Kencong adalah nama salah satu kecamatan di kabupaten Jember, Jawa timur. Dahulu kala Syiar ahl Sunnah dirintis oleh KH. Wahab Chasbullah, lalu dikembangkan pula oleh Kiai Syarif. Laman santrinews.com (12/1/2021) mewartakan beliau sebagai pendiri Madrasah Ibtidaiyah As-Safi’iyah (MIAS) Kencong. Madrasah yang berdiri sekitar tahun 1950 ini awalnya bernama SRNU (Sekolah Rakyat Nahdlatul Ulama). Disamping pendiri MIAS, pada masa Orde Lama Kiai Syarif juga dipasrahi untuk memimpin Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Cabang Kencong.
Kiai Syarif punya banyak anak. Salah satunya Musyarofah. Sang putri dinikahkan dengan putra bungsu Haji Mahmud yaitu Ahmad Bajuri. Ahmad Bajuri tercatat alumnus Pesantren Ploso di Kediri. Beliau pernah merasakan mondok satu zaman dengan Gus Miek. Pulang dari Ploso, Bajuri awalnya diminta mengajar mata pelajaran agama di MIAS, Kencong. Dilihat-lihat punya kecerdasan dan rasa khidmat yang tinggi, maka Kiai Syarif mantap mengambilnya sebagai menantu.
Sosok Kiai Bajuri memang tak setenar KH. Sadid Jauhari (Pengasuh Ponpes As-Sunniyah-Kencong). Namun, Kiai Bajuri punya jejak sejarah yang patut ditulis. Karena tak memiliki Pesantren, maka Kiai Ahmad Bajuri bisa dikategorikan sebagai “Kiai Kampung”. Suatu istilah yang pertama kali dipopulerkan KH. Abdurrahman Wahid.
Jejak sejarah Kiai Bajuri sepanjang menetap di dusun Sidonganti berkisar pada merawat Masjid al-Huda. Beliau sosok yang taat akan program yang digulirkan pemerintah. Selama wabah corona tak kemana-mana dan bersedia divaksin hingga dua kali. Vaksin corona yang diimpor pemerintah katanya sebagai ikhtiar mencegah marabahaya yang tak terduga. Selain itu, selama wabah corona beliau rutin menjadi Khotib Jumat dan imam sholat 5 waktu. Rutin mengingatkan pentingnya cuci tangan dan pemakaian masker. Pasca pulang umroh tahun 2021, beliau menggelar pengajian Rabu Pon. Pengajian ini khusus kalangan lanjut usia yang digelar satu bulan sekali.
Perlu diketahui, Kiai Bajuri punya kebiasaan rihlah ke berbagai kota. Surabaya, Pasuruan, Malang, Lumajang, Semarang, Solo hingga Jakarta. Di Jakarta, beliau berkawan baik dengan artis Limbad. Adapun di Semarang, ia berkawan baik dengan Gus Iwan Cahyono, pendiri Patriot Garda Nusantara (PGN). Oh ya, sebagian besar Kiai pastilah menjadi pengikut Tarekat Sufi. Sewaktu bertamu ke kediaman Kiai Bajuri, saya lihat dokumen yang tergeletak di ruang tamu.
Di situ nama beliau tercatat sebagai anggota di kepengurusan JATMI. JATMI nampaknya berbeda dengan Jam’iyyah Ahli Thoriqah Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyyah (JATMAN) yang dipimpin Habib Luthfi, ulama tersohor di daerah Pekalongan. Hanya saja, jika berselancar dilaman Google, untuk urusan afiliasi politik di Pilpres 2019, dua organisasi ini kompak menyokong KH. Ma’ruf Amin.
Kembali ke sosok Kiai Bajuri, pada akhir bulan oktober kemarin beliau melakukan rihlah terakhir. Walau fisiknya dalam kondisi kurang prima, beliau tetap menghadiri pengajian yang digelar Patriot Garda Nusantara di Semarang. Batas umur manusia tak ada yang bisa mengetahui, tiba-tiba pada rabu 2 November 2022, pihak Gus Iwan Cahyono mendadak meminta keluarga segera ke Semarang. Kondisi kesehatan Kiai Bajuri makin menurun. Organ ginjal beliau ada masalah dan juga dalam unggahan status salah satu putrinya diketahui pada Kamis pagi beliau mengenakan alat bantu pernafasan.
Singkat cerita ba’da Dhuhur, Kiai yang lahir pada tahun 1940 ini menghembuskan nafas terakhir. Semasa hidup, beliau tak meninggalkan karya tulis berupa kitab. Hanya beberapa petuah yang beliau bagikan kepada tamu dan jamaah pengajian Rabu Pon. Salah satu nasehat yang berkesan adalah “Menjadi Kiai harus Tut Wuri Handayani, diundang jamaah ya harus tepat waktu, disiplin dan pulang paling akhir”. Wallahu’allam bishowab
https://alif.id/read/fadh-ahmad-arifan-m-ag/rihlah-terakhir-kiai-ahmad-bajuri-b246011p/