Sejarah Disyariatkannya Shalat Fardhu Lima Waktu

Laduni.ID, Jakarta – Shalat merupakan Rukun Islam kedua yang wajib dijalankan oleh semua umat muslim. Karena itu, belum dianggap sempurna keislaman seseorang jika tidak menunaikan ibadah shalat.

Rasulullah SAW bersabda:

بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسَةٍ. عَلَى أَنْ يُوَحَّدَ اللهُ، وَإِقَامِ الصّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزّكَاةِ، وَصِيَامِ رَمَضَانَ، وَالْحَجِّ فَقَالَ رَجُلٌ: الْحَجِّ، وَصِيَامِ رَمَضَانَ؟ قَالَ لاَ. صِيَامِ رَمَضَانَ وَالْحَجِّ. هكَذَا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Islam dibangun di atas lima hal; yakni mengesakan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di Bulan Ramadhan dan beribadah haji.” Kemudian ada seseorang bertanya (kepada Ibnu Umar): “Beribadah haji dan berpuasa di bulan Ramadhan?” (Ibnu Umar r.a.) menjawab: “Bukan, berpuasa di Bulan Ramadhan dan beribadah Haji.” Demikianlah yang aku dengar dari Rasulullah saw.”(HR. Imam Muslim)

Secara bahasa shalat bermakna doa. Pengertian secara bahasa ini bisa dilihat di dalam Al-Quran pada ayat berikut ini:

ﺧُﺬْ ﻣِﻦْ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟِﻬِﻢْ ﺻَﺪَﻗَﺔً ﺗُﻄَﻬِّﺮُﻫُﻢْ ﻭَﺗُﺰَﻛِّﻴﻬِﻢْ ﺑِﻬَﺎ ﻭَﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﺇِﻥَّ ﺻَﻼﺗَﻚَ ﺳَﻜَﻦٌ ﻟَﻬُﻢْ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﺳَﻤِﻴﻊٌ ﻋَﻠِﻴﻢٌ

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan ‘shalatlah’ (berdoalah) untuk mereka. Sesungguhnya shalat (doa) kamu itu merupakan ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, (QS. At-Taubah: 103)

Dalam ayat di atas, shalat yang dimaksud sama sekali bukan dalam makna syariat, melainkan dalam makna bahasanya secara asli yaitu berdoa, dan pada hakikatnya di dalam ritual ibadah shalat mengandung banyak doa.

Sedangkan, makna shalat secara syariat bisa dipahami sebagaimana dijelaskan di dalam Kitab Fathul Mu’in. Syaikh Zainuddin Al-Malibari menjelaskan berikut ini:

هِيَ شَرْعًا: أَقْوَالٌ وَأَفْعَالٌ مَخْصُوْصَةٌ مُفْتَتَحَةٌ بِالتَّكْبِيْرِ مُخْتَتَمَةٌ بِالتَّسْلِيْمِ وَسُمِّيَتْ بِذَلِكَ لِاشْتِمَالِهَا عَلَى الصَّلَاةِ لُغَةً وَهِي اَلدُّعَاءُ

“Secara syariat, pengertian shalat adalah serangkaian ucapan dan gerakan yang tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam dan dinamakan demikian (shalat) karena memang secara bahasa shalat mencakup makna doa.”

Sebelum shalat fardhu lima waktu disyariatkan, sesungguhnya Rasulullah SAW dan para sahabat sudah melakukan ibadah shalat. Hanya saja ibadah tersebut belum seperti ketentuan shalat fardhu lima waktu yang disyariatkan kemudian.

Ketentuan disyariatkannya shalat fardhu lima waktu terjadi pada saat peristiwa Isra’-Mi’raj. Awalnya Rasulullah SAW mendapatkan perintah wajib melaksanakan shalat sebanyak 50 kali, namun ketika bertemu dengan Nabi Musa AS di langit kelima, kemudian beliau mendapatkan saran agar memohon kepada Allah SWT agar memberikan keringanan jumlah shalat yang difardhukan. Akhirnya sampai pada bilangan shalat yang difardhukan sebanyak lima waktu Rasulullah SAW tidak lagi memohon diringankan, karena merasa malu kepada Allah SWT. Kisah ini sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas di dalam Hadis berikut ini:

ثُمَّ فُرِضَتْ عَلَيَّ الصَّلَوَاتُ خَمْسِينَ صَلَاةً كُلَّ يَومٍ، فَرَجَعْتُ فَمَرَرْتُ علَى مُوسَى، فَقَالَ: بما أُمِرْتَ؟ قَالَ: أُمِرْتُ بخَمْسِينَ صَلَاةً كُلَّ يَومٍ، قَالَ: إنَّ أُمَّتَكَ لا تَسْتَطِيعُ خَمْسِينَ صَلَاةً كُلَّ يَومٍ، وإنِّي واللَّهِ قدْ جَرَّبْتُ النَّاسَ قَبْلَكَ، وعَالَجْتُ بَنِي إسْرَائِيلَ أشَدَّ المُعَالَجَةِ، فَارْجِعْ إلى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ لِأُمَّتِكَ، فَرَجَعْتُ فَوَضَعَ عَنِّي عَشْرًا، فَرَجَعْتُ إلى مُوسَى فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَوَضَعَ عَنِّي عَشْرًا، فَرَجَعْتُ إلى مُوسَى فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَوَضَعَ عَنِّي عَشْرًا، فَرَجَعْتُ إلى مُوسَى فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَأُمِرْتُ بعَشْرِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَومٍ، فَرَجَعْتُ فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَأُمِرْتُ بخَمْسِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَومٍ، فَرَجَعْتُ إلى مُوسَى، فَقَالَ: بِمَ أُمِرْتَ؟ قُلتُ: أُمِرْتُ بخَمْسِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَومٍ، قَالَ: إنَّ أُمَّتَكَ لا تَسْتَطِيعُ خَمْسَ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَومٍ، وإنِّي قدْ جَرَّبْتُ النَّاسَ قَبْلَكَ، وعَالَجْتُ بَنِي إسْرَائِيلَ أشَدَّ المُعَالَجَةِ، فَارْجِعْ إلى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ لِأُمَّتِكَ، قَالَ: سَأَلْتُ رَبِّي حتَّى اسْتَحْيَيْتُ، ولَكِنِّي أرْضَى وأُسَلِّمُ، قَالَ: فَلَمَّا جَاوَزْتُ نَادَى مُنَادٍ: أمْضَيْتُ فَرِيضَتِي، وخَفَّفْتُ عن عِبَادِي

“Kemudian diwajibkan bagiku shalat lima puluh kali dalam setiap hari. Aku pun kembali dan lewat di hadapan Musa ‘alaihis salam. Musa bertanya; ‘Apa yang telah diperintahkan kepadamu?’ aku menjawab: ‘Aku diperintahkan shalat lima puluh kali setiap hari.’ Musa berkata; ‘Sesungguhnya ummatmu tidak akan sanggup melaksanakan lima puluh kali shalat dalam sehari, dan aku, demi Allah, telah mencoba menerapkannya kepada manusia sebelum kamu, dan aku juga telah berusaha keras membenahi Bani Isra’il dengan sungguh-sungguh. Maka kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan untuk umatmu.’ Maka aku kembali dan Allah memberiku keringanan dengan mengurangi sepuluh shalat, lalu aku kembali menemui Musa. Maka Musa berkata sebagaimana yang dikatakan sebelumnya, lalu aku kembali dan Allah memberiku keringanan dengan mengurangi sepuluh shalat, lalu aku kembali menemui Musa. Maka Musa berkata sebagaimana yang dikatakan sebelumnya, lalu aku kembali dan Allah memberiku keringanan dengan mengurangi sepuluh shalat, lalu aku kembali menemui Musa. Maka Musa berkata sebagaimana yang dikatakan sebelunya. Aku pun kembali, dan aku di perintah dengan sepuluh kali shalat setiap hari. Lalu aku kembali dan Musa kembali berkata seperti sebelumnya. Aku pun kembali, dan akhirnya aku diperintahkan dengan lima kali shalat dalam sehari. Aku kembali kepada Musa dan dia berkata; ‘Apa yang diperintahkan kepadamu?’ Aku jawab: ‘Aku diperintahkan dengan lima kali shalat dalam sehari.’ Musa berkata; ‘Sesungguhnya ummatmu tidak akan sanggup melaksanakan lima kali shalat dalam sehari, dan sesungguhnya aku, telah mencoba menerapkannya kepada manusia sebelum kamu, dan aku juga telah berusaha keras membenahi Bani Isra’il dengan sungguh-sungguh. Maka kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan untuk umatmu.’ Rasulullah berkata: ‘Aku telah banyak memohon (keringanan) kepada Rabbku hingga aku malu. Tetapi aku telah ridla dan menerimanya.’ Ketika aku telah selesai, terdengar suara yang berseru: “Sungguh Aku telah memberikan keputusan kewajiban-Ku dan Aku telah ringankan untuk hamba-hamba-Ku.” (HR. Bukhari)

Dalam riwayat lain dikisahkan lebih singkat. Berikut Hadis yang diriwayatkan dari Anas bin Malik:

ﻓُﺮِﺿَﺖِ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓُ ﻋَﻠﻰَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺃُﺳْﺮِﻱَ ﺑِﻪِ ﺧَﻤْﺴِﻴْﻦَ، ﺛُﻢَّ ﻧُﻘِﺼَﺖْ ﺣَﺘَّﻰ ﺟُﻌِﻠَﺖْ ﺧَﻤْﺴًﺎ ﺛُﻢَّ ﻧُﻮْﺩِﻱَ ﻳَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪُ: ﺇِﻧَّﻪُ ﻻَ ﻳُﺒْﺪَﻝُ ﺍﻟﻘَﻮْﻝُ ﻟَﺪَﻱَّ ﻭَﺇِﻥَّ ﻟَﻚَ ﺑِﻬَﺬِﻩِ ﺍﻟْﺨَﻤْﺲِ ﺧَﻤْﺴِﻴْﻦَ

“Telah difardhukan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam shalat pada malam beliau diisra’kan sebanyak 50 shalat. Kemudian dikurangi hingga tinggal 5 shalat saja. Lalu diserukan,”Wahai Muhammad, perkataan itu tidak akan tergantikan. Dan dengan lima shalat ini sama bagi mu dengan 50 kali shalat.” (HR. Ahmad, An-Nasai dan dishahihkan oleh At-Tirmidzi)

Sebagian ulama Mazhab Hanafi mengatakan bahwa shalat fardhu lima waktu disyariatkan pada malam Mi’raj, pada tanggal 17 Ramadhan, 1,5 tahun sebelum hijrah Nabi.

Namun, menurut Syaikh Wahbah Zuhaili di dalam Kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu yang mengutip pernyataan Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, persitiwa ini dicatat dalam sejarah terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun ke-5 sebelum peristiwa hijrah Nabi ke Madinah. Dan pendapat inilah yang dianggap paling kuat. Wallahu ‘Alam bis Showab. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 13 Mei 2022. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim

https://www.laduni.id/post/read/80726/sejarah-disyariatkannya-shalat-fardhu-lima-waktu.html