Rasulullah Menghormati Non Muslim yang Meninggal

“Eh Nabi, itu jenazah Yahudi,” kata seorang sahabat yang sedang melihat Nabi sedang berdiri menghormati seorang Yahudi-yun yang meninggal.

“Loh, emangnya kenapa?” tanya Nabi seketika itu. Sahabat yang bernama Sahal bin Hunaif itu spontan diam dan alias gemetar. Sebab yang ditegur bukan manusia kaleng-kaleng, tetapi sudah utusan Tuhan, Penutup Para Nabi, dan Pemberi Syafaat kelak ketika umat manusia mati.

“Apakah itu bukan manusia juga?” tanya Nabi sekali lagi.

“Iya Nabi, sori ya!”

Adegan sekilas perbincangan antara Nabi dan sahabat yang bernama Sahal bin Hunaif ini kemudian oleh ulama diabadikan dalam sebuah kitab Hadis Shahih Bukhari dalam bab; “Babu man liman qáma lijanazatin Yauhuyyin,” atau jika dipelintirkan ke bahasa Indonesia adalah “Bab tentang orang yang berdiri (menghormati) kepada mayit Yahudi” (lihat Shahih Bukhari: Juz 2, hlm: 83)

Dalam keterangan yang lebih prosais, ternyata kasus Nabi berdiri di depan jenazahnya non muslim tidak hanya satu kali. Artinya, berdirinya sosok utusan Tuhan ini bukanlah secara kebetulan saja, melainkan memang sebuah pesan moral yang tentu sangat penting kita pelajari sebagai umat Muslim. Hal ini bisa dilihat dalam teks hadis yang berbeda perawinya, yaitu pada halaman 85, “Disampaikan Jabir bin Abdillah, bahwa suatu ketika, ada jenazah yang melintas di depan Nabi. Nabi langsung berdiri selama jenazah itu lewat di depannya. Kemudian Jabir menyampaikan, “Wayai Rasulallah, itu jenazah Yahudi!” tidak berselang lama, Nabi menjawab: “Ketika kamu melihat janazah, maka berdirilah”.

Percaya atau tidak, hakikat hidup ini sangat kompleks sekali, yaitu bersuku-suku, berbangsa-bangsa, dan untuk saling mengenal. Dan lebih penting dari hal itu adalah saling menghormati satu sama lain. Jadi bukan saling menjelekkan seperti halnya kasus kemaren saat heboh bergaungnya kata-kata rasis. Termasuk pula perkataan salah satu seorang jajaran atas (maaf, seperti Menteri, atau jajarannya) yang seolah kurang tepat dilontarkan. Tidak. Tetapi saling menjaga martabat satu sama lain, menjaga budaya, menjaga tradisi orang-orang yang tidak seedeologi dengan diri kita sebuah hal yang sangat luhur dalam kehidupan ini.

Baca juga:  Sejarah Aliansi Saudi-Wahabi (Bagian II): Pendudukan Mekkah dan Madinah

Nabi saja menghormati mayitnya orang Yahudi. Masak umatnya saja yang tidak sedikit pun patuh pada ajarannya malah sering-sering membuat heboh dengan ulah mulutnya yang agak sedikit kotor. Masak kita tidak malu pada diri sendiri. Di atas ini adalah contoh ajakan kita kepada masyarakat di bulan Desember dan seterusnya ini.

Jangan kira hadis di atas palsu ya! Atau buat-buat argumentasi demi kepentingan pribadi, eh maaf, publik. Dalam kitab Mukhtaru al-Hadist karangan Sayyid Ahmad al-Hasyimi, hal 13, disebutkan juga, bahwa “Jika kamu tidak bisa mengiringi orang yang mati, paling tidak berdirilah ketika ada jenazah di depanmu. Sampai jenazah itu membelakangimu, atau kamu membelakanginya”. Hadis di atas ini bisa dilacak kapanpun kau suka, di kitab Hadis-Hadis Nabawi.

Lalu pertanyaanya sekarang, apa sih, pahala orang yang berdiri menghormati Mayit? Masak cuma sebatas berdiri saja? Masak Nabi cuma menyuruhnya tanpa ada alasan logis atau iming-iming. Baiklah, penulis akan mengajak pembaca kepada dua sudut dalil qat’i; al-Quran-Hadis. Jika kembali pada dalil al-Quran yang sudah kita sering bolak-balik membacanya–Insyaallah, disebutkan, bahwa Tuhan sangat menghormati bani Adam.

Bani Adam ini (keturunan Nabi Adam) menurut ulama tafsir berbentuk mujmal (kolektif/umum). Tidak ada spesifik (khas/takhassus) kepada umat Muslim saja. Dari keterangan yang sudah jelas di atas ini, dapat disimpulkan, manusia di bumi ini sangat lebih mulia dari makhluknya. Jadi tidak ada yang perlu dihinakan atau bahkan dideskriminasikan satu sama lain. Dengan asas dasar inilah Nabi menyuruh kita berdiri ketika ada mayit.

Baca juga:  Kota Islam yang terlupakan (3): Harar-Ethiopia, Tempat Bersatunya Kopi, Sufi, dan Perdamaian

Selain itu, ditinjau dari argumentasi Hadis, bahwa orang yang berdiri ketika ada mayit, maka takaran pahalanya seperti Qirath, (gundukan dari dinar). Dan satu Qirath seperti gundukan gunung Uhud. Lebih banyak dari itu, kata Nabi, “Barang siapa yang salat janazah, dan kemudian ia mengiringi sampai prosesi penguburannya, maka ia mendapatkan dua pahal sebesar Qirath.” Dari ini sudah jelas lo, bahwa menghormati mayit itu–mafhum muqaranah–sangat besar pahalanya. Termasuk juga menghormati dengan berdiri saat ada orang yang mati, meski selain Muslim pun. Allahu A’lam.

https://alif.id/read/moh-ali-rizqon-md/rasulullah-menghormati-non-muslim-yang-meninggal-b241210p/