Dalam kitab Tafsir Al-Munîr,
Syaikh Muhammad Nawawi Al-Banteny menafsirkan ayat tersebut dengan sangat
menarik. Bagi beliau, yang dimaksud dengan orang beriman dalam ayat di atas
adalah mereka yang selalu menyibukkan hati dan nafasnya untuk menghasilkan
makrifat (pengetahuan) tentang Allah SWT. Sedangkan mereka yang beramal shaleh
adalah orang yang selalu menyibukkan anggota tubuhnya untuk khidmat kepada
Allah SWT. Matanya digunakan untuk melihat dan mengambil hikmah dari kehidupan.
Telinganya sibuk mendengarkan kalam Allah SWT, lisannya sibuk berdzikir, dan
seluruh anggota tubuhnya sibuk untuk terus meningkatkan cahaya ketaatan kepada
Allah SWT.
Imam Al-Ghazali dalam kitab Mukâsyafatul
Qulûb menjelaskan, bahwa iman selalu membenarkan terhadap keesaan Tuhan,
juga dengan segala yang datang dari Nabi Muhammad SAW, dengan selalu menambah
amal kebaikan. Bagi Imam Al-Ghazali, iman dan amal shaleh menjadi definisi
dasar umat Islam dalam pentas kehidupannya mencipta kemaslahatan dan kedamaian.
Iman memang menjadi kekuatan yang sangat istimewa dalam diri setiap
muslim. Dengan iman yang teguh, seseorang akan mendapatkan cahaya ketuhanan
yang terus memancar dalam setiap gerak hidup yang dijalankan. Tidak salah kalau
sebagian besar ulama mendefinisikan iman sebagai pembenaran dengan hati (tashdîq bi al-qalb), membeberkan dengan
lisan (tashrîh bi al-lisân), dan
menjalankan dengan perbuatan (amal bi
al-arkân). Dengan hati yang teguh, maka lahirlah lisan yang tangkas dan
perbuatan yang efektif dan visioner.
Oleh karenanya, selain tidak bisa melupakan Allah SWT sedetik pun dalam
hidupnya, orang beriman juga akan selalu beramal shaleh yang efektif dan
visioner untuk kemanfaatan setiap manusia. Sekejap pun tidak bisa melewatkan
hidup tanpa Tuhan, dan sedetik pun tak mau lalai untuk selalu membahagiakan dan
menyenangkan saudaranya.
Basis keimanan inilah yang dibangun Nabi Muhammad SAW dengan penuh
kesabaran ketika mendakwahkan Islam di Mekah. Nabi Muhammad SAW menggembleng
dan membekali umatnya dengan keyakinan yang teguh dalam meyakini Islam dan
memperjuangkan kemaslahatan di muka bumi. Para sahabat pun, kalau kita lihat,
menjadi teman karib Nabi Muhammad SAW yang sangat setia dan loyal dalam
memperjuangkan Islam. Tak salah kemudian kalau Nabi Muhammad SAW selalu memuji
keimanan para sahabatnya.
Keberanian dan tekad yang bulat dari para sahabat inilah yang menjadi
basis keimanan yang kukuh dan menghasilkan amal shaleh yang selalu bermanfaat
bagi sesama. Salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW adalah Abu Bakar Ra. Selain
beriman secara teguh, beliau juga mempunyai basis ilmu pengetahuan yang
mendalam. Hingga keimanan beliau berkembang menjadi amal shaleh, sebagaimana
yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Sayangnya, belakangan ini amal perbuatan sebagian umat seringkali
dilandaskan pada basis keimanan dan pengetahuan yang dangkal, sehingga
perbuatan yang dijalankan seringkali terjebak dalam ritual yang formal semata.
Akhirnya mereka banyak terjebak pola keimanan yang parsial, hanya sesuai dengan
tafsir yang mereka pegangi saja. Kadang- kadang, keimanan yang dangkal dan parsial
semacam ini juga menghasilkan sikap benar sendiri, atau juga bahkan anarkis
sembari menyalahkan orang lain secara asal-asalan.
Tafsir dangkal atas iman dan amal shaleh pastilah menghasilkan pola
kehidupan yang dangkal dan seremonial. Dalam ajaran jihad, misalnya, keimanan
justru diarahkan sebagai tekad bulat dalam melakukan teror, kekerasan, bahkan
bom bunuh diri. Bahkan mereka sangat bangga dengan keimanannya ketika bisa
membuktikan lewat cara yang anarkis seperti itu. Hal ini jelas merupakan sebuah
pendangkalan.
Dari sini, iman tidaklah cukup diyakini saja. Tetapi juga harus
disirami dengan pengetahuan yang mendalam dan cahaya kearifan yang menyejukkan.
Lihatlah keimanan sahabat Umar bin Khattab Ra. yang sangat teguh dan kuat.
Tetapi beliau juga sangat rasional menjelaskan keimanan dan ajaran ritual, di
samping juga cahaya kearifan yang selalu memancarkan dalam dirinya. Ketika
menjadi khalifah, selain dikenal tegas sahabat Umar ra. juga penuh kasih sayang
kepada warganya yang miskin dan terbelakang.
Orang yang beriman sekaligus berpengetahuan jauh akan lebih hebat
daripara orang yang hanya sekadar beriman. Karena pengetahuan akan menjadikan
bobot keimanan semakin kukuh, tidak bertindak secara asal-asalan, dan selalu
mendahulukan kemaslahatan publik. Pengetahuan menjadikan iman dan shaleh akan
semakin meneguhkan kemaslahatan yang bisa dinikmati oleh semua.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa, berpikir sesaat lebih baik
daripada beribadah seribu tahun. Dalam konteks di atas, tidaklah cukup keimanan
hanya menjalankan ritual dan ajaran formal, tetapi juga harus dipenuhi dengan
permenungan, analisis, dan tafsir yang mencerahkan.
Menurut Syaikh Utsman Al-Khubary, Hadis Nabi di atas justru menandaskan
bahwa iman haruslah dibarengi pemikiran dan pengetahuan yang cukup, sehingga
melahirkan amal shaleh yang progresif dan visioner. Karena pemikiran yang
jernih dan mencerahkan pastilah dihasilkan oleh ketenangan hati yang selalu
hadir untuk berdzikir kepada Allah SWT. Hati yang tenang akan mengarahkan
sebuah gerbong pencerahan dan menggerakkan amal perbuatan yang terus mengalir
penuh kesejukan dan kedamaian. Sebaliknya, hati yang keruh, hanya menjadikan
ajaran Islam menjadi bringas, kasar, dan mudah marah.
Ajaran Islam yang didakwahkan Nabi Muhammad SAW sangat toleran dan
penuh kedamaian. Keimanan yang dilecutkan Nabi Muhammad SAW kepada umatnya
adalah keimanan yang teguh membela kebenaran dengan jernih
dan penuh ketulusan. Dakwah yang disampaikan Nabi Muhammad
SAW tidak menghasilkan suasana menjadi keruh, ricuh, dan penuh teror. Tetapi
yang tercipta adalah suasana yang sejuk, nyaman, dan terasa menyegarkan.
Iman hadir dengan sejuk bersama hidayah. Amal shaleh akan terus
menghiasi kehidupan kaum beriman. Iman dan amal shaleh berjalan beriringan
membawa kemanfataan dan kemaslahatan. Iman dan amal shaleh menjadikan watak
umat Islam selalu memberi, berderma, dan menjalin persahabatan. Saatnya umat
Islam menjadi teladan dalam berdakwah di masyarakat, memelopori gerakan yang
membela sanubari kemanusiaan dan kebajikan dan terus mengobarkan mata air
kearifan untuk menentramkan tata kelola kehidupan dan kebijakan.[]
Ust.
Muhammadun AS, dosen
STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta, alumni Pesantren Guyangan Pati, Pesantren
Sunan Ampel Jombang, dan Pesantren Mahasiswa Wahid Hasyim Yogyakarta.
https://www.arrahmah.co.id/2021/04/relasi-iman-dan-amal-shaleh.html