Laduni.ID, Jakarta – Tradisi masyarakat islam di Indonesia sangat beragam. Kita banyak menjumpai praktek ekspresi dan ritual keislaman dengan berbagai macam. Salah satunya adalah peringatan haul seseorang yang telah wafat. Bagaimanakah sebenarnya pandangan islam terhadap tradisi ini. Berikut uraian yang mungkin bisa sedikit membantu menambah wawasan keislaman, agar tidak mudah menyalahkan orang lain.
Sebelum lebih jauh, perlu kita ketahui terlebih dahulu apa dan bagaimanakah pengertian haul itu dalam perspektif islam.
Secara bahasa kata haul berasal dari Bahasa Arab “al-haulu”, artinya adalah kekuatan, kekuasaan, daya, upaya, perubahan, perpindahan, setahun, dua tahun, pemisah, dan sekitar. Kata “al- haul yang berarti satu tahun dapat ditemukan dalam Al-Quran dan Hadis. Sebagaimana ditemukan di dalam Surat Al-Baqarah ayat 240, berbentuk mufrad, dalam arti satu tahun terkait kasus perceraian;
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لِأَزْوَاجِهِمْ مَتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ فَإِنْ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَعْرُوفٍ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya: “Dan orang-orang yang akan meninggal dunia diantaramu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya (yaitu) diberi nafkah hingga satu tahun lamanya.”
Sedangkan lafadh al-haulu dalam bentuk mufrad di dalam Hadis, bisa ditemukan misalnya di dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi berikut ini;
لَا زَكاةَ فِى الْمَالِ الْمُسْتَفَادِ حَتَّى يَحُوْلَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ
Tidak wajib zakat terhadap harta yang belum haul (berumur satu tahun).
Lalu dalam perkembangan bahasa kata haul tersebut berkembang menjadi suatu istilah yang diserap ke dalam Bahasa Indonesia, yang lazim di pakai komunitas masyarakat muslim di indonesia. Dari istilah yang telah diserap ini, kata haul setidaknya memuat dua pengertian, yakni; pertama, istilah haul berarti berlakunya waktu dua belas bulan, tahun Hijriyyah terhadap harta yang wajib dizakati di tangan pemilik (Muzzaki) arti ini berkaitan erat dengan masalah zakat, kedua, istilah haul berarti upacara peringatan wafatnya seseorang (terutama tokoh agama islam), dengan berbagai bacaan dzikir, yang biasanya puncaknya menziarahi kubur almarhum atau almarhumah.
Dalam pengertian istilah haul yang kedua di atas, akan banyak dijumpai prakteknya selama ini di banyak tempat. Khususnya di dalam keluarga para habaib. Tidak bisa diklarifikasi secara pasti siapakah yang pertama kali mengadakan tradisi haul di Indonesia. Tetapi, jelas sekali tradisi ini menjadi salah satu fenomena yang sangat menarik minat umat Islam, apalagi menyangkut tokoh besar yang punya karomah.
Tidak bisa dipungkiri, peringatan haul akan lebih bernuansa agamis dan terasa dahsyat ketika yang diperingati itu adalah seorang tokoh yang kharismatik, ulama besar, habaib, pendiri sebuah pesantren, dan lain sebagainya.
Adapun acara biasanya bervariasi, misalnya dikemas dalam pengajian, ziarah kubur, pembacaan Al-Qur’an, dzikir, tahlil, tabligh akbar, istighosah, pembacaan manaqib yakni mengenang dan menceritakan riwayat tokoh yang diperingati haulnya dengan cerita-cerita yang baik yang sekiranya bisa dijadikan sebagai suri tauladan, bersedekah dan lain sebagainya.
Biasanya masyarakat menghadiri peringatan haul seorang tokoh tergantung dipengaruhi oleh masyhurnya ketokohan seseorang yang diperingati haulnya.
Masyarakat yang datang dari berbagai tempat dalam rangka mengikuti peringatan haul seorang tokoh kharismatik, seperti telah menemukan oase spiritual yang selama ini dicari.
Dalam peringatan haul ini memang jelas sekali penuh dengan keberkahan. Bagaimana tidak, sedangkan acara di dalamnya diisi dengan ziarah kubur lalu membaca Al-Qur’an, dzikir, sedekah, dan cerita keteladaan yang penuh dengan ilmu. Kalau demikian faktanya, bagaimana mungkin sebagian orang lantas mengingkarinya dan menganggap peringatan ini sebagai perbuatan yang menyimpang?
Bukankah sudah jelas sekali disinggung oleh Rasulullah bahwa perlu kiranya kita mengingat kebaikan-kebaikan orang yang telah wafat mendahului kita. Bisa jadi ini akan menambahkan keimanan kita dan bisa mendapatkan banyak pelajaran dan keberkahan. Rasulullah SAW pernah bersabda:
اذْكُرُوا مَحَاسِنَ مَوْتَاكُمْ وَكُفُّوا عَنْ مَسَاوِيهِمْ
“Sebut-sebutlah kebaikan-kebaikan orang-orang yang telah wafat dan jagalah dari bercerita tentang kejelekannya.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Hibban)
Lebih jelasnya, silakan menyimak dalil-dalil syar’i yang bisa dijadikan pedoman berikut ini.
Pada dasarnya peringatan haul hukumnya adalah mubah (boleh), dan tidak ada larangan. Jika yang dipersoalkan adalah ziarah kubur. Justru ditemukan keterangan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, yang menganjurkan untuk berziarah kubur:
حدثنا سُلَيْمَانُ بْنُ بُرَيْدَةُ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِي زِيَارَةِ أُمِّهِ زُوْرُوْهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمْ الآخِرَةَ
“Dari Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya, beliau berkata: Rasulullah bersabda: Aku dulu melarang ziaroh kubur, sekarang ziarohlah, karena ziaroh kubur itu mengingatkan kamu pada akhirat.” (HR. Tirmidzi)
Selain itu terdapat suatu keterangan yang bisa dihubungkan dengan tradisi haul ini, sebagaimana tersirat di dalam hadis Nabi SAW, riwayat Al-Baihaqi, dari Al-Waqidi, beliau berkata sebagai berikut:
كَانَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم يَزُوْرُ قَتْلَى أُحُدٍ فِي كُلِّ حَوْلٍ، وَإِذَا لَقَاهُمْ بِالشَّعْبِ رَفَعَ صَوْتَهُ يَقُوْلُ اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ. وَكَانَ أَبُوْ بَكْرٍ يَفْعَلُ مِثْلَ ذَلِكَ وَكَذَلِكَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ ثُمَّ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ رَضِيَ الله عَنْهُمْ. وَكَانَتْ فَاطِمَةُ رَضِيَ الله عَنْهَا تَأْتِيْهِ وَتَدْعُوْ. وَكَانَ سَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ سَلَّمَ عَلَيْهِمْ ثُمَّ يَقْبَلُ عَلَى أَصْحَابِهِ فَيَقُوْلُ أَلَا تُسَلِّمُوْنَ عَلَى قَوْمٍ يَرُدُّوْنَ عَلَيْكُمُ السَّلَامُ
Artinya: Nabi senantiasa berziarah ke makam para syuhada’ di bukit Uhud setiap tahun dan sesampainya di sana beliau mengucapkan salam dengan mengeraskan suaranya, “Salaamun ‘alaikum bimaa shobartum fani’ma ‘uqbad dar” (QS. Ar-Ra’d ayat 24) yang artinya: “Keselamatan tetap padami berkat kesabaranmu, maka betapa baiknya tempat kesudahanmu itu”. Abu Bakar juga berbuat seperti itu setiap tahun, kemudian Umar, lalu Utsman. Fatimah juga pernah berziarah ke bukit Uhud dan berdoa. Sa’d bin Abi Waqqash mengucapkan salam kepada para Syudaha’ tersebut kemudian ia menghadap kepada para shahabatnya lalu berkata, “Mengapa kamu tidak mengucapkan salam kepada orang-orang yang akan menjawab salammu”
Dari hadis inilah, maka Al-Musawiy berkomentar dalam kitab Nahjul Balaghah halaman 134 sebagai berikut:
فِي مَنَاقِبِ سَیِّدِ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ لِلسَّيِّدِ جَعْفَرٍ اَلْبَرْزَنْجِي قَالَ وَكَانَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ يَأْتِي قُبُوْرَ الشُّهَدَاءِ بِأُحُدٍ عَلَى رَأْسِ كُلِّ حَوْلٍ
Artinya: Di dalam manaqib Sayyid al-Syuhada’, Hamzah bin Abi Tholib yang ditulis Sayyid Ja’far al-Barzanji, dia berkata: Rasulullah mengunjungi makam Syudaha’ Uhud pada setiap awal tahun.
Melihat substansi peringatan haul, di antara acaranya adalah juga diisi pembacaan dzikir. Tentu dzikir ini sangat dianjurkan. Sebagaimana dalil berikut ini yang menjelaskan tentang keutamaan dzikir.
مَا جَلَسَ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ الله تَعَالَى فَيَقُوْمُوْنَ حَتَّى يُقَالَ لَهُمْ قُوْمُوْا قَدْ غَفَرَ اللهُ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَبُدِّلَتْ سَيِّئآتِكُمْ حَسَنَاتٍ
Artinya: “Tiada suatu kaum yang berkumpul dalam satu majelis untuk berdzikir kepada Allah kemudian mereka bubar sehingga diundangankan kepada mereka “bubarlah kamu”, sungguh Allah telah mengampuni dosa-dosamu dan kejahatan-kejahatanmu telah diganti dengan kebaikan-kebaikan.” (HR. Thabrani dan Baihaqi)
ذِكْرُ الْأَنْبِيآءِ مِنَ الْعِبَادَةِ وَذِكْرُ الصَّالِحِيْنَ كَفَارَةٌ، وَذِكْرُ الْمَوْتِ صَدَقَةٌ، وَذِكْرُ الْقَبْرِ يُقَرِّبُكُمْ اِلَى الْجَنَّةِ. (رواه الديلمي) اهـ الجامع الصغير
Artinya: “Menyebut-nyebut para Nabi itu termasuk ibadah, menyebut-nyebut para sholihin itu bisa menghapus dosa, mengingat kematian itu pahalanya seperti bersedekah dan mengingat alam kubur itu bisa mendekatkan kamu dari ke surga.” (HR. Dailami)
Lalu secara tegas Syaikh Abdurrahman Al-Jaziri menyatakan anjuran berziarah kubur, sebagaimana ditulis dalam kitabnya Al-Fiqh ala Madzahibil Arba’ah.
وَيَنْبَغِي لِلزَّائِرِ اَلْإِشْتِغَالُ بِالدُّعَاءِ وَالتَّضَرُّعُ وَالْإِعْتِبَارُ بِالْمَوْتَى وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ لِلْمَيِّتِ، فَإِنَّ ذَالِكَ يَنْفَعُ الْمَيِّتَ عَلَى الْأَصَحِّ. اهـ (الفقه على مذهب الأربعة 1/540)
Artinya: Sangat dianjurkan bagi orang yang berziarah kubur untuk bersungguh-sungguh mendoakan kepada mayit dan membacakan Al-Qur’an untuknya, karena semua itu pahalanya akan bermanfaat bagin mayit. Demikian itu menurut pendapat ulama yang paling shohih.
Demikian dalil-dalil yang bisa dijadikan hujjah dalam peringatan haul. Haul Habib Mundzir Al-Musawa ke-10 akan dilaksanakan pada tanggal 28 dan 29 Mei 2023. Semoga kita semua bisa turut hadir untuk mendapat keberkahannya. Atau jika memang tidak memungkinkan bisa hadir, niatkan tetap hadir dan berdoa; “Allahumma ij’alna minal hadlirin”. Insya Allah niat kita cukup mewakilinya.
Sumber: Ensiklopedi Islam (Jakarta PT Ichtiyar Bbaru Van Hoeve, 1994), Nahjul Balaghah, Sunan At-Turmudzi, Al-Mu’jam Al-Kabir, Musnad Al-Firdaus, Al-Fiqh ‘ala Madzahibil Arba’ah
___________
Penulis: Abd. Hakim Abidin
Editor: Atthallah
https://www.laduni.id/post/read/517337/seberapa-penting-peringatan-haul-perhatikan-dalil-ini.html