengan peran besar yang dimainkan Qatar ini, dan hubungan baiknya dengan Taliban sehingga Qatar menjadi operator bandara Kabul dan kehadiran menlu Qatar di Kabul, setidaknya menunjukkan kemungkinan negara tersebut menjadi yang pertama mengakui pemerintahan Taliban.
https://www.halaqoh.net/2021/09/qatar-bakal-pertama-akui-pemerintahan.html