Lima tahun lalu, yakni pada 13 Maret 2018 M Perpustakaan Nasional melakukan preservasi manuskrip di Perpustakaan Raden Umro milik Pondok Pesantren Sumber Anyar, Madura. Terhitung 187 eksemplar atau 400 judul teks naskah yang tersimpan di sana, salah satunya adalah salinan teks Tafsīr al-Wajīz Karya al-Wāḥidī.
Berdasarkan penelitian, secara keseluruhan usia dari kitab-kitab itu ditaksir kira-kira 200-300 tahun berdasarkan kertas dan perhitungan sejarah berdirinya pesantren (Taufiqurrahman Arin 2018, kompas.com).
Salinan ini hanya tersisa 65 halaman saja, sisanya sudah dimakan usia. Isi di dalamnya hanya beberapa surah saja, yakni meliputi QS. al-Qalam [68], QS. al-Ḥāqqah [69], al-Ma‘ārij [70], QS. Nūḥ [71], QS. al-Jinn [72], QS. al-Muzzammil [73], QS. al-Qiyāmah [75], QS. al-Insān [76], QS. al-Mursalāt [77], QS. an-Naba [78], QS. an-Nāzi’āt [79], QS. ‘Abasa [80], QS, QS.at-Takwīr [81], dan QS. al-Muṭaffifīn [83]. Namun, tidak semuanya penafsiran dalam surah-surah tersebut lengkap, ada beberapa surah yang hanya tersisa sebagian penafsiran ayat saja. Misalnya, QS, QS.at-Takwīr [81] yang hanya tersisa penafsiran ayat 1-26 saja. Atau QS. al-Muzzammil [73] yang nyaris lengkap jika penjelasan ayat ke 20 lengkap.
Berdasarkan kajian Halim Bahwi (pengurus perpustakaan pondok), salinan tafsir ini dikatakan merupakan salinan dari Tafsīr al-Wajīz fī al-Tafsīr al-Kitāb al-‘Āzīz Karya Abī al-Hasan ‘Alī bin Ahmad al-Wāḥidī al-Naysaburī (W. 10 69 M). Keterangan demikian juga dapat dilihat dalam repositori manuskrip Pemprov Jawa timur dengan nama naskah Tafsir al-Qur’an Sumberanyar yang juga dapat dibaca secara online di laman web disperpusip.jatimprov.go.id. Pemprov Jawa timur menggolongkan salian ini sebagai naskah dalam periode pra-kemerdekaan yang berbahasa Arab dan juga dilengkapi dengan makna gandul Jawa.
Jika dilihat dari urutan surahnya, dapat diasumsikan bahwa salinan ini bukan salinan parsial atau tematik, baik surah atau ayat. Artinya tafsir ini kemungkinan besar disalin secara lengkap sebelum dimakan usia. Demikian sebab adanya beberapa surah yang masih lengkap dan berurutan seperti QS. Nūḥ [71, QS.al-Qiyāmah [75], dan QS. al-Mursalāt [77] sampai QS. ‘Abasa [80].
Oman Fathurrahman dalam buku Filologi Indonesia; Teori dan Metode, menjelaskan bahwa dalam kurun waktu abad 18-19 M, kajian tafsir di indonesia telah berlangsung dengan didominasi bahan ajar Tafsīr al-Jalālayn berdasar temuan L.W.C Van den Berg (Oman 2017, 27). Sementara Martin Van Bruinessen juga meletakkan nama kitab itu pada urutan pertama sebagai kitab terpopuler di Nusantara dalam Kitab Kuning Pesantren Dan Tarekat, Tradisi-Tradisi Islam Di Indonesia atas observasinya pada abad 20 M (Martin 1999, 158). Tak salah jika manuskrip salinan teks Tafsīr al-Jalālayn banyak ditemukannya manuskrip di sekitar pulau Jawa, atau barangkali juga di pulau lainnya.
Kondisi demikian bukan berarti tafsir lain tidak diajarkan secara oral sejak di abad 17-18 M, kedekatan Tafsīr Tarjumān al-Mustafīd karya al-Singkilī dan Dāwud al-Fatanī dengan Tafsīr Khazīn dan Bayḍawī di abad 17 M menjadi bukti bahwa banyak tafsir lain yang juga telah lama didakwahkan oleh ulama-ulama di Indonesia sebagaimana penjelasan Suarni dalam “Karakteristik Tafsir Turjumān al-Mustafīd”. Demikian juga berarti, bahwa ditemukannya salinan Tafsīr al-Wajīz fī Karya al-Wāḥidī di Pamekasan, Madura menunjukkan bahwa tafsir tersebut juga dikaji dan di ajarkan di Indonesia, terutama di tempat asal kitab tersebut ditulis dan berada.
Sangat disayangkan, penyalinan naskah tersebut belum dapat dikonfirmasi. Selain banyak halaman yang hilang, meski ditaksir berumur 300 tahun berdasarkan umumnya kitab yang dikoleksi, demikian tentu belum cukup untuk membuktikan usia teks. Sebab menurut Oman Fathurahman (Oman 2017, 11), ada selisih waktu antara pembuatan, distribusi dan pemakaian kertas, terlebih dalam konteks situsi dan akses tempo dulu.
Baca Juga
https://alif.id/read/mqm/salinan-tafsir-al-wajiz-karya-al-wa%e1%b8%a5idi-di-madura-b248105p/