Salah satunya adalah seorang ulama kelahiran Purwodadi Jawa Tengah, 13 Mei 1942. Namanya “A. Buchori Masruri”. Ejaan namanya bisa jadi salah, karena ada yang menulis Bukhori Masroeri, atau Bukhori Masruri, atau Ahmad Bukhori Masruri. Masih ada satu atau dua lagi ejaan yang berbeda. Mana yang benar?
Belum tahu persis. Saat menulis obituarinya (dimuat di Tirto.ID lalu Alif.ID), 4 tahun lalu, saya menulis dengan ejaan A. Buchori Masruri. Ejaan ini saya dapat dari status Facebook Gus Mus dan majalah Bangkit (majalah lama yang diterbitkan NU Jogja). Belakangan, saya mendapatkan foto papan pengumuman kewafataannya di rumah duka. Papan tersebut menuliskan dengan lengkap:
“Innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’un. Telah berpulang ke Rahmatullah. Nama: KH. Drs. Ahmad Buchori Masruri. Umur: 77 Tahun. Pada Hari/tgl: Kamis, 17 Mei 2018. Jam: 08.30. Dikebumikan do: Sasonoloyo Semarang. Jam: 13.30.”
Ada banyak sekali nama untuk menjawab pertanyaan di judul tulisan ini. Namun, dalam catatan ini, saya khusus menulis A. Buchori Masruri. Mengapa?
Pertama, Gus Dur dan Kiai Buchori sama-sama murid Kiai Ali Maksum. Kedua, Kiai Buchori adalah pengurus NU di Jawa Tengah, saat Gus Dur jadi Ketua Umum PBNU. Ketiga, Kiai Buchori adalah seorang penceramah yang banyak digemari. Keempat, Kiai Buchori memiliki kemampuan yang nyaris tidak dimiliki oleh kiai-kiai lain, yaitu penulis lirik atau lagu yang dinyanyikan Nasida Ria. Kelima, nama Kiai Buchori mulai terlupakan, seiring wafatnya, 4 tahun lalu.
Alasan-alasan di atas berkelindan, jalan bersama. Misalnya alasan pertama, Gus Dur dan Kiai Buchori sama-sama menyukai seni, khususnya sastra dan musik. Dan ini seperti kata Gus Mus, adalah pengaruh dari Kiai Ali Maksum, yang menyukai sastra. Alasan kedua, Gus Dur kuat jadi ketua PBNU, salah satunya karena pengurus di bawah memiliki hubungan dekat, Kiai Buchori ketua PWNU Jawa Tengah. Sangat strategis buat Gus Dur sebagai ketua umum PBNU.
Alasan ketiga dan keempat, Gus Dur dan Kiai Buchori memiliki kesadaran “menasional”, “dakwahnya” tidak hanya untuk kalangan pesantren atau NU. Kita tahu Gus Dur umpanya, menulis di koran dan hadir di forum-forum lintas agama dan disiplin pengetahuan. Adalah Kiai Buchori yang mengusulkan Nasida Ria menyanyaikan lagu-lagu dengan lirik bahasa Indonesia. Setelah itu, Kiai Buchori aktif menuliskan liri-lirik untuk kelompok musik dari semarang yang didirikan oleh HM Zain dan Hj. Mudrikah Zain ini. Di Tulisan berikutnya, Insya Allah, saya akan menyelipkan satu atau dua paragraf menuliskan bahwa Gus Dur dan Kiai Buchori punya satu visi terkait konflik di Palestina. (Bersambung)
https://alif.id/read/hamzah-sahal/siapa-penerjemah-ide-ide-gus-dur-untuk-masyarakat-b246516p/