Serial Nabi Muhammad dan Geopolitik: Relasi Rasulullah dengan Raja Habasyah

Nabi Muhammad saw adalah seorang pengemban risalah kenabiyan terakhir yang memiliki dua tugas, yaitu sebagai nabi yang menyebarkan dakwah Islam sekaligus sebagai pemimpin politik pemerintahan. 

Sebagai seorang pemimpin pemerintahan, Nabi Muhammad saw melakukan interaksi politik dengan para raja yang berada di sekitar wilayah Arab. Bahkan jauh sebelum Negara Islam Madinah yang dipimpin oleh Nabi Muhammad saw terbentuk, beliau sudah melakukan interaksi politik dengan Raja Najasyi, yang merupakan penguasa Habasyah (sekarang negara Ethiopia). (Ibnu Hisyam, Sirah An-Nabawiyah Li ibn Hisyam, Kairo : Syirkah Ath-Thaba’ah Al-Faniyah Al-Muttahidah, Tahun 1431 H, Jilid I, Hal. 280)

Interaksi politik antara Nabi Muhammad dengan Raja Habasyah adalah berupa permintaan suaka untuk melindungi para sahabat yang saat itu banyak mendapatkan siksaan dari kaum kafir Quraisy. Interaksi politik ini dikenal sebagai peristiwa Hijrah pertama dalam Islam, dimana para sahabat diberikan perintah oleh Nabi Muhammad saw untuk mencari perlindungan sekaligus menyebarkan dakwah Islam di negara Habasyah. Perintah untuk berhijrah ke Habasyah ini diabadikan oleh Ibnu Hisyam (w. 213 H) dalam kitab Sirah Nabawiyah li ibn Hisyam, Rasulullah saw bersabda :

لَوْ خَرَجْتُمْ إلَى أرضِ الْحَبَشَةِ فَإِنَّ بِهَا مَلكًا لَا يُظْلَم عِنْدَهُ أحدٌ، وَهِيَ أرضُ صدقٍ، حَتَّى يجعلَ اللهُ لَكُمْ فرجًا مما أنتم

Artinya: “Bagaimana jika kalian berhijrah ke Habasyah? Disana ada seorang raja yang mengayomi rakyatnya dan tidak mendzalimi siapa pun. Negerinya adalah negeri penuh kejujuran. Menetaplah di sana sampai Allah swt memberikan jalan keluar bagi kalian dari penderitaan yang kalian alami”.(Ibnu Hisyam, Sirah An-Nabawiyah Li ibn Hisyam, Kairo : Syirkah Ath-Thaba’ah Al-Faniyah Al-Muttahidah, Tahun 1431 H, Jilid I, Hal. 280)

Dari sabda Nabi ini, kita bisa melihat betapa nama Raja Najasyi yang memimpin Negeri Habasyah begitu harum hingga sampai beritanya kepada Nabi Muhammad saw. Padahal tidak ditemukan catatan bahwa Nabi Muhammad saw pernah ke Habasyah atau bertemu langsung dengan Raja Najasyi, namun Nabi begitu mempercayainya sebagai tempat berhijrah para sahabat. 

Raja Najasyi Penguasa Habasyah

Menurut Imam Adz-Dzhabi dalam Siyar A’lam An-Nubala, Raja Najasyi memiliki nama asli Aşhamah.  Ayah Aşhamah adalah seorang Raja Habasyah yang diturunkan dan dibunuh oleh keluarganya sendiri karena perebutan kekuasaan. Aşhamah kecil tumbuh dalam keadaan yatim di bawah asuhan salah satu pamannya. Ketika Aşhamah tumbuh dewasa, Habasyah diserang oleh kerajaan lain, dan raja yang membunuh ayahnya ikut terbunuh, sehingga terjadi kekosongan pemerintahan. (Adz-Dzahabi, Syiar A’lam An-Nubala, Beirut : Muassasah Al-Risalah, Tahun 1405 H, Jilid I, Hal. 428)

Masyarakat Habasyah mengangkat Aşhamah untuk meneruskan pemerintahan, dan sejak saat itu dia menjadi Raja yang terkenal akan keadilannya. Sebagaimana para pendahulunya, Raja Najasyi menganut agama Kristen Koptik.

Peristiwa Hijrah ke Habasyah

Ibnu Hisyam mencatat bahwa ada banyak sahabat yang berhijrah ke Habasyah yang terbagi ke dalam dua gelombang. Gelombang pertama berangkat pada tahun ke-5 hijriah yang terdiri dari perwakilan 10 Bani (keluarga) dari Suku Quraisy yang sudah masuk islam, di antaranya Utsman bin Affan ra dan istrinya, Ruqayah (Putri Nabi Muhammad), yang terdiri dari 12 orang laki-laki dan 5 perempuan. Setelah tiga bulan di Habasyah, mereka kembali ke Makkah. 

Dua tahun setelah gelombang pertama kembali, kekerasan kafir quraisy semakin menjadi. Maka Nabi Muhammad memerintahkan sahabatnya untuk hijrah ke Habasyah yang kedua kalinya. Hijrah ke Habasyah yang kedua ini dipimpin oleh Ja’far bin Abi Thalib ra, sehingga total sahabat yang dicatat oleh Ibnu Hisyam berjumlah 83 orang.  (Ibnu Hisyam, Sirah An-Nabawiyah Li ibn Hisyam, Kairo : Syirkah Ath-Thaba’ah Al-Faniyah Al-Muttahidah, Tahun 1431 H, Jilid I, Hal. 286)

Ketika rombongan sahabat datang ke hadapannya, utusan Kafir Quraisy datang dengan membawa banyak hadiah untuk diberikan kepada Raja Najasyi. Hadiah ini jadi iming-iming bagi Raja Najasyi untuk memberikan para sahabat agar dipaksa pulang ke Makkah. Namun dengan kebijaksanaannya, Raja Najasyi mengusir utusan dan membiarkan para sahabat tinggal secara damai di Habasyah.

Selain berhasil mendapatkan suaka, interaksi politik Nabi Muhammad yang diwakili oleh para sahabat juga membuahkan hasil dalam menyebarkan dakwah Islam. Hal ini terwujud dalam dialog antara Raja Najasyi dengan sahabat Ja’far bin Abi Thalib mengenai pandangan Islam terhadap Nabi Isa as.

Sebagai penganut Kristen yang lurus, Raja Najasyi pada akhirnya mengakui bahwa Nabi Isa adalah utusan Allah, bukan sebagai anak Tuhan yang disembah. Raja Najasyi kemudian memeluk agama Islam dan mengakui Nabi Muhammad saw sebagai utusan Allah swt. 
 

Jasa Raja Najasyi dalam hubungan politik serta sebagai pelindung dakwah Islam di bumi Habasyah begitu terkesan bagi Nabi Muhammad.  

Kewafatan Raja Najasyi

Pada tahun ke-9 hijriah, Raja Najasyi meninggal dunia. Berita wafatnya Raja Najasyi langsung dibawa oleh Malaikat Jibril dan langsung disampaikan kepada Nabi Muhammad.  

Sebagai bentuk penghormatan atas jasa Raja Najasyi, Nabi Muhammad meminta para sahabat untuk melaksanakan shalat ghaib dan mendoakan ampunan kepadanya. (Ibnu Hisyam, Sirah An-Nabawiyah Li ibn Hisyam, Kairo : Syirkah Ath-Thaba’ah Al-Faniyah Al-Muttahidah, Tahun 1431 H, Jilid I, Hal. 294)
 

Dari sejarah hijrah pertama ini, kita bisa melihat betapa kuatnya relasi dan interaksi politik Nabi Muhammad, yang diwakili para sahabat, dengan Raja Najasyi di Habasyah. Walaupun Nabi Muhammad tidak pernah bertemu langsung, tetapi interaksi politik dua pemimpin ini mendatangkan kemaslahatan untuk kemajuan Islam serta menjadi contoh diplomasi politik bagi para khalifah setelah wafatnya Nabi Muhammad saw.

Muhamad Iqbal Akmaludin, Alumni UIN Jakarta dan Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences

https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/serial-nabi-muhammad-dan-geopolitik-relasi-rasulullah-dengan-raja-habasyah-0witA