1. Riwayat Singkat Masa Kecil Raden Patah
Demak adalah kesultanan Islam pertama di pulau Jawa. Sebelum berdirinya Kesultanan Demak, beberapa pelabuhan perdagangan Islam telah dikembangkan di Jawa, seperti Jepara, Tuban dan Gresik, namun kota-kota niaga ini masih dalam penguasaan Majapahit. Demak adalah wilayah yang diberikan Brawijaya V kepada putranya Raden Fatah. Banyaknya sungai dan pantai di kawasan itu memungkinkan Demak berkembang karena mendapat dukungan Syah Bandar dari Tuban, Gresik dan Ampeldenta, serta para pedagang Islam, dan juga memiliki kekayaan potensi sumber daya alam. Selama tahun 1476-1478, Demak menjadi daerah yang ramai, pusat ilmu pengetahuan dan penyebaran agama Islam. Sejak Raden Fatah mengambil alih kekuasaan, Demak juga memiliki pelabuhan besar yang berfungsi sebagai transportasi nelayan dan perdagangan, hingga Kesultanan menjadi Kerajaan Islam pertama di Jawa.
Sebagai Kesultanan Islam pertama di pulau Jawa, Kesultanan Demak memegang peranan penting dalam proses islamisasi saat itu. Kesultanan Demak berkembang menjadi pusat perdagangan dan pusat penyebaran Islam. Wilayah Demak meliputi beberapa wilayah di Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi dan Kalimantan. Selain itu Kesultanan Demak juga memiliki pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik yang telah berkembang menjadi pelabuhan penghubung. Secara strategis daerah Demak terletak di tepi sungai selat diantara pegunungan Muria dan Jawa. Tempat ini akhirnya menjadi pusat perdagangan bagi para pedagang muslim. Banyak dari mereka melakukan aktivitas perdagangan di selat ini dan saling berdagang. Selain menjual belikan daganganya para pedagang muslim ini juga sedikit banyak melakukan penyebaran ajaran agama Islam kepada masyarakat yang pada masa itu masyarakat juga sudah memeluk agama Islam. Pedagang terus berdatangan ke Demak Bintoro, selain ramai berdagang, tempat ini juga diuntungkan karena letaknya yang strategis dan dukungan teori pedagang yang baik, yang menarik para pedagang untuk datang ke sana.
Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Patah, pada tahun 1478. Raden Patah lahir di Palembang pada tahun 1448 M, dengan nama panggilan Raden Hasan. Raden Patah masih keturunan langsung dari Prabu Brawijaya V Bhre Kertabhumi. Jika dirunut, Raden Fatah merupakan putra ke 13 dari 100 putra Raja Brawijaya V. Dan dari ibu yang yang berdarah Cina putri dari Syekh Bentong atau lebih di kenal dengan Putri dari Cina atau ada yang menyebutkan bernama putri Siu Ban Ci
Raden Hasan dididik dan dibimbing oleh ayah angkatnya Ario Abdillah selain mempelajari ilmu kanuragan beliau juga di tuntut untuk mempelajari agama Islam dan menjadi seorang Ulama Islam. Sementara hasil perkawinan Ario Dillah dengan putri Cina tersebut lahir seorang bayi laki-laki juga yang diberi nama Raden Husen adik Raden Hasan saudara laki-laki seibu. Raden Hasan dan Raden Husen dianjurkan oleh Patih Sapu Talang Arya Palembang untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan agama Islam di pulau Jawa. Waktu itu Raden Hasan baru berusia 11 tahun.Sesuai cerita yang tertulis di Babad Demak. Dikisahkan Raden Hasan dan Raden Husen menyebrang dari pulau Sumatera kepulau Jawa serta singgah di Cirebon kediaman Pangeran Modang. Kemudian keduanya sengaja melanjutkan perjalanan lewat darat menuju Jawa dengan maksud menambah pengalaman.
Raden Hasan setelah belajar bertahun-tahun di Pesantren Ampel Denta, kemudian menikah dengan Nyi Para Wahidah putri Sunan Ampel dari istri yang bernama Ni Ageng Manila atau Nyai Condrowati atau Nyai Ageng Mulekhah (Malekhah : cantik). Adapula yang memanggilnya Nyai Ageng Maloka.
2. Raden Patah Membantu Prabu Brawijaya V Merebut Tahta di Majapahit
Setelah Brawijaya III wafat pada tahun 1466 M, Pangeran Kertabhumi tidak diberi kesempatan untuk menduduki tahta Kerajaan Majapahit. Bahkan tahta Majapahit diserahkan kepada Bhre Pandan Salas atau Dyah Suraprabowo dengan gelar Sri Singha Wikramawardhana Brawijaya IV.Dalam sebuah prasasti ia disebut sebagai keturunan Raja Gunung (Sri Giri Pati Pra Suta Bupat ) yang berkuasa di daerah Jenggala dan Kediri
Sebagai orang yang mengalah tapi memegang harkat dan martabat sebagai pewaris dan penerus singgasana Majapahit, Pangeran Kertabhumi bingung antara mengalah atau mempertahankan harga diri sebagai pewaris Raja. Akhimya Pangeran Kertabhumi memutuskan untuk memberanikan diri menghadapi cobaan dan rintangan yang menghadang untuk meraih tahta Majapahit, biarpun untuk itu harus berperang dan nyawanya siap melayang. Dari putusan itu, diwujudkan dalam sengkala memet berupa Pintu Petir/ Lawang Bledeg. Raden Hasan waktu itu masih berusia 18 tahun, dan masih dalam pendidikan di Pesanten Ampel Denta. Sunan Ampel,mengetahui ketidakadilan itu, dan segera menyuruh Raden Hasan untuk mengabdikan diri pada ayahnya yang bernama Pangeran Kertabhumi di Majapahit. Misi pengabdiannya terutama menegakkan keadilan. Keadilan yang dituntut yaitu memperjuangkan ayahnya agar dapat menjadi Raja Majapahit.
Sunan Ampel berpesan 2 hal penting pada Raden Hasan sebelum mengabdikan diri kepada Pangeran Kertabhumi . Kata Sunan Ampel, ” ayah kandungmu yang sebenarnya adalah Pangeran Kertabhumi”, walaupun ayahmu lahiriahnya adalah seorang hindu, kamu sebagai anak tetap wajib berbakti padanya dan beliau tidak pernah merongrong atau menghalangi perkembangan Islam, maka perlu dihormati dan dibantu merebut tahta kerajaan Majapahit yang merupakan haknya”.
Pada tahun 1466 M, Raden Hasan mulai mengabdi kepada ayahnya Pangeran Kertabhumi ditandai dengan candra sengkala “Naga Sarpa Wighna Tunggal”. Candra sengkala mengandung makna tahun dan kejadian peristiwa pada tahun itu: Naga itu ular besar, Sarpa itu ular kecil. Melambangkan ayah dan anak ialah Pangeran Kertabhumi dan anaknya Raden Hasan; Tunggal bersatu mengatasi Wighna atau rintangan yang menghalangi naiknya Pangeran Kertabhumi meraih hak tahta singgasana Raja Majapahit. Singkat cerita, pada tahun 1466 M, Pangeran Kertabhumi dan anaknya Raden Hasan bersatu dalam upaya mengatasi rintangan yang menghadang dalam meraih tahta singgasana Kerajaan Majapahit, yang telah direbut oleh Bhre Pandan Salas. Pangeran Kertabhumi senang hatinya setelah melihat kemampuan dari Raden Hasan, ketinggian budi pekertinya, ketajaman batinnya, arif bijaksana serta memahami tata cara dan adat istiadat kerajaan serta berwatak ksatria.
Pangeran Kertabhumi sering mengamati kemampuan dan kecerdasan serta ilmu yang dimiliki anaknya selama mengabdi di kerajaan Majapahit, beliau bangga dan berbesar hati sehingga sering memanggil dengan Jin Bun. Jin Bun berasal dari bahasa Cina Jin dan Bun, yang artinya Pemuda Harapan atau Pemuda Potensial . Beliau berharap Raden Hasan nantinya mampu meneruskan tahta kerajaan Majapahit sepeninggalnya. Mulai saat itu orang sering memanggil beliau Senopati Jin Bun. Raden Hasan berhasil membantu ayahnya merebut kekuasaan kembali dari tangan Prabu Pandan Salas selama 2 tahun.Bhre Kertabumi dengan dibantu kakak beradik Raden Hasan dan Raden Husen, akhirnya dapat mengusir Prabu Pandan Salas dari kerajaan Majapahit pada tahun 1468 M. Sedangkan Prabu Pandan Salas mengasingkan diri di Daha dan selanjutnya memerintah Kadipaten Keling Kediri.
Dalam prasasti yang dibuat Pandan Salas, disebutkan bahwa tahun 1468 M, ia mengadakan Upacara Sradha untuk memperingati 12 tahun meninggalnya Paduka Bathara Ring Dahana Pura (Bhre / Keluarga Pandan Salas). Ia masih ingin berusaha menguasai kembali Majapahit. Namun sampai tahun 1471 M, Majapahit belum juga dapat dikuasainya. Akhirnya kekuasaan diserahkan kepada anaknya yang bernama Girindrawardhana Dyah Rana Wijaya yang bergelar Prabu Bathara Girindrawardhana Dyah Rana Wijaya.Tiga tahun kemudian, yaitu tahun 1474M, Pandan Salas Brawijaya ke IV wafat. Girindrawardhana Dyah Rana Wijaya memerintah Kediri mulai 1471 M-1478 M. Prabu Girindrawardhana berusaha mempersatukan kembali seluruh wilayah Majapahit yang sudah terpecah belah dari kekuasaan Prabu Bhre Kertabhumi Brawijaya V. Mulai saat itu, ia mulai merencanakan merebut tahta kerajaan Majapahit yang dipegang Brawijaya V. Yang nantinya pada tahun 1478 M dapat merebut Majapahit dari tangan Prabu Brawijaya V.
Pada tahun 1468 M, ayah Raden Hasan yang bernama Raden Alit atau Pangeran Haryo Ongko Wijaya atau Kertabhumi, dinobatkan menjadi Raja Majapahit mengganti Brawijaya IV dan bergelar Prabu Brawijaya V. Keadaan rakyat Majapahit pada waktu itu, masih belum aman dan tentram, karena seringnya timbul pemberontakan. Diharapkan Prabu Kertabhumi mampu membuat suasana Kerajaan Majapahit menjadi aman dan tentram. (Kerta bhumi : daerah yang aman dan tentram). Raden Alit diberi julukan Pangeran Haryo Ongko Wjoyo yang mengandung maksud agar dapat seperti Ongko Wijoyo atau Abimanyu anak Janoko yang di dalam pewayangan mendapat petunjuk atau wahyu hidayat jati dari Tuhan (Allah) yang nantinya akan melahirkan seorang putra yang dapat memerintah kerajaan menjadi adil dan makmur. Dalam hal ini, yang dimaksud kerajaan Majapahit akan gemah ripah loh jinawi, toto tentrem karto raharjo.
Prabu Brawijaya V sudah resmi dinobatkan sebagai Raja Majapahit berkat bantuan Raden Hasan dan Raden Husin. Sebagai rasa syukur beliau berkenan mernberi hadiah pada keduanya. Raden Hasan diberi hadiah tlatah / hutan Wonolangu yang waktu itu masih ikut Kadipaten Jepara. Hutan itu terletak antara Jepara dan daerah Pandan Arang (sekarang Semarang) .Dan ditumbuhi serumpunan tumbuhan glagah yang berbau wangi (sejenis rumput ilalang yang daunnya berbau wangi atau harum). Pada akhirnya terkenal dengan sebutan Hutan Glagah Wangi.
3. Membangun Pemukiman dan Pesantren di Glagah Wangi
Raden Hasan menghadap gurunya Sunan Ampel melaporkan hasil pengabdiannya di Majapahit dan sekaligus menceritakan hadiah Tlatah Wonolangu / Glagah Wangi dari ayahnya Prabu Brawijaya V. Gurunya dengan senyum mendengarkan laporan muridnya Raden Hasan. Sedang Nyai Ageng Para Wakhidah istri Raden Hasan wajahnya nampak berbinar-binar bangga mendengar sepak terjang suaminya banyak pujian terlontar dari mulutnya membuat Raden Hasan tersipu malu dibuatnya. Tiba-tiba gurunya berkata, “Alhamdulillah, Jebeng (maksudnya Anakku) Hasan sudah menjalankan tugas dengan baik dan sekarang apa rencana yang akan kau perbuat?” Apakah hutan Glagah Wangi akan segera kau buka sekarang agar bermanfaat bagi sesama manusia? Raden Hasan menjawab dengan tegas, “Saya belum berminat memanfaatkan Hutan Glagah Wangi, tetapi saya masih ingin meningkatkan ilmu disini. Belum puas rasanya kami menimba ilmu pada guru. Saya ingin meniru Nabi Sulaiman yang lebih memilih ilmu daripada harta dan tahta” Dengan rasa haru Sunan Ampel mengelus-elus jenggotnya sambil berkata “Memang benar bunyi Hadist Nabi Muhammad SAW, bahwa orang akan haus akan 2 perkara yaitu haus dunia dan haus Ilmu. Daripada haus dunia lebih baik haus Ilmu. Ilmu semakin diburu akan semakin kurang dan merasa semakin bodoh. Setelah Sunan Ampel menarik nafas dalam-dalam, beliau melanjutkan bicara “Kalau tekadmu sudah bulat untuk meningkatkan ilmu, saya menyarankan, sebaiknya kamu jangan hanya berguru padaku, tetapi tingkatkan ilmumu ke negeri Campa, Kerajaan Samudera Pasai serta Kesultanan Malaka yang saat ini sedang berkembang dibawah pemerintahan Sultan Mansyur Syah dan jangan lupa belajar ilmu Tata Pemerintahan disana. Belajar masalah Kelautan dan membuat kapal di Kadipaten Sriwijaya”.
Raden Hasan lebih dulu meningkatkan ilmu dan pengalaman ke Kerajaan Islam Samodra Pasai. Beliau banyak belajar tentang fiqih Islam yang bersumber dari Mahzhab Syafii. Adapun Thariqahnya Naqsabandilyah. Setelah itu belajar ke Kerajaan Campa (Vietnam Tengah) Beliau juga menambah Ilmu agama disamping sosial budaya bangsa Cina yang beraneka ragam dan sudah terkenal sejak jaman Nabi Muhammad SAW. Dan selanjutnya Raden Hasan belajar ke Kerajaan Malaka. Pada waktu itu yang menjadi Sultan Malaka adalah Sultan Mansyur Syah bin Sultan Mudzafar Syah. Sultan Mansyur Syah menjalankan roda pemerintahan Kerajaan Malaka sampai mencapai puncak kejayaan yang digambarkan dalam kitab Sejarah Melayu. Setelah puas merantau menambah ilmu dan pengalamannya selama 6 tahun di negeri seberang, beliau kembali menuju ke Jawa. Singkat cerita, beliau menghadap Sunan Ampel dan memberi laporan kisah perantauannya mencari ilmu di negeri seberang. Setibanya di Ampel Denta, sang guru memberi petunjuk kepada Raden Hasan supaya segera membuka hutan Glagah Wangi untuk tempat pendidikan / pesantren dan dipilih beberapa santri yang akan ikut membantu usaha tersebut. Sunan Ampel bermimpi menemukan hutan Glagah yang baunya harum. Hasil mimpi beliau dipakai sebagai petunjuk agar mudah mencarinya.
Pada tahun 1475 M Raden Hasan beserta istinya Nyai Ageng Wahidah diiringi pengikut setianya dan santri pilihan/ unggulan Sunan Ampel,menuju hutan Glagah Wangi melalui jalan laut melewati Tuban dan berhenti sebentar di Kadipaten Jepara. Raden Hasan menunjukkan surat keputusan Raja Majapahit Brawijaya kepada Adipati Jepara yang waktu itu masih membawahi hutan Glagah Wangi. Surat tersebut berisi keputusan bahwa hutan Glagah Wangi diberikan sepenuhnya kepada Raden Hasan sebagai hadiah keberhasilannya menegakkan keadilan di Majapahit pada tahun 1468 M. Beliau juga melaporkan dan memohon dukungan kepada Adipati Jepara yang waktu itu masih menguasai hutan Glagah Wangi, akan niatnya membuka hutan untuk dijadikan pemukiman dan tempat pendidikan Islam / pesantren dengan kapasitas 2000 santri. Adipati Jepara menerima dengan hormat kedatangan Raden Hasan dan siap membantu membuka hutan Glagah Wangi. Setelah mendapat beberapa petunjuk serta bantuan seperlunya dari Adipati Jepara beliau berpamitan untuk melanjutkan perjalanan.
Rombongan Raden Hasan tidak langsung membuka hutan, tetapi singgah dulu di Bandar Bargota Semarang,terus mendarat menemui tokoh masyarakat Cina yang berpengaruh disitu, untuk mengajak kerja sama dagang serta mengharap dukungan dalam upaya Raden Hasan membuka Hutan Glagah Wangi. Kemudian Beliau kembali ke Timur merapatkan kapalnya di suatu daratan dekat muara sungai Tuntang. Setelah meyakini pendaratannya itu benar (bener : bahasa jawa), di tepi hutan Glagah Wangi yang di carinya, maka beliau sujud syukur di tempat itu. Sekarang daerah itu diberi nama Desa Bener.Di Desa Bener ada peninggalan Masjid kuno, yang menurut kepercayaan masyarakat setempat, konon didirikan oleh seorang pedagang dari Palembang. Pedagang itu tidak lain ialah Kyai Palembang yang diberi tugas mendirikan Masjid disitu sekaligus syiar agama Islam ke penduduk setempat, disamping diberi tugas untuk menyelidiki tempat yang tepat untuk membuat bandar / pelabuhan laut. Bilamana sudah jadi, Kyai Palembang sekaligus diserahi manjadi Syah Bandar di Pelabuhan itu. Makam Kyai Palembang ada di sebelah timur pendopo Kabupaten Demak sekarang, dan masih terawat dengan baik.
Rombongan Raden Hasan melanjutkan pedalanan dan tidak lama bertemu dengan Nyai Lembah dan Baruklinting yang terlebih dahulu telah bermukim disana, tempat itu bernama Dukuh Kenep. Raden Hasan beserta rombongannya diantarkan oleh Nyai Lembah ke suatu tempat yang paling banyak ditumbuhi glagah yang berbau wangi. letak serumpunan glagah yang berbau wangi itu tepat di pengimaman Masjid Agung Demak sekarang, dengan pertimbangan : Waktu pemugaran Masjid Agung Demak tahun 1924 M-1926 M (selama 2 tahun) saat pemerintahan Adipati Demak dipegang oleh Bapak R.T. Aryo Sosrodiharjo dan Ir. Terlax sebagai arsiteknya serta Raden Soetedjo sebagai pengawas harian. Raden Soetedjo waktu itu menjadi kepala DPU Demak memberi kesaksian bahwa waktu pemugaran Masjid Agung Demak keluar air yang berbau harum / wangi. (Kesaksian R. Soetedjo diceritakan kepada Bapak KH. Muh. Salim Al-Fattah yang waktu itu menjadi takmir Masjid Agung Demak).
Dari keberhasilan usaha membuka hutan ini, beliau mendapat julukan Raden Fattah atau dalam penyebutan lidah Jawa disebut menjadi Raden Patah oleh gurunya Sunan Ampel. (Fattah dalam bahasa arab berarti membuka ; berhasil). Setelah pembukaan hutan Glagahwangi dianggap selesai, beliau bermukim di daerah yang terkenal dengan nama Rowo Bathok (sekitar daerah stasiun kereta api Demak). Semenjak itu daerah itu diberi nama Dukuh Glagah Wangi dan kotanya diberi nama Demak (Demak berarti pemberian ; hadiah ; anugerah) untuk mengingatkan kepada khalayak ramai, bahwa daerah itu adalah pemberian hadiah / kanugrahan dari ayahnya Prabu Brawijaya V kepada Raden Patah, atas keberhasilannya menegakkan kebenaran dan keadilan sewaktu beliau mengabdi di Majapahit. Jadi, pemberian itu tidak dapat dikatakan nepotisme, karena ada prestasi Raden Patah di balik pemberian itu.
4. Raden Patah Dilantik Menjadi Adipati Anom Demak Bintoro
Semenjak beliau bermukim di Rowo Bathok banyak masyarakat sekitar yang belajar ilmu agama lslam di rumahnya.Lama kelamaan banyak berdatangan santri dari luar daerah yang belajar di rumahnya dan menetap. Karena semakin banyak santri yang belajar agama Islam sehingga rumahnya sudah tidak dapat menampung santri yang datang dari berbagai daerah, maka santri yang tidak tertampung untuk sementara dititipkan di rumah penduduk sambil merencanakan pendirian Pondok Pesantren Glagah Arum. Raden Patah mendirikan pondok Pesantren Glagah Arum pada tahun 1476 M dengan kapasitas tampung 2000 santri. Pesantren tersebut kemudian mendirikan jamaah Jum’at sendiri sehingga beritanya terdengar sampai Majapahit.
Raden Patah dan Nyai Ageng Para Wahidah yang sering disebut Rara Juminten yang paling banyak menyumbang biaya pendirian pondok pesantren tersebut . Raden Patah mengajar santri dengan dibantu oleh tenaga pengajar atau asatidz pilihan diantaranya Pangeran Mekah, Kyai Palembang . Sedang istrinya Nyai Ageng Para Wahidah atau Rara Juminten bertugas mendidik kaum wanita dan ibu dalam bidang agama sekaligus bidang kewanitaan. Sekitar tempat pesantren tersebut, akhirnya berkembang menjadi sebuah desa dan diberi nama Desa Mangunjiwan, yang bermakna tempat membangun jiwa para santri dan masyarakat sekitar. Semenjak itu Raden Patah mendapat sebutan nama “Panembahan Jimbun”. Kemudian dengan bantuan gurunya Sunan Ampel, kakak perguruannya Raden Paku atau Sunan Giri dan anak gurunya yang bernama Mahdum lbrohim atau lebbih dikenal sebagai Sunan Bonang dan para santri mereka, maka dalam waktu relatif singkat Glagah Wangi menjadi kota yang ramai baik untuk perdagangan maupun sebagai penyiaran ilmu agama Islam di pulau,Jawa. Masjid kecil yang dibuatnya, kemungkinan adalah Masjid Wali yang sekarang ada di desa Jogoloyo (dekat Rowo Bathok daerah stasiun kereta api sekarang).
Pesantren yang semakin hari semakin banyak santri yang berdatangan dari berbagai daerah dan perlunya mencukupi kebutuhan hidup masyarakat serta santri, maka Kyai Palembang bertugas mengembangkan bandar laut di muara sungai Tuntang yang sudah dirintisnya sewaktu di Desa Bener.Dalam waktu yang tidak lama Kyai Palembang yang ditunjuk menjadi Syah Bandar dengan dibantu oleh investor saudagar Cina Semarang sudah dapat mengembangkan Bandar Muara di Desa Moro Demok,menjadi bandar laut yang besar dan ramainya melebihi Bandar Juana.
Adapun Pangeran Mekah dikhususkan mendidik santri di bidang agama Islam mulai dari syariat, thoriqoh, hakekat dan ma’rifat. Sekaligus bertugas mengatur jadwal pelajaran serta membagi tugas kepada asatidz yang lain. Kemungkinan besar ajaran Thariqoh yang berkembang di Pesantren Glagah Arum Mangunjiwan Demak adalah Thoriqoh Naqsabandiyyah yang dikembangkan langsung oleh Raden Patah sebagai guru mursyid, mengingat beliau pernah belajar di Samodra Pasai Aceh dan Mahzab yang dianut adalah Madhzab Syafii. Sebagai guru Mursyid Thoriqoh Naqsabandiyyah, beliau bergelar Panembahan Jimbun.Prabu Brawijaya bangga mendengar laporan keberhasilan anaknya rnengembangkan daerah Demak dengan pesat dan bandar lautnya yang semakin ramai dikunjungi pedagang-pedagang. Beliau berkehendak memberi anugrah kepada Raden Patah dengan mengangkatnya menjadi Adipati Anom Demak Bintoro.
Dalam suatu kisah yang bersumber dari tembang Pangkur yang ada pada naskah Demak Edisi Proyek Penerbitan Sastra Indonesia dan Daerah Tahun 1981 berisi: Sebenarnya Raden Patah tidak mau menerima anugerah itu, karena beliau lebih senang membina pesantren yang santrinya sudah mencapai jumlah.2.000 orang.Akan tetapi, atas nasihat Sunan Ampel beliau menerima anugerah tersebut sebagai nilai ibadah pada Allah dan setelah disadari pentingnya ulama dan umaro’ menyatu dalam syiar Islam. Syiar Islam akan berkembang semakin cepat dan meluas. Akhimya pada tahun 1477 M Raden Patah pada usia 29 tahun, resmi diangkat sebagai Adipati Anom Demak Bintoro dengan Ditandai Candra Sengkala ” Kori Trus Gunaning Janmi” . Prabu Brawijaya V menobatkan Raden Patah menjadi Adipati dengan memberi tanda penguasa berupa rantai payung dan menugaskan 5 orang Punggawa kerajaan Majapahit, membantu penataan manajemen Kadipaten Demak Bintoro. Ponggawa itu bernama: Brojo Dento, Singo Yudho, Gembolo Geni, Brojo Nolo, dan Bogo Dento.
Dari hari ke hari Kadipaten Demak semakin maju dan semakin karena dapat dukungan rakyat dan para Wali yang membantu sepenuh hati baik tenaga maupun pikiran. Disamping itu juga dukungan dari ayahnya raja Majapahit. Kadipaten Bintoro kekuasaannya meliputi daerah Surabaya, Madura, Gresik, Tuban bahkan sampai ke barat yaitu Kendal dan Cirebon.
Semenjak Raden Patah diangkat menjadi Adipati Anom, nama dukuh Glagah Wangi terkenal dengan sebutan Bintoro.Kata Bintoro berasal dari kata : Bhatara : Bh – in,- atara : Bhinatara : Bhintara. Bhatara : r aj a, dew a (Kamus Kawi Indone sia hal. 44).Bintoro artinyanya : Diangkat sebagai raja atau dinobatkan sebagai raja.Raden Patah yang sudah dinobatkan menjadi Adipati Anom, menyadari bahwa tugasnya semakin berat. Di satu sisi ingin mengembangkan pesantren Glagah Arum Mangunjiwan, di sisi lain mendapat amanat memimpin Kadipaten Bintoro. Pepatah mengatakan, “Ciri-ciri orang besar adalah sanggup menyelesaikan beberapa masalah dalam satu waktu, dan sebaliknya ciri-ciri orang kecil adalah tidak dapat menyelesaikan satu masalah dalam beberapa waktu.”.
Raden Patah telah memahami pepatah tersebut dan untuk keberhasilan tugas yang diembannya beliau mengumpulkan para wali serta para cendekiawan pada masa itu untuk dimintai nasihat dan bantuannya. Pertama-tama yang dibentuk adalah” Dewan Penasehat” yang diberi nama Majelis Wali Songo,anggotanya terdiri dari sembilan Wali. Ide ini meniru Dewan Penasehat Kerajaan Majapahit yang bernama Dewan Sopta Prabhu yang beranggota tujuh orang Prabu yang menundukkan pada Majapahit.Anggota Majelis Wali Songo yang berhak memakai gelar Sunan. ialah:
- SunanAmpel Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel). Beliau sekaligus menjadi Ketua Wali Songo.
- Raden Paku bin Maulana Iskak (Sunan Giri). Beliau kakak seperguruan Raden Patah sewaktu belajar di Pesantren Ampel Denta.
- Raden Mahdum lbrohim bin Ali Rahmatullah (Sunan Bonang) .
- Sunan Kalijaga bin Wilwatikta
- Sunan Gunung Jati / Syeh Maulana Jati, perintis Islam di daerah Jawa Barat.
- Sunan Ngudung.
- Sunan Mejagung/ Syekh Mejagung.
- Syekh Bentong.
- Syekh Lemah Bang/ Syeh Siti Jenar.
5. Pembangunan Masjid Agung Demak
Menurut babad Demak, tahun 1477 M dengan candra sengkala “Kori/Lawang Trus Gunaning Janmi”, tahun itu merupakan tahun pembuatan Masjid Demak. Pendapat itu juga benar narena pada saat itu Adipati Anom Pattah membuat masjid kadipaten yang ukurannya lebih luas dari masjid Glagalwangi, agar daya tampung jamaah mencukupi. Kalau masjid Glagahwangi lokasinya di Jogoloyo, sedangkan masjid kadipaten rencananya didirikan di sawah Mendung Mangunjiwan mengingat lokasi Pesantren ada di Mangunjiwan. Agar pembangunan masjid Kadipaten Demak Bintoro dapat jadi dengan baik, maka Sunan Kalijaga diberi tugas menjadi arsitek masjid kadipaten. Sunan Kalijaga membuat maket masjid kadipaten sebagai acuan para tukang untuk membuat masjid dalam ukuran sebenamya.
Rencana pembangunan masjid yang semula di Sawah Mendung, dipindahkan ke tempat yang sekarang yaitu di dekat Alun-alun Demak. Faktor penyebab dipindahkan tempat itu kemungkinan adalah sebagai berikut:
l. Daerah Sawah Mendung Mangunjiwan kurang tinggi dan rawan banjir.
2.Tempat penggantinya diusulkan oleh Raden Fattah di tempat beliau menemukan serumpun glagah berbau wangi, dengan maksud untuk monumental (tetenger). Tempat pengimaman tepat sesuai letak ditemukannya serumpun Glagahwangi.
Masjid Agung Kadipaten Bintoro yang telah dimulai tahun 1477 M dan selesai pada tahun 1479 M dengan ditandai sengkala memet / gambar berbentuk bulus. Kerata Basa”Bulus” yaitu “Yen mlebu kudu alus” maksudnya, siapapun yang masuk ke masjid untuk beribadah, harus halus lahir batinnya, tawadlu’ “merendahkan diri di hadapan Allah SWT’. Sengkala memet “bulus” juga mengandung makna bahwa Raden Patah sedang prihatin / memet / mumet karena kerajaan ayahnya direbut Girindrawardhana, dan gagal merebut kembali bahkan Sunan Ngudung gugur. Kemudian sesuai saran para wali diharapkan melanjutkan membangun Masjid terlebih dahulu sambil melihat situasi dan kondisi. Ini mirip beladiri bulus yang menyembunyikan kepalanya bila dalam keadaan genting sambil melihat saat yang tepat untuk menyerang musuh.
Bagi guru makrifat, banyak meniru teknik bulus yang dalam mendidik anak-anaknya mengamati dari kejauhan, biar cepat anak didiknya menemukan kemandirian dan jati dirinya, serta dapat membentengi diri sendiri dari godaan hawa nafsunya, dan akhirnya dapat ma’rifatullah. Suatu contoh kerukunan dan keikhlasan yang perlu diteladani saat pembuatan Masjid Agung Demak adalah para Wali sampai kawula alit Gakyat kecil) terlihat ikut mengeluarkan jariyah berupa tenaga, pikiran dan materi sampai pembangunan Masjid Agung Demak selesai.
Persatuan menyelesaikan Masjid agung ini, sampai ada kisah yang menceritakan bahwa pembangunan Masjid Agung Demak selesai dalam semalam. Maknakisah itu yaitu pembangunan Masjid Demak sangat cepat selesai, karena sangat banyaknya orang yang membantu pembangunan Masjid Demak.Dalam pembuatan Masjid, timbul banyak cerita menarik misal :
Cerita lain, yaitu Sunan Kalijaga dengan saka tatalnya, menimbulkan cerita yang beraneka ragam dari yang ilmiah sampai yang bemafas keramat. Adapula cerita bahwa katak dan ular pun ikut membantu penyelesaian Masjid, juga cerita Sunan Geseng dengan bumbung ajaibnya.
Arsitek Pembangunan Masjid Kadipaten Demak Bintoro adalah Raden Syahid (Sunan Kalijaga) yang membuat desain Masjid Kadipaten sebagai acuan para tukang untuk membuat masjid dalam ukuran sebenarnya dan ke empat Saka Guru merupakan Jariyah 4 Wali yaitu :
Sunan Ampel membuat Saka Guru sebelah Tenggara (kidul-wetan).
Sunan Bonang membuat Saka Guru sebelah Barat daya (kidul-kulon).
Sunan Gunung Jati membuat sakaguru sebelah Timur Laut (lor-wetan).Masing-masing Saka Guru bergaris tengah sekitar 1.45 meter dan tinggi 32meter.Berwujud bulatan kayu Jati.
Saka Guru yang dibuat oleh Sunan Kalijaga terkenal dengan Saka Tatal, karena bagian ujung atas dari saka itu. dibuat dari tatal yaitu potongan-potongan kayu yang diikat dengan rumput “lawatan”. Saka Tatal mengandung falsafah bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
6. Pengangkatan Raden Patah Menjadi Sultan Demak Bintoro
Setelah pasukan Majapahit dapat dikalahkan pada tahun 1481 M oleh pasukan Kadipaten Demak, pemerintahan Kasultanan Demak tidak langsung dipegang oleh Raden Patah. Sesuai saran para Wali Songo, sebaiknya Raden Patah menyerahkan pemerintahan sementara Kerajaan Majapahit, kepada Sunan Giri dalam beberapa saat, sambil melihat perkembangan dampak dari jatuhnya Prabu Girindrawardhana sekaligus mencari hari baik untuk penobatan Raden Patah menjadi Raja Kasultanan Demak Bintoro. Raden Patah menyetujui usulan itu serta menyerahkan pemerintahan sementara Kerajaan Majapahit kepada Sunan Giri dengan gelar Prabu Satmata. Ada yang menafsirkan, kata Satmata berasal dari kata kasat mata, yang artinya tidak kelihatan karena memerintah hanya beberapa saat.
Menurut pendapat Graaf, dengan tanpa kesulitan Raden Patah berhasil mengalahkan Majapahit, dan untuk memusnahkan segala bekas kekafiran dan penolak bala maka Sunan Giri memegang pimpinan tertinggi terlebih dahulu selama 40 hari, baru kemudian diserahkan kepada Raden Patah.
Masa kejatuhan Majapahit tanggal 10 Besar/ Dzulhijiah tahun 1481 M dengan masa penobatan Raden Patah menjadi Sultan Demak Bintoro pada tanggal 12 Mulud/RobiulAwwal tahun 1482 M . Terhitung ada jarak sekitar 90 hari. Sekitar 50 hari setelah kejatuhan Majapahit sampai akhir Suro, Raden Patah dan Walisongo masih mengurusi para korban perang dan bala bantuan pasukan. Dan pada tanggal 1 Sapar 1404 S, Sunan Giri ditunjuk sebagai Raja Sementara dengan sebutan Prabu Satmata sekaligus menjadi Ketua Panitia Penobatan Kasultanan Demak dengan Sultan terpilih Raden Patah. Jadi masa Sunan Giri jadi Sultan Demak sementara sekitar 90 hari.
Setelah mendapatkan hari baik yang telah disepakati oleh para Wali dan disetujui oleh Raden Patah yaitu jatuh pada hari Senin (Soma) Kliwon malam Selasa Legi tanggal 11 malam 12 Rabiul Awal 860 H / 16 Mei 1482 M dengan sengkala *Warna Sirna Catur Nabi’,maka Raden Patah atau Adipati Bintoro di wisuda menjadi Sultan Demak Bintoro oleh Sunan Ampel. Raden Patah waktu itu berusia 34 tahun. Hari penobatannya hari Senin / Soma mengacu dari tembang Sinom di dalam”Serat Babat Tanah
Jawa’ yang berbunyi :
SINOM
Mangkana ing dina soma,
Pakumpulan para Wali,
Sang Adipati Bintoro,
Sadaya sami ngresteni,
Ingangkatjeneng neki,
Nama Senopati Jimbun,
Panembahan bintoro,
Ratu muwarni Agami,
Yatha kuneng genti ingkang kawarnaha.
Padahal sesuai perhitungan, 12 Mulud 860 H jatuh pada hari Selasa Legi . Adat istiadat peringatan Maulud Nabi sering dijatuhkan pada malam hari. Maka dapat disimpulkan, Penobatan Sultan Fattah pada hari Senin Kliwon malam Selasa Legi. Benar dan tidak ada kekosongan ilmiah serta tidak diragukan lagi. Penobatan Raden Patah menjadi Sultan Demak Bintoro, disaksikan oleh abdi kinasih, ulama, para manggala, prajurit, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Patih Wonosalam (yang nantinya diangkat menjadi patih), dan santri-santri semua mengiringi penobatan itu dengan membaca Sholawat Nabi Muhammad SAW, yang pada saat itu pula bertepatan dengan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW yaitu pada malam 12 Rabiul Awal.
- Sultan Patah mendapat gelar Sultan Syeh Alam Kubro oleh Sunan Ampel.
- Kemudian dilengkapi oleh Sunan Bonang dengan gelar Sultan Patah Syeh Alam Akbar Panembahan Jimbun Abdul Rahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah di Demak Bintoro.
- Mengingat masih ada panembahan gelar, maka gelamya menjadi Sultan Patah Syeh Alam Akbar Panembahan Jimbun Abdul Rahman Sayyidin Panatagama Sirullah Khalifatullah Amiril Mukminin Hajjuddin Khamid Khan Abdul Suryo Alam di Demak Bintoro.
Peristiwa saat penobatan Raden Patah menjadi Sultan Demak Bintoro dapat dikaji dari naskah Demak Edisi Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah tahun 1981, diantaranya berbunyi sebagai berikut :
PANGKUR
Sunan Ngampel lon delingnya , “Heh tah lurah yen mungguh rembug mami, deno kang umadeg ratu, ya kaki. Natapraja,jengjening ywang Bintara sumambung ratu, wewarise nungsa Jawa, ratu pinandhiting wali.
Nedha kanca ngestrenana ing adege Binatara Sang Dipati, sumambung jumeneng ratu, juluk Sultan Bintara, Nata gama luputullah ing rat Agung, waliyulllah nung Jawa, gung miyarsa mestu sami.
Sunan idi kang madeg nata, ageng alit jumurung ngestreni, Sunan Ngampel malih muwus, “Dene kang rajabrana gung kaprabon kasraha kang madeg ratu” , Sunan Ngampel malih nebda, mring putra sang baru aji.
Kaki maneh jarwaningwang, kancaningsun ya sakeh para wali, luputna pakeryeng ratu, den bekti mring Pangeran”, narpa mudha sumangga.
Wus ngrasuk keprabon nata, sekaliro kepraboning Narpati, kang sewakandhe ing ngyun, muka lir konjem kisma, marang lumyat mring aturipun, ya ta ingkang madeg nata, kineh lenggah dampar rukmi. Ujwala baru prabu, nenggya wau sinengkalan, Warna Sirna Catur Nabi.
Kesimpulannya:
Sultan Patah diangkat menjadi Sultan Demak Bintoro pada tahun 1482 M dengan candra sengkala ” Warna Sirna Catur Nabi’, atau 4 tahun setelah ayahnya Prabu Kertabhumi Brawijaya V yang menjadi Raja Majapahit dapat dikalahkan oleh Prabu Girindrawardhana, pada tahun 1478 M yang ditandai candra sengkala “Sirna Ilang Kertaning Bumi’.
Prabu Girindrawardhana menguasai Majapahit sekitar 4 tahun atau 1 tahun setelah kerajaan Prabu Girindra Wardhana dapat dikalahkan oleh pasukan perang Kadipaten Bintoro dan Kerajaan Majapahit dapat ditundukkan Kerajaan Demak pada tahun 1481 M yang ditandai candra sengkala “Geni Mati Siniram Janmi’.
Sultan Patah sewaktu diangkat menjadi Sultan Demak Bintoro berusia 34 tahun.
Setelah Sultan Fattah dinobatkan sebagai Sultan Bintoro Demak pada tahun 1482 M, beliau mulai menyusun pemerintahan, mengembangkan perekonomian serta bersama para Wali Songo mengembangkan agama Islam ke seluruh wilayah Nusantara.Adapun yang terpilih menjadi Patih Kasultanan Bintoro Demak pada waktu itu adal ah Ki Gadha Wirasi atau Patih Mangkurat yang sering dipanggil dengan Patih Wonosalam karena bertempat tinggal di Wonosalam.
Penghulu Kasultanan dipilih Kyai Abuddin yang terkenal dengan sebutan Kyai Langgar dan menjadi penghulu Kasultanan selama 2 tahun. Penggantinya ialah Kyai dari sampang Madura yang lebih terkenal dengan sebutan Kyai Sampang, bekas tempat tinggalnya sampai sekarang disebut Dukuh Sampangan Letaknya setengah kilometer dari Masjid Demak. Beliau menjadi penghulu Kasultanan selama 2 tahun. Selanjutnya diganti oleh Sunan Kudus sampai akhir kekuasaan Sultan Trenggono . Demak berkembang menjadi negara Islam yang kuat. Daerah pesisir utara Jawa Tengah dan Timur mengakui kedaulatannya. Sedang Kerajaan Majapahit menjadi Kadipaten.
Dalam usahanya memajukan pemerintahan, Sultan Fattah merintis pembinaan Negara Maritim, terutama pembentukan angkatan perang Demak yang disusun dengan cepat dan rapi. Tentara Demak tidak hanya bertugas sebagai prajurit melainkan juga sanggup menjelmakan cita-cita lslam. Pembinaan Angkatan Laut Demak semakin berkembang dibawah pimpinan Senopati atau Adipati Unus, putra Sultan Fattah.
Kerja keras Raden Fattah yang dibantu para santrinya dan para Wali antara lain :
- Demak menjadi pusat perdagangan menyaingi Tuban Ujunggaluh yang dikuasai penuh oleh Majapahit.
- Demak menjadi pusat ilmu dan penyiaran Agama lslam.
Wilayah Kasultanan Bintoro Demak meliputi Negara Ngurawan, Japanan (Madura), Pacitan, Srengat, Banyuwangi, Jember, Majalangu, Ngijo, Pasirojo, Kamolan, Kaloran, Kebon Agung, Pajejegan, Kediri, Kadawung, Tarub, Trenggalek, Ngandong, Lodaya, Blitar, Panarukan, Pajirakan, Lumajang, Blabag, Sukasari, Bondowoso, Malang, Jeruksari, Magetan, Ponorogo, Tirto Loyo, Salatiga, Bojonegoro, Buyut, Kedu, Parakan, Karangbret, Purwodadi, Baluwar, Bojong, Jipang, Pacal, Panolan, Ngrowo, Temanggung, Bahurena, Padangan, Wirosari, Puger, Musukan, Kamolan, Pondok Cangkring, Jogorogo, Blawong, Wiro Pura, RawaPace, Grobogan, Madiun, Lontar, Sawojajar, Rajegan, Tirto Sanga, Tunjung Caruban, Kabanggi, Bagelen, Magelang, Dungus, Kawangoran, Selo, Talnjak, Pagebyar, lndrapura, Kemayoran, Gedongan, Kadangan, Proto, Kemranjem, Banyumas, Selomerta, Pasir Luhur, Dayeuh Luhur, Sumber Karang, Purwekerto, Gumelen (Cilacap), Barf amari, Kebumen, Jogoboyo, Tuk Sanga, Bumiayu, Bang Sewan, Godong, Batu Retno, Bantarangin, Basuki, Probolinggo, Gombong, Wirosobo / Wonosobo, Bangil, Gresik, Lamongan, Sedayu, Rembang, Pati, Lasem, Juana, Jepara, Tulis, Semarang, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes.
Semua daerah yang dibawah kekuasaan Demak, rata-rata menyatakan tunduk secara ikhlas dan tidak ada paksaan dari Sultan Patah. Adipati maupun penguasa daerah yang tunduk merasa terayomi / terlindungi serta tidak terbebani pajak-pajak yang memberatkan. Bagi Kasultanan Demak yang sudah mampu mengembangkan Pelabuhan Laut yang ramai dikunjungi pedagang merupakan penghasilan yang mendatangkan uang dan mampu untuk mencukupi kebutuhan dalam menjalankan roda pemerintahan Kasultanan Demak sehingga pajak para petani tidak diutamakan, apalagi upeti dari daerah-daerah yang dibawah kekuasaan Demak. Selain itu Sultan Patah terkenal dengan kesederhanaanya dan tidak gila harta. Tujuan utama beliau hanyalah ingin menyebarluaskan agama Islam ke seluruh daerah dengan memanfaakan seluruh potensi yang ada pada saat itu. Bahkan daerah yang tidak mau tunduk pun tidak diserang Demak, selagi tidak menggangu kedaulatan Demak dan tidak mempersulit / merintangi pengembangan Islam tetap dihormati kedaulatannya. Selain itu Sultan Patah juga tidak pernah memaksakan orang untuk beragama Islam. ” Laa ikrooha fiddiin” artinya tidak ada paksaan untuk masuk agama Islam.Beliau juga menghormati agama lain dan sering mengadakan hubungan kerjasama dagang maupun memberi suaka politik bila diminta masyarakat non muslim. Ringkasnya agama Islam secara damai di bumi Nusantara.
Letak Demak sebagai sebuah kerajaan sangat strategis terutama untuk kepentingan perdagangan dalam skala nasional. Strategis karena menghubungkan jalur perdagangan antara bagian Barat Indonesia dengan bagian Timur Indonesia. Setelah kehancuran Majapahit, Demak berkembang menjadi sebuah kerajaan yang makmur di pulau Jawa, di bawah pimpinan Raden Patah. Dilihat dari posisinya, Kesultanan Demak sangat strategis karena terletak di utara Pulau Jawa atau dipesisir pantai Utara Pulau Jawa. Dalam jalur perdagangan nusantara, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil rempah-rempah di bagian barat Indonesia dan daerah penghasil rempah-rempah di bagian timur Indonesia. Pada zaman dulu Demak terletak di pinggir pantai Selat Muria yang memisahkan Jawa dari pegunungan Muria. Sampai sekitar abad ke-17 selat cukup lebar dan dalam serta dapat dilayari, sehingga kapal- kapal para pedagang dari Semarang dapat mengambil jalan pintas berlayar melalui Demak dan terus ke Rembang. Kemudian Demak berkembang menjadi pelabuhan yang amat penting, karena pelayaran dunia yang melintang di laut Nusantara dari Malaka ke Maluku dan sebaliknya mesti melalui dan transit di Bandar Demak. Selain bergerak di bidang maritim, Demak juga bergerak di bidang pertanian. Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras menjadi salah satu hasil pertanian dan komoditas perdagangan utama Demak. Berkat lancarnya aliran sungai, pertanian di Demak bisa sukses. Pada abad ke-16, Demak menjadi pusat penimbunan beras dari daerah di sepanjang Selat Muria. Sehingga pada akhirnya Demak menjadi satu-satunya eksportir produk beras di lautan Indonesia, dan ekspor lainnya adalah kain tenun Jawa. Kain tenun Jawa sebanding dengan tekstil yang diimpor dari India atau Cina. Penyerangan ke Malaka telah direncanakan sejak tahun 1509. Saat itu armada Demark terkonsentrasi di Jepara, namun Portugis telah menyerang dan menduduki Malaka pada tahun 1511. Oleh karena itu, serangan Demak baru dilakukan pada tahun 1512, namun gagal. Konfrontasi antara Demak dan Portugis tidak hanya bersifat religius, tetapi juga bermotif ekonomi, karena dengan kedatangan Portugis di Malaka, hubungan antara Jawa dan Malaka terputus, sehingga sisa produk produksi Jawa tidak dapat diekspor ke Malaka sebagai Pelabuhan penghubung. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menjadikan Palembang yang merupakan bekas pelabuhan internasional dan bekas pusat Kerajaan Sriwijaya, tidak hanya sangat penting bagi para pedagang muslim dari Malaka yang tidak mau mengalah pada Portugis, tetapi juga bagi para pedagang Jawa dan Cina, banyak pedagang Malaka mengungsi ke Sumatera Utara (Aceh), Palembang, dan tempat-tempat lain di mana banyak Muslim sudah tinggal. Selain mengekspor beras, pedagang Jawa juga membawa rempah-rempah dari daerah Maluku ke Palembang, sedangkan pedagang Cina juga pergi ke Palembang untuk mencari rempah- rempah yang sangat diminati di pasar dunia, kemungkinan besar mendatangkan lada kualitas tinggi dari Lampung.
Pada tahun 1513, Portugis menguasai Malaka. Kehadiran Portugis mengancam keselamatan Demak. Demak menyerang Portugis dengan kekuatannya sendiri. Penyerangan tersebut dipimpin oleh Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor. Adipati Unus atau Pati Unus mengerahkan armada yang dipusatkan di Jepara. Dalam penyerangan tersebut, Pati Unus dibantu oleh Palembang. Namun, serangan ini tidak berhasil menyingkirkan Portugis yang menguasai Malaka, dan kegagalan itu tidak menghentikan Demak. Beberapa waktu kemudian, Raden Fatah kembali memerintahkan penyerangan terhadap Portugis di Malaka. Serangan kedua dipimpin oleh Ratu Kalinyamat, cucu Raden Fatah. Bahkan percobaan kedua tidak berhasil, karena Portugis semakin kuat. Serangan kedua adalah serangan terakhir Raden Fatah terhadap Portugis di Malaka. Karena pada tahun 1518, Raden Fatah wafat. Selama Raden Fatah menjabat sebagai Sultan Demak, ia memiliki tiga istri. Mereka adalah Putri Sunan Ampel yang melahirkan Pangeran Sabrang Lor dan Raden Trengono, dan Putri dari Randu Sanga yang melahirkan Raden Kanduruwun, serta putri Bupati Jipang yang melahirkan Pangeran Sekar Seda Ing Lepen dan Ratu Mas Nyawa.
7. Masa Pemerintahan Sultan Trenggono
Menurut kronik Cina, Raden Fatah meninggal pada tahun 1518 pada usia 63 tahun. Setelah Raden fatah meninggal, tahta kesultanan Demak diduduki oleh Pangeran Sebrang Lor. Pati Unus, sebagai Raja Demak kedua, meninggal pada tahun 1521. Pati Unus ini tidak mempunyai keturunan, maka adiknya yang bernama Sultan Trenggono menggantikannya sebagai sultan Demak.Menurut Serat Kandha, raja ketiga Demak, Sultan Trenggono, adik Adipati Unus, berkuasa dari tahun 1521 sampai 1546. Selama pemerintahannya, Sultan Trenggono melancarkan serangkaian aksi militer untuk menguasai beberapa pelabuhan di bagian utara Jawa dan hampir semua wilayah bekas kekuasaan Majapahit. Demak berusaha menaklukkan daerah bekas kekuasaan Majapahit di pedalaman Jawa bagian timur. Pada tahun 1513, di bawah kepemimpinan De Alvin, Portugis memimpin armada dengan empat kapal untuk mencapai Sunda Kelapa. Mereka datang untuk mencari rempah-rempah karena mendengar bahwa Sunda Kelapa adalah salah satu pelabuhan lada utama di nusantara. Menurut catatan perjalanan Tome Pires, Sunda Kelapa adalah pelabuhan yang sibuk tetapi teratur pada saat itu. Pada tanggal 21 Agustus 1522 ditandatangani perjanjian antara Portugis dan Kerajaan Sunda Pajajaran, yang dicantumkan dalam Prasasti Batu Padrao. Perjanjian tersebut menetapkan bahwa raja akan menggunakan tanah di muara sungai Ciliwung sebagai tempat berlabuhnya kapal Portugis dan setuju untuk mendirikan pos perdagangan dan benteng di Sunda Kelapa. Kesepakatan antara Kerajaan Pajajaran dan Portugis mendapat ketidakpuasan dari penguasa Kesultanan Demak. Mereka percaya bahwa masuknya Portugis ke Jawa akan menghancurkan perdagangan dan transportasi pulau tersebut. Karena itu, Perjanjian ini mendorong Demak untuk memperluas kekuasaan dan menaklukan Kerajaan Pajajaran. Demak pun membuat strategi untuk melumpuhkan kekuasaan Kerajaan Pajajaran, bukannya langsung menyerang pusat kekuasaannya, Demak lebih dulu menguasai Banten.Sultan Trenggono memberangkatkan Fatahillah dan banyak pasukan Kesultanan Demak untuk menyerang dan menguasai Banten. Setelah berhasil menguasai kota pelabuhan Banten, Demak kemudian menguasai Sunda Kelapa, yang merupakan kota pelabuhan utama yang penting dan makmur milik Pajajaran. Setelah Demak berhasil menguasai Sunda Kelapa, pada tahun 1527 Alfonso de Albuquerque di bawah pimpinan Francisco de Sa mengirimkan enam kapal perang ke Sunda Kelapa. Armada tersebut diperkirakan membawa 600 tentara bersenjata. Armada Portugis saat itu dikirim untuk mempersiapkan benteng di Sunda Kelapa, namun telah
dikuasai oleh Demak. Untuk mempertahankan Sunda Kelapa, Sultan Trenggono mengirimkan 20 kapal perang dan 1.500 tentara ke Sunda Kelapa di tahun yang sama. Setelah pertempuran sengit, pada tanggal 22 Juni 1527, armada pertempuran yang dipimpin oleh Fatahillah berhasil menaklukkan tentara Portugis. Setelah kemenangan ini,
Fatahillah ditunjuk menjadi penguasa Sunda Kelapa. Setelah itu Fatahillah mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Sejak saat itu, Demak menaklukan Wirasari pada 1528, Gegelang atau Madiun pada 1529, Mendangkung pada 1530, Surabaya pada 1531, Pasuruan pada 1535, Lamongan, Blitar, Wirasaba pada 1541 sampai 1542. Gunung Penanggungan merupakan benteng para petinggi religius Hindu Jawa yang ditundukkan pada tahun 1543. Mamenan atau Kediri pada 1549, serta Sengguru atau Malang pada 1545. Blambangan berhasil ditaklukkan Demak pada 1546, sedangkan Panarukan gagal ditaklukkan, karena Sultan Trenggono gugur dalam pertempuran.
8. Masa Akhir Pemerintahan Kesultanan Demak Bintoro
Pada tahun 1546, Sultan Trenggono wafat. Hal ini menyebabkan kekosongan tahta Kesultanan Demark. Sunan Giri dan sesepuh Kesultanan Demak sepakat mengangkat putra sulung Sultan Trenggono, Sunan Prawoto sebagai sultan keempat Demak bergelar Sultan Syah Alam Akbar Jiem-Boen-ningrat IV. Sunan Prawoto menderita penyakit mata yaitu kebutaan. Kebutaan Sunan Prawoto dikaitkan dengan kutukan pamannya, yang dibunuh oleh pangeran Sunan Prawoto yang memberontak saat itu. Penobatan Sunan Prawoto mengecewakan Arya Penangsang. Arya Penangsang marah karena kematian ayahnya. Akhirnya Arya Penangsang mengirimkan utusan untuk membunuh Sunan Prawoto.
Awal konflik perebutan kekuasaan di Kesultanan demak adalah wafatnya Pati Unus pada tahun 1521. Kekosongan kekuasaan Kesultanan Demak, menyebabkan keturunan keluarga Kesultanan Demak memperebutkan kekuasaan tersebut. Peristiwa ini berujung pada perang yang berlarut-larut, yang akhirnya berujung pada kehancuran kesultanan. Perebutan kekuasaan terjadi antara Pangeran Sekar Seda Ing Lepen dan Pangeran Trenggono. Kedua pangeran tersebut percaya bahwa mereka memiliki hak untuk menduduki tahta Kerajaan Demak. Dari umurnya, Pangerang Secal Seda Ing LePen lebih tua, jadi dia merasa lebih mumpuni dibandingkan Pangeran Trenggono untuk menjadi Sultan Demak. Namun, Pangeran Sekar Seda Ing Lepen lahir dari putri Adipati Jipang selir Raden Fatah, sedangkan Pangeran Trenggono lahir dari putri Sunan Ampel permaisuri Raden Fatah. Pangeran Trenggono merasa lebih berhak menjadi Sultan Demak. Adat di Kerajaan Demak, pewaris takhta sultan adalah putra permaisuri.
Pada tahun 1546, Adik Sunan Prawoto, Ratu Kalinyamat menemukan bukti bahwa Sunan Kudus terlibat dalam pembunuhan saudara laki-lakinya, dan kemudian Ratu Kalinyamat berinisiatif untuk datang ke Kudus untuk menuntut pertanggung jawaban atas perbuatannya. Namun, Sunan Kudus menjawab bahwa Sunan Prawoto meninggal karena karmanya sendiri. Setelah mendengar jawaban tersebut, Ratu Kalinyamat dan suaminya, Pangeran Hadiri memutuskan untuk kembali ke Jepara. Ratu Kalinyamat dan rombongan suaminya, Pangeran Hadiri telah meninggalkan Kudus, meskipun mereka lupa bahwa mereka baru saja memasuki wilayah musuh. Pangeran Hadiri sama sekali tidak tahu, jika akan ada sekelompok orang yang mengejar suruhan Arya Penangsang yang mengejar mereka. Hanya Ratu Kalinyamat yang memiliki perasaan tidak enak terhadap suaminya. Pertempuran ini tak terhindarkan, pada pertempuran ini Pangeran Hadiri wafat
Pada tahun 1547, Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga mengadakan pertemuan untuk membahas ketegangan antara Demak dan Jipang. Penyelesaian masalah yang dilakukan oleh para ulama ini, tidak berhasil. Arya Penangsang berhasil membunuh Sunan Prawoto, kecuali Ratu Kalinyamat yang masih selamat dan meminta bantuan Hadiwijaya. Ternyata Arya Penangsang telah mendengar berita tersebut, bahwa Hadiwijaya berniat untuk membantu keluarga Sultan Trenggono karena Hadiwijaya merupakan anak menantu dari Sultan Trenggono. Mendengar kabar tersebut, Arya Penangsang berusaha segera menyingkirkan Hadiwijaya, namun usahanya selalu berakhir dengan kegagalan. Hal ini membuat Hadiwijaya marah dan kemudian membuka sayembara untuk mengalahkan Arya Penangsang. Siapapun yang bisa membunuh Arya Penangsang akan mendapatkan tanah di Mentaok dan Pati. Sayembara diadakan karena Arya Penangsang ingin membunuhnya dan sekaligus memenuhi keinginan Ratu Kalinyamat. Ki Ageng Pemanahan serta Ki Ageng Penjawi, Juru Mertani, dan Raden Bagus mengikuti sayembara untuk membunuh Arya Penangsang tersebut dan kemudian menyusun strategi. Pada tahun 1549, Arya Penangsang wafat dalam pertempuran. Rencana yang dijalankan oleh Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Penjawi, Juru Mertani, dan Raden Bagus berhasil dilaksanakan dengan baik, karena keberhasilan tersebut Hadiwijaya memberikan imbalan yang setimpal kepada mereka. Sayembara yang dilaksanakan Hadiwijaya sukses meredakan pergolakan politik yang terjadi di Kesultanan Demak. Wafatnya Arya Penangsang ini sekaligus mengakhiri kekuasaan Kesultanan Demak
9. Kesimpulan
Demak adalah kesultanan Islam pertama di pulau Jawa. Demak merupakan wilayah yang dihadiahkan oleh Brawijaya V kepada anaknya yang bernama Raden Hasan atau Raden Patah. Sejak Raden Fatah berkuasa, Demak juga memiliki pelabuhan besar yang berfungsi sebagai transportasi nelayan dan perdagangan, hingga Kesultanan menjadi Kerajaan Islam pertama di Jawa. Raden Fatah meninggal pada tahun 1518 pada usia 63 tahun. Setelah Raden Patah meninggal, tahta kesultanan Demak diduduki oleh Pangeran Sebrang Lor. Pati Unus, sebagai Raja Demak kedua, meninggal pada tahun 1521. Pati Unus ini tidak mempunyai keturunan, maka adiknya yang bernama Sultan Trenggono menggantikannya sebagai sultan Demak. Pada tahun 1546, Sultan Trenggono wafat. Hal ini menyebabkan kekosongan tahta Kesultanan Demark. Sunan Giri dan sesepuh Kesultanan Demak sepakat mengangkat putra sulung Sultan Trenggono, Sunan Prawoto sebagai sultan keempat Demak bergelar Sultan Syah Alam Akbar Jiem-Boen-ningrat IV.
10. Referensi
- Abdullah, Abdul Hadi WM Azyumardi Azra Jajat Burhanudin Muhamad
- Hisyam Setyadi Sulaiman Taufik. 2015. Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia Jilid I.
- Al-Azizi, A. S. (2017). Sejarah Terlengkap Peradaban Islam. Yogjakarta: Noktah.
- Anita, D. E. (2016). Walisongo: Mengislamkan Tanah Jawa (Suatu Kajian
- Pustaka). Wahana Akademika: Jurnal Studi Islam dan Sosial, 1(2), 243-266.
https://www.laduni.id/post/read/81105/sejarah-kesultanan-demak-bintoro.html